Gadis itu bernama Eleanor. Ia sedang menempuh pendidikan di tahun akhir SMA. Secara status sosial dan ekonomi, ia bukanlah anak yang beruntung karena lahir dalam keluarga seorang buruh dan ibu rumah tangga yang sakit-sakitan. Namun dia bertekad untuk mengubah nasib keluarga melalui prestasi yang ia capai di sekolah. Saat ini ia juga sedang mempersiapkan ujian beasiswa masuk perguruan tinggi nasional favorit di ibu kota. Paras cantiknya dihiasi mata berwarna cokelat gelap ia warisi dari ibunya; sedangkan kemampuan dalam bidang akademik ia warisi dari ayahnya. Ya, sebenarnya ayahnya adalah orang yang pintar. Namun karena segala keterbatasan baik ekonomi dan juga dulu sulit bagi ayahnya untuk mendapat beasiswa seperti Elea saat ini, maka ayahnya lebih memilih untuk bekerja selepas SMA. Ayahnya sudah seringkali berganti pekerjaan, dan sampai saat ini ia bekerja di buruh pabrik, milik seorang tuan tanah terkemuka di desa itu dan juga pengusaha sukses di ibukota, sekaligus memiliki anak yang sekelas dengan Elea, Hannes Sebastian Riady.
Berbicara soal teman sekelas, Elea juga bukanlah orang yang beruntung. Di kelas bahkan sekolahnya, ia tidak memiliki teman yang betul-betul mau bergaul dengannya, kecuali satu orang, ya hanya satu. Dia bukan hanya teman, tetapi juga kekasih Elea, namanya Erik. Elea bersyukur meskipun tidak ada yang mau dekat dengannya, namun dia memiliki Erik, Erik juga terlihat sangat mendukung Elea dalam segala aspek. Terkadang Elea merasa minder karena mereka berbeda status sosial, Elea terkadang bingung kenapa ada yang mau berteman bahkan menyatakan cinta kepadanya. Tepatnya setahun yang lalu, ketika mereka akan naik kelas tiga SMA, saat itu Erik mengajak Elea pulang sekolah bersama sekaligus mengajaknya jalan-jalan...
Flahsback
"Elea, aku mau ngomong sesuatu..." ucap Erik setelah menyerahkan sepotong es krim Vanila kepada Elea di atas motor.
"Ya, ada apa, rik?" Tanya Elea penasaran.
"Hmm, dari awal aku ngelihat kamu, aku yakin kamu orang yang baik. Kamu juga pinter banget dan...cantik. aku udah suka sama kamu, Lea..."
"..."
"Elea..."
"Ya?"
"Kamu mau ga jadi pacar aku?"
"Hmm, tapi rik..."
"Kamu ga suka ya sama aku?"
"Gadis mana yang ga suka sama kamu, rik? Malahan aku justru minder pas denger kamu ngomong suka sama aku."
"Tapi, aku serius, Lea. Gimana jawaban kamu?" Erik menatap lekat kedua bola mata cokelat yang ada di hadapannya itu.
"Ya, aku mau. Tapi..." kalimatnya seketika dipotong oleh Erik
"Aku janji Lea, aku akan selalu ada di sisi kamu. Meskipun di sekolah ga ada yang berteman sama kamu. Tapi nyatanya, selama dua tahun ini aku selalu ada sama kamu dan buat kamu."
Elea terharu mendengar kata-kata Erik yang memang ada benarnya. Selama ini hanya Erik yang mau berteman dengan dia. Elea memang menyimpan rasa terhadap Erik. Namun ia tidak berekspektasi bahwa Erik akan menyatakan cinta kepadanya. Air mata haru keluar dari bola mata Elea, saat itu pula Erik mengecup kening dan memeluk Elea. Sore itu adalah salah satu momen terbaik yang tidak mungkin Elea lupakan seumur hidupnya.