Mobil berwarna hitam itu tiba di pelataran sebuah mansion megah dengan desain klasik. Si pemuda turun lebih dulu diikuti oleh si gadis kemudian.
Keduanya berjalan menuju pintu utama dengan si gadis yang mengekor dari arah belakang.
Bukan hanya tampilan luar yang tampak begitu mewah dengan sebuah taman yang penuh dengan tanaman mahal, juga patung-patung khas yang bernilai milyaran.
Isi di dalam mansion jauh lebih mencengangkan. Perabot yang terbuat dari keramik bernilai puluhan hingga jutaan dolar, sofa empuk yang jelas berharga tidaklah murah juga sebuah piano klasik dari merk ternama.
Tidak terlalu banyak perabot, namun sudah jelas terlihat gaya dan ke estetika si pemilik yang bukan berasal dari kalangan sembarangan.
"Kenapa berdiri di situ, masuklah," si pemuda berkata saat ia mendapati Hana hanya berdiri mematung di ambang pintu.
Dengan gugup juga setengah malu-malu gadis itu melangkah mendekati Haneul -pemuda dengan varsity jacket- yang sudah ada di ruang tamu.
"Kamu tunggulah di sini, aku akan memanggil seseorang dulu," ujarnya.
Hana mengangguk saja, ia kembali memperhatikan sekitar dan merasa kagum dengan ornamen-ornamen yang terpajang di sana. Sederhana namun terkesan elegant dan mahal.
Tidak lama kemudian Haneul kembali datang, kali ini pria itu bersama seorang wanita baya dengan pakaian pelayan berwarna hitam-putih.
"Perkenalkan, dia adalah Bibi Jung, kepala pelayan di sini. Untuk sementara kamu bisa tinggal di sini dahulu, jika membutuhkan sesuatu kamu bisa meminta tolong pada Bibi Jung."
Hana mengangguk, ia kemudian mengikuti langkah si wanita baya ke arah belakang. Tepatnya ke sebuah kamar kosong yang memang sudah sengaja disiapkan.
"Eh, tunggu! Kita belum berkenalan, siapa namamu?" Haneul menginterupsi.
"Hana, Kim Hana."
Pria itu tersenyum, ia mengulurkan tangannya yang dijabat dengan ragu oleh si gadis.
"Aku Choi Haneul. Salam kenal."
Pria itu berkata dengan senyum lebar yang menampakkan gummy smile nya yang manis, dan hal itu menular pada Hana yang juga melakukan hal serupa.
Hana masuk ke dalam sebuah kamar yang letaknya tidak jauh dari arah dapur. Kamar dengan ukuran tidak terlalu besar itu hanya diisi dengan sebuah kasur tunggal, meja rias dan lemari berukuran sedang, juga ada sebuah kamar mandi dalam.
"Untuk sekarang ini adalah kamarmu, jika butuh apa-apa bisa beritahu Bibi," ujar si perempuan baya.
Hana mengangguk, ia berterima kasih dan memutuskan untuk membersihkan diri sebelum beristirahat.
Saat itu pukul tiga dini hari. Hana yang masih terlelap nyaman dalam tidurnya merasa terusik saat ia mendengar suara gaduh dari arah dapur.
Ia yang memang tipikal orang sulit tertidur saat ada suara kemudian mengintip, coba memastikan apa yang terjadi di luar sana.
Ia mengintip dari celah pintu. Ada seorang lelaki yang tengah memunggungi nya. Ia memiliki perawakan tinggi besar, dengan bahu lebar juga rambut berwana hitam.
Siapa dia? batin Hana berbisik.
Perlahan dirinya mulai mendekat, coba mengintip dari sela dinding dengan diam.
Berjaga-jaga, Hana mengambil sebuah payung yang memang ada di dekat sana. Ia kemudian mendekat dan memukul tengkuk si pria hingga sebuah raungan keras terdengar di heningnya malam.
Pria itu berbalik masih dengan memegangi tengkuk yang terasa sakit bukan main. Ia menatap nyalang ke arah Hana yang hanya bisa membeku di tempatnya.
Matanya melotot ke arah tangan kanan si pria yang rupanya tengah memegang senjata tajam berupa pisau dapur.
"Siapa kamu! Apa yang kamu lakukan di sini?!" tanya Hana berusaha tenang.
Meski sebenarnya dalam hati ia begitu ketakutan, tapi ia hanya berusaha untuk mengagalkan aksi perampokan di rumah Haneul.
Oh, Omong-omong Hana memang berspekulasi jika pria di hadapannya ini adalah seorang pencuri karena ia yang bergerak dengan mengendap-endap.
"Harusnya aku yang bertanya, kamu siapa?! Kenapa ada di rumahku?!"
Pria itu berbalik membentak, untuk sejenak Hana mematung terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar.
Rumahnya? Bukannya ini rumah Haneul?
"Ada apa ini?"
Haneul datang dengan tergopoh, ia menatap dua orang di sana dengan wajah heran.
***
Hana hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam, ia baru saja selesai mendengarkan cerita Haneul soal siapa itu Choi Daehyun.
Omong-omong Daehyun adalah laki-laki yang tanpa sengaja mendapat pukulan sapaan dari Hana di pagi buta ini.
"Jadi, dia adalah Daehyun Hyung. Pemilik rumah ini sekaligus orang yang akan menjadi boss mu," terang Haneul menyimpulkan.
Hana mengangguk saja. Ia benar-benar sudah tidak lagi berani untuk sekadar mengangkat wajahnya kini.
Bukan hanya malu, tapi juga takut. Wajah Daehyun itu bukannya seram, hanya saja ia memiliki aura aneh yang akan membuatmu merinding ketakutan dan memilih untuk diam tanpa bisa membantah perkataannya.
"Hana?" panggil Daehyun dengan suara seraknya.
Perlahan gadis itu mendongakkan kepalanya, ia memejamkan mata erat sembari menyahut panggilan dari Daehyun.
Karena tidak kunjung mendengar lanjutan, gadis itu mengintip dengan satu mata. Namun apa yang ia lihat setelah membuka mata justru membuatnya hanya bisa terdiam di tempatnya.
Daehyun yang tengah menatap lurus ke arahnya seolah mengunci pandangan. Pria dengan proporsi tubuh sempurna juga wajah yang luar biasa tampan itu menatap Hana tanpa berkedip, membuat si gadis seolah hanyut akan tatapan itu.
Suara dehaman Haneul jadi pemecah aksi saling tatap tersebut. Hana seketika mengalihkan pandangan, sesekali menegok ke arah Daehyun yang rupanya masih memperhatikannya dengan ekor mata.
"Hana, mulai hari ini kamu akan bekerja di rumah ini menjadi pelayan junior. Ku harap kamu bisa serius bekerja dan melanjutkan hidupmu lagi," ujar Haneul.
Hana mengangguk, gadis itu tersenyum dan menerima tawaran Haneul dengan suka rela. Tentu saja ia akan menerima, dirinya tidak memiliki pilihan lain.
Lagipula ia harus bersyukur bisa bertemu orang sebaik Haneul yang bahkan bisa langsung mempercayai orang asing seperti dirinya.
"Ya, terimakasih. Aku akan bekerja dengan sebaik mungkin," ujar Hana semangat.
Haneul tersenyum dan mengangguk. Hingga kemudian Daehyun berdiri, pria itu memilih beranjak dan naik ke lantai dua.
"Jangan hiraukan dia, dia memang seperti itu," ucap Haneul dengan suara lirih.
"Kamu, ikut saya."
Tanpa diduga Daehyun berbalik. Ia menunjuk Hana dan kembali berjalan naik ke lantai dua.
Hana dan Haneul sempat saling pandang selama beberapa saat sebelum pemuda itu memberikan gestur agar Hana segera mengikuti langkah Daehyun.
"Ikuti saja," itu yang Haneul katakan tanpa suara.
Dengan terpaksa Hana mulai melangkah, ia sesekali menoleh ke arah Haneul seolah bertanya apa ia benar-benar harus naik? Dan pria itu mengangguk.
Hana mengetuk pintu kayu bercat putih yang merupakan kamar tidur Daehyun. Bagaimana ia tahu? Hana melihat sendiri Daehyun masuk ke dalam sana.
Beberapa kali Hana mengetuk, namun tidak ada jawaban. Sampai pada kali ketiga pintu terbuka secara tiba-tiba dan….
Hana tertarik ke dalam. Daehyun kemudian menghimpit tubuh Hana dengan tubuhnya juga pintu, membuat si gadis terdiam dengan mata mereka yang saling berpandangan.
"Apa kamu adalah Kim Hana?"