Chapter 5

2073 Kata
Beranjak dari tempat tidur, aku langsung berjalan menuju bak mandi, hari ini Dong Mei memasukkan bunga mawar putih sebagai pelengkap mandi, Dong Mei membantu menggosok punggungku, membersihkan rambutku. Setelah selesai mandi, aku langsung menyantap sarapan yang telah disediakan oleh Dong Mei sejak pagi tadi. Hari ini adalah pelajaran pantun dan puisi. Aku paling tidak suka pelajaran pantun dan puisi sejak dulu. Sepertinya hari akan terasa sangat panjang dan melelahkan. Aku segera mengambil buku dan tintaku lalu bergegas menuju ruang kelas. Aku berharap dapat melihat Kang lagi yang sedang membunyikan lonceng. Sesampainya di anak tangga menuju ruang kelas, alangkah terkejutnya aku karena bukan Kang yang membunyikan lonceng hari ini tapi Kakak Huang. “Kang, dimana kau? Aku ingin melihatmu. Entah kenapa aku sangat merindukanmu" (gumamku dalam hati). "Lin Hao, mengapa kau terlihat lesu dan tidak bersemangat? apakah kau tidak cukup tidur?" tanya Kakak Huang sembari menatap wajahku dengan serius. "Aku tidak apa apa kak, mungkin aku memang kurang tidur. Aku belum terbiasa dengan suasana dan lingkungan disini,” jawabku. "Syukurlah kalau kau hanya kurang tidur. Kupikir kau sakit. Ayo kita masuk kedalam kelas, Kang sudah menunggu kita di dalam,” ucap Kakak Huang. "Baiklah kak,” jawabku bersemangat. Lalu aku berjalan mengikuti Kakak Huang kedalam kelas. Kulihat Kang melambaikan tangannya kearah kami seraya berkata dengan suara lantang "Hey kalian ... aku disebelah sini" Kakak Huang dan aku berjalan menuju kearah Kang. Lalu kami mengambil posisi tempat duduk masing masing. Kakak Huang disebelah kiri Kang, aku duduk disebelah kanan Kang. Dapat kurasakan debaran jantungku. Betapa senangnya aku dapat melihat Kang lagi di pagi hari ini. Karena aku tidak terlalu menyukai pelajaran pantun dan puisi, maka pikiranku melayang layang kemana mana. Teringat mimpi tadi malam. Aku mulai tersenyum senyum sendiri. Sepertinya Kakak Huang menyadari kekonyolanku dan kini dia menatapku "Lin Hao sepertinya kau sedang bahagia, maukah kau berbagi kebahagianmu kepada aku dan Kang?" tanyanya padaku diselimuti rasa penasaran. "Ahh .... tidak apa apa Kak, aku hanya sedang membayangkan makanan apa yang akan dimasak oleh pelayanku Dong Mei hari ini," jawabku seraya menatap muka Kang dan Kakak Huang. "Ha ... ha ... ha ... baiklah ... baiklah," tawa Kakak Huang. Kang hanya ikut tersenyum sedari awal. Kulihat wajah Kakak Huang pun tak kalah tampan dari Kang. Dapat dikatakan kalau Kang dan Kakak Huang mempunyai bentuk wajah dan raut muka yang hampir mirip. "Ah, tentu saja mirip mereka kan kakak beradik" (gumamku dalam hati). "Lin Hao, kulihat kau sibuk dengan urusanmu sendiri dan tidak memperhatikan penampilan teman temanmu, apa kau masih menghargai kelas ini?” seru Guru Liu padaku sambil memukulkan tongkatnya ke lantai. Aku sungguh kaget, lamunanku buyar seketika. Seisi kelas manatap kearahku, tanganku mulai berkeringat dingin. “Bagaimana ini?” (gumamku dalam hati). Lalu kudengar Kang berbicara kepada Guru Liu. "Guru Liu, maaf aku lancang. Mohon maafkanlah Lin Hao. Tadi aku dan Lin Hao sedang bercakap cakap. Kami terhanyut dalam pembicaraan kami sehingga kami tidak memperhatikan penampilan dari teman teman yang lain. Kami berdua bersalah Guru Liu. Mohon maafkanlah kami berdua. Seandainya Guru Liu hendak menghukum kami berdua, biarlah aku yang menanggung hukumannya karena akulah yang mengajak Lin Hao berbicara terlebih dahulu, Lin Hao hanyalah seorang murid baru. Dia hanya belum mengetahui peraturan disini," jawab Kang kepada Guru Liu. Meleleh hati ini mendengar pembelaannya yang ditujukan kepadaku. Tanpa kusadari air mata menetes dari pelupuk mataku. Antara senang ataupun sedih karena bisa saja setelah ini hukuman bagiku menanti. "Kang, kau tidak perlu membelanya. Aku tahu kau baik pada setiap murid. Tapi Lin Hao perlu diberi hukuman sebagai konsekuensi karena tidak memperhatikan pelajaran yang sedang berlangsung. Akan tetapi karena aku tahu bahwa kau tidak akan berdiam diri saja melihat salah satu temanmu dihukum, maka sebaiknya aku menghukum kalian berdua setelah makan siang,” ujar Guru Liu dengan sorot mata yang tajam. "Apakah kalian berdua mengerti?" tanya Guru Liu padaku dan Kang. "Kami berdua mengerti dan bersalah, kami mohon maaf Guru Liu,” jawab kami berdua. "Untuk itu aku akan meminta Lin Hao untuk maju kedepan dan memperlihatkan keahliannya dalam berpantun, bersediakah kau Lin Hao?" tanya Guru Liu padaku. Dengan mimik muka terperanjat dan kebingungan. "Ah ... itu ... aku tidak terlalu ahli dalam berpantun tapi jikalau Guru Liu memang memintaku untuk maju kedepan, aku tidak keberatan, aku akan berusaha,” jawabku pada Guru Liu. "Kalau begitu kuberi kau waktu 5 menit untuk berpikir, setelah itu majulah kedepan,” ucap Guru Liu. "Terima kasih Guru Liu,” jawabku. "Oh tidakkkk ..... aku bahkan tidak pernah menyukai pelajaran pantun dan puisi sejak kecil. Tamat sudah harga diriku sekarang. Aku harus tampil pula di hadapan banyak orang, khususnya di hadapan Kang dan Kakak Huang. Berikan aku petunjukmu Sang Buddha” (gumamku dalam hati). Ah ha terlintaslah sebuah ide didalam kepalaku. Jika aku mudah menyerah tentunya namaku bukan Fei Er. Karena aku sedang jatuh cinta pada Kang, maka aku akan berpuisi tentang cinta. Ini kutujukan khusus untukmu Kang. "Jangan takut Lin Hao, aku percaya kau mampu,” bisik Kang di telingaku. "Ah ha ha ... makasih Kang kau sudah percaya padaku, a ... aku maju sekarang,” jawabku gugup. Kemudian aku beranjak berdiri dari tempat dudukku, berjalan maju menuju ke depan kelas. Telapak tangaku berkeringat dingin, jantungku berdebar debar, aku gugup sekali. Kupejamkan mata dan kuberanikan untuk berpuisi dengan suara lantang. "Aku tak akan lama mencintaimu, hanya setiap menit, setiap detik dalam hidupku Kamu tidak tahu kalau kamu begitu penting untukku, adanya kamu dalam hidupku benar benar lengkap Saat kamu tertawa, itu menghangatkan hatiku, sehingga aku jatuh cinta padamu Dan selagi kamu bisa mendengar nafasku, kamu akan tahu kalau aku sangat mencintaimu Cinta yang tak akan pernah berakhir Aku mencintaimu, selamanya tak akan berubah" Akhir dari pembacaan puisi olehku diiringi tepuk tangan oleh seluruh kelas. Aku bahagia sekali, akhirnya aku bisa berpuisi. Kucuri pandang kearah Kang, kulihat dia tersenyum kepadaku. "Kang, seandainya saja kau tahu bahwa puisi tadi untukmu" (gumamku dalam hati). Kemudian aku kembali ke tempat duduk. "Selamat Lin Hao, puisimu sangat indah,” bisik Kang ke telingaku. "Lin Hao, siapakah gadis yang kau cintai itu? apakah dia seorang putri pejabat? dia pasti sangat beruntung memiliki kau yang sangat mencintainya,” tanya Kakak Huang padaku. "A .... ha .... ha ... sebelumnya terima kasih Kang dan Kakak Huang. Aku sungguh tersanjung, tapi aku belum memiliki kekasih,” jawabku serius. "Aku mencintai adikmu, Kakak Huang" (gumamku dalam hati). Tidak lama kemudian kelas berakhir. Guru Liu mempersilahkan kami menuju aula makan untuk bersantap siang. Kami bertiga bergegas berjalan menuju aula makan, kami mengambil makanan yang telah disediakan. Lalu aku duduk di meja yang telah disediakan Kakak Huang untukku. Aku lapar sekali, sepertinya tadi pagi aku hanya memakan sedikit sarapan sehingga kini perutku terasa sangat lapar. Lalu aku mendengar tawa dari depanku ... ya itu Kakak Huang dan Kang yang sedang menertawaiku. "Makanlah pelan pelan Lin Hao, kau bisa tersedak nanti,” ujar Kakak Huang. "Ooo .... baiklah,” jawabku sambil mengurangi kecepatan makan. "Apakah kau sangat lapar Lin Hao? maukah kuambilkan makanan lagi untukmu?” tanya Kang padaku penuh perhatian. "Ah ... tidak, terima kasih Kang. Aku sudah cukup kenyang. Kalian makanlah dulu, aku sudah selesai makan, aku kembali kekamarku dulu sebelum menjalani hukuman. Jangan lupa jemput aku, Kang,” jawabku. "Aku tidak akan lupa Lin Hao, pergilah beristirahat sebentar,” jawab Kang dengan suara lembut. Lalu aku berdiri, berpamitan kepada mereka berdua, dan beranjak pergi dari aula makan menuju kamarku. Kulihat Pengawal Chen sedang bersama Dong Mu, sepertinya mereka sedang mempelajari bahan obat obatan. Yang kutahu tentang Dong Mu adalah sebelum dia memutuskan menjadi kasim istana, dia pernah mempelajari ilmu pengobatan. Aku melangkah masuk ke dalam kamar, tidak nampak Dong Mei didalamnya. Lalu Dong Mu meminta ijin untuk masuk ke kamarku, aku menginjikannya masuk. "Apakah ada yang tuan muda butuhkan?" tanyanya. "Tidak ada Dong Mu, aku hanya ingin beristirahat, kau boleh pergi,” jawabku. "Baiklah tuan muda, beristirahatlah, panggilah aku kalau anda membutuhkan sesuatu,” ujar Dong Mu. "Ya" Aku merebahkan diri sejenak diatas tempat tidur, kupejamkan mata sambil mengingat ingat lagi senyum Kang sewaktu aku berdiri didepan kelas. Sebentar lagi aku akan menjalani hukuman bersamanya, meskipun tidak tahu hukuman apa yang akan kami jalani, tapi aku tidak kuatir, karena akan menjalaninya bersama Kang. Beberapa menit kemudian aku mendengar suara ketukan pintu dan seseorang memanggil namaku. "Lin Hao, apakah kau didalam? ini aku Kang, ayo bergegaslah, kita harus menemui Guru Liu,” ajak Kang. "Iya baiklah, tunggu sebentar, aku sedang bersiap siap, aku akan segera keluar,” jawabku. Lalu aku merapikan pakaian, rambut, dan ikat rambutku lalu bergegas menuju pintu kamar untuk menemui Kang. Kami berjalan menuju ruangan Guru Liu. Sesampainya disana kami membungkuk memberi salam dan hormat. "Kang dan Lin Hao, apakah kalian sadar kesalahan kalian?" tanya Guru Liu pada kami berdua. "Ya guru, kami sadar sepenuhnya,” jawab kami berdua. "Baiklah, kalian akan kuhukum berlutut di halaman depan ruang kelas sampai malam nanti. Kalian tidak akan ikut makan malam bersama murid lainnya. Makanan kalian akan diantar ke kamar kalian masing masing setelah kalian selesai menjalani hukuman. Apakah perintahku cukup jelas?" tanya Guru Liu. "Ya guru, kami akan mematuhi semua perintah guru,” jawab kami berdua. Kami berdua serentak berjalan menuju halaman depan ruang kelas. Tanpa adanya murid satupun halaman ini terasa amat luas. Kulihat semua murid sedang bersantai diteras kamar mereka masing masing, namun pandangan mereka melihat kearah kami berdua. Ini akan sangat melelahkan. Aku dan Kang mulai berlutut. "Lin Hao, jika kau tidak kuat berlutut lama, beritahu aku, biar aku yang menggantikanmu berlutut, apakah kau mendengarku?” bisik Kang padaku. "Aku mendengarmu dengan jelas Kang. Terima kasih, tapi aku kuat kok berlutut lama. Kau tenang saja,” jawabku penuh keyakinan. Beberapa jam berjalan, tiba tiba hal yang paling tidak diinginkan terjadi, apakah menerima hukuman berlutut saja belum cukup?. Hanya beberapa jam setelah kami mulai berlutut menjalani hukuman di halaman depan ruang kelas, tiba tiba hujan turun dengan derasnya. Aku dan Kang hanya bisa meratapi nasib, menjalani hukuman sampai malam nanti. Kami basah kuyup, kami tidak dapat melihat kejauhan dengan jelas karena pendangan kami terhalang oleh derasnya hujan. Rasa dingin menusuk sampai ke sumsum tulang. Badanku gemetaran. Seumur hidup baru kali ini aku berada dibawah guyuran hujan deras. Aku menyilangkan kedua tanganku ke d**a, kakiku serasa mati rasa, bahkan agak sulit bagiku untuk bernafas. Kuputuskan untuk memejamkan mata, agar air hujan tidak masuk kedalam mataku. Samar samar aku mendengar Kang berbisik dekat telingaku. "Lin Hao, apa kau dapat mendengar suaraku?" "Iya Kang, aku dapat mendengarmu meski suaramu terdengar kecil sekali”. "Syukurlah, apakah kau baik baik saja?" "Aku masih kuat kok, tenang saja. Hanya saja hujannya benar benar deras. Aku tidak dapat melihat dengan jelas. Apakah kau baik baik saja Kang? seharusnya kau tidak perlu melakukan ini untukku, cukup aku saja yang menerima hukuman”. "Aku baik baik saja Lin Hao, kau tidak perlu merasa tidak enak padaku. Aku rela berkorban untuk menolong temanku. Bukankah kita ini teman? lagipula jikalau hukuman ini kita jalani bersama seharusnya tidak terasa berat bukan". Aku berusaha memalingkan wajahku kearah Kang, dibalik derasnya guyuran air hujan yang turun dapat kulihat wajahnya yang sedang menatap kearahku. Aku tersenyum simpul padanya. Sambil menahan dinginnya udara, dan betapa menggigilnya badanku, aku berusaha menyampaikan sesuatu kepadanya. "Terima kasih Kang" Kang tidak menjawab, dia terdiam beberapa saat. Sambil tetap memandang wajahku, tiba tiba dia berkata "Lin Hao, maafkan aku, mungkin aku sedikit berhalusinasi dan agak keterlaluan. Tapi yang dikatakan teman kita tempo hari di aula makan sepertinya memang benar, kau memiliki raut dan bentuk wajah seorang wanita. Bahkan menurutku dapat dikatakan kalau kau pria yang cantik”. "Hah! ... ah ... ha ... ha ... kau berhalusinasi Kang. Aku ini pria sejati, hanya saja aku tidak seperti pria pada umumnya yang berlatih bela diri, banyak mencari pengalaman diluar rumah dan lain sebagainya. Sebagian waktuku kuhabiskan didalam rumah. Aku suka membaca buku, aku tidak suka ilmu bela diri dan yang lain lainnya, jadi aku mungkin tidak terlihat seperti pria pada umumnya. Apakah kau cukup mengerti penjelasanku?” "Ya kurasa aku cukup mengerti” Dengan perasaan yang tidak karuan, aku berpikir hanya itu alasan yang dapat kuberikan kepada Kang. Aku tidak bisa memikirkan alasan lainnya. Apakah ini pertanda penyamaranku akan segera terbongkar. Jikalau penyamaranku terbongkar aku harus segera kembali ke istana. Semakin lama rasa dingin semakin terasa, tubuh bagai ditusuk ribuan jarum. Aku harus kuat, aku tidak boleh menyerah apalagi pingsan, mereka semua bisa curiga padaku. Samar samar dari kejauhan kulihat seseorang berlari kearah kami, dan kelihatannya dia membawa 2 buah payung. Siapakah dia? Mengapa dia berlari kearah kami?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN