- KEHIDUPAN BARU -

2586 Kata
Sudah satu minggu Zevanya berada di apartemen bersama kedua adiknya. Dia tidak kuliah dan memutuskan untuk berhenti karena tidak punya cukup biaya. Kedua adiknya yang sebelumnya bersekolah di tempat mahal harus pindah ke sekolah di dekat apartemen yang tergolong murah agar bisa disesuaikan dengan kondisi keuangan saat ini. Untung ada Maya dan Adam yang membantu mengurus pendidikan adiknya.   “ Kak? Sudah satu minggu kita tinggal disini, tapi mamah dan papah belum juga menemui kita? “ Tanya Ninis di sela – sela sarapan pagi.   “ Iya, memangnya mamah dan papah kemana, kak? “ tanya Neo.   Zevanya hanya tersenyum saja. Dia memang belum memberi tahu kedua adiknya kalau orang tuanya sudah meninggal karena takut membuat Ninis dan Neo sangat sedih. Jadi, biarlah saat ini mereka mengetahui kalau orang tuanya sedang pergi dalam waktu lama agar mereka masih merasa memiliki orang tua meskipun sebenarnya tidak.   “ Nanti, kalau kalian sudah besar baru kakak kasih tau mamah dan papah ada dimana? “ Jawab Zevanya, ia tersenyum miris menatap kedua adiknya.   “ Hmm… harus berapa lama lagi kita menunggu? “   “ Tunggu umur kalian 17 tahun. “ Balas Zevanya.   “ Umur kita berdua baru 7 tahun dan itu artinya kita masih harus menunggu 10 tahun lagi, dong? “ Sahut Neo dan Ninis, mereka berdua nampak kecewa.   “ Yup!! “ Zevanya mengangguk. “ Ayo habiskan sarapan kalian, setelah itu berangkat sekolah. “      Setelah mengantar kedua adiknya, Zevanya mampir ke ATM untuk mengecek sisa uang yang dia miliki. Zevanya merasa pusing setelah melihat saldo uangnya tinggal sedikit, sedangkan hidup terus berjalan dan tidak ada pemasukan. Dia juga merasa tidak enak jika selalu meminta bantuan tantenya.   “ Gue harus cari pekerjaan! “ Ucap Zevanya sambil berjalan menuju apartemen. Dia mampir sebentar di tukang koran dan membeli satu untuk mencari lowongan kerja.   Sampai dirumah, Zevanya membuka halaman paling belakang koran tersebut yang terdapat banyak sekali lowongan pekerjaan. Dia melihat berbagai jenis lowongan, tapi banyak yang tak sesuai dengan Zevanya yang hanya lulusan SMA karena kuliahnya berhenti ditengah jalan.   Namun, ada salah satu lowongan yang sangat menarik baginya yaitu tidak memandang lulusan apa dan lokasinya juga masih dapat dijangkau oleh Zevanya.   “ Asisten rumah tangga? “ Ucapnya sambil membaca lagi persyaratan lowongan tersebut.   “ Wah, lumayan nih. Lokasinya tidak begitu jauh dan jam kerjanya gak terlalu panjang. Coba gue telefon, semoga aja masih ada lowongannya. “   Zevanya menelfon nomor yang tertera di lowongan tersebut dan segera di angkat. Setelah berbicara untuk bertemu, dia pun bersiap – siap pergi ke lokasi hari itu juga. Namun, anehnya lokasi tempat yang akan dituju itu berbeda dari yang dicantumkan di koran karena tadi pada saat di telefon orang itu menyuruh Zevanya mencatat lokasi yang sebenarnya harus dia datangi.   Zevanya pun mengikuti saja karena dia tidak menaruh rasa curiga.  Zevanya berdiri didepan rumah super megah dengan gerbang yang menjulang tinggi memberi kesan rumah itu sangat tertutup. Dia mendekati bel dan memencetnya beberapa kali sampai akhirnya pintu gerbang terbuka secara otomatis dan laki – laki bertubuh tinggi dan gagah keluar menghampirinya.   “ Ada keperluan apa? “ tanya lelaki itu dengan tegas.   “ Begini, pak. Saya kesini mau melamar kerja jadi asisten rumah tangga. Tadi, saya sudah telefon dan janji bertemu hari ini. “ Jelas Zevanya sedikit takut melihat lelaki yang diyakininya seorang penjaga dirumah itu.   “ Tunggu sebentar. “ Penjaga itu menelfon seseorang, setelah itu kembali bicara pada Zevanya. “ Ayo ikut saya. “ Ajaknya.   “ Oke. “ Zevanya pun mengikuti lelaki itu masuk ke dalam rumah megah itu.   Sepanjang perjalanan, Zee dibuat melongo dengan kemewahan rumah itu sambil berfikir apakah dia akan sanggup menjadi pembantu dirumah megah seperti itu. Rasanya, memikirkannya saja sudah membuat tubuhnya mendadak lesuh.   “ Kamu tunggu disini. “ Zevanya disuruh duduk di ruang tamu.   “ Baik, pak. “   Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya datang seorang perempuan yang sangat cantik, tapi terlihat begitu angkuh. Dia duduk di hadapan Zevanya sambil menyilangkan kakinya.   “ Kamu yang mau bekerja disini? “ Tanya perempuan yang baru saja datang itu.   “ Iya, bu. Saya mau melamar jadi asisten rumah tangga sesuai lowongan yang ada di…. “   “ NO! “ perempuan itu memotong ucapan Zevanya. “ Kamu akan bekerja, tapi bukan sebagai asisten rumah tangga. “   “ Te—terus? Jadi apa, bu? “   “ Sebenarnya, pekerjaan ini hampir mirip seperti pembantu juga kerja nya, tapi kamu lebih di fokuskan untuk mengurus keperluan anak dari pemilik rumah ini. “ Jelasnya.   “ Oh, gak apa – apa, bu. Anaknya usia berapa?  Masih bayi atau sudah bersekolah? “ tanya Zevanya untuk memastikan.   “ Kalau berumur 24 tahun menurut kamu gimana? “   “ Du—dua puluh empat tahun, bu? “ Zevanya melongo sebentar. “ Jadi, saya urusin orang yang sudah besar? “   “ Iya. “ Perempuan itu mengangguk. “ Apakah kamu keberatan? “   “ Um….” Zevanya fikir dia akan bertugas bersih – bersih rumah, ternyata malah suruh urusin lelaki dewasa.   “ Saya kasih kamu gaji 5 juta perbulan. “ Celetuk perempuan itu membuyarkan lamunan Zevanya.   “ A—apa? lima juta? “ Zevanya meneguk ludahnya susah payah. Bagaimana Zevanya tidak terkejut? untuk lulusan dan jenis pekerjaan yang dia lamar saat ini bisa mendapatkan gaji yang cukup besar seperti orang kantoran. Tanpa berfikir panjang lagi, Zevanya langsung mengiyakan tawaran pekerjaan itu.   “ Kapan saya mulai bekerja? “ Tanya Zevanya penuh semangat.   “ Besok. “ Jawabnya. “ Saya ingatkan ya, sebelum jam 9 pagi kamu harus sudah berada disini. Kamu mengerti? “   “ Sangat mengerti, bu. “ Jawab Zevanya masih dengan semangat yang sama. Dia bangun dari duduknya. “ Saya permisi dulu ya bu…. Maaf, nama ibu siapa kalau boleh tahu. “   “ Alin. “ Jawab perempuan yang sejak tadi bicara pada Zevanya.   “ Baik, bu Alin. Saya Zevanya, ibu bisa panggil Zee saja. “   “ Oke, Zee. Sampai bertemu besok. “ Alin langsung meninggalkan ruangan itu dan Zevanya pun segera pergi menuju pintu keluar.   Sepanjang perjalanan, Zevanya melihat sekeliling rumah megah itu terlihat sangat sepi, namun ada beberapa ruangan yang dia lewati di jaga oleh beberapa lelaki bertubuh kekar membuatnya sedikit bergidik karena para penjaga itu lebih terlihat seperti seorang preman.   Meskipun dia merasa senang mendapatkan pekerjaan yang ternyata bukan membersihkan seluruh rumah yang sangat besar ini, tapi dia masih merasa bingung mengapa gajinya sangat besar? Apakah pekerjaaanya sangat berat?   Ah, sudah lupakan saja karena yang terpenting saat ini Zevanya sudah mendapat pekerjaan agar bisa menghasilkan uang.     **     Esoknya, setelah mengantar kedua adiknya sekolah, Zevanya segera pergi menuju tempatnya bekerja. Dia tidak ingin terlambat datang di hari pertamanya.   Sampainya disana, dia kembali di antar ke ruang tamu oleh si penjaga dan bertemu Alin lagi.   “ Pagi, Zee. “ Sapa Alin.   “ Pagi, bu. “   “ Zevanya saya ingin memberitahu kamu nama anak pemilik rumah ini adalah Devanka. “ Terang Alin memperkenalkan siapa yang akan Zevanya urus nanti.   “ Oh, Devanka. “ Zevanya mengangguk.   “ Sebelum mulai bekerja, ada beberapa peraturan yang akan saya beritahu. “ Alin duduk di sofa, sedangkan Zevanya berdiri di sampingnya.   “ Apa saja, bu? “   “ Pertama, kamu dilarang memberi tahu siapapun lokasi tempat ini dan apa pekerjaan kamu. Jadi, kalau ada yang bertanya kamu bisa kasih tau tempat dan alasan lain! “ terang Alin agar Zevanya menyembunyikan identitas alamat rumah ini dan pekerjaannya.   “ Jadi, saya harus berbohong? “ tanya Zevanya bingung. Dia sendiri tidak mengerti mengapa alamat rumah ini harus dirahasiakan.   “ Ya, wajib sekali! “   “ O—oke. “ Merasa tidak terlalu keberatan, Zevanya pun setuju saja.   “ Kedua, jangan melakukan sesuatu diluar pekerjaan dan dilarang ingin tahu apapun yang ada serta sesuatu yang terjadi dirumah ini! “ Jelas Alin dijawab anggukan oleh Zevanya.   “ Ketiga, jangan buat Devanka marah kalau kamu tidak ingin mendapat hukuman. “   ‘ Hukuman? Ah, paling juga diomelin doang. kalau dia sampai main fisik, tinggal laporin aja ke polisi! ‘ batin Zevanya.   “ Dan yang terakhir, jika melihat atau mengetahui sesuatu yang tidak wajar, kamu harus tutup mulut jika kamu tidak ingin mendapatkan masalah! “ penjelasan Alin yang terakhir cukup membuat Zevanya bertanya – tanya. Memangnya, ada hal yang tak wajar apa sampai dirinya harus tutup mulut jika melihatnya. Dia merasakan ada sedikit yang tidak beres terjadi dirumah ini, tapi lagi – lagi Zevanya mengiyakan saja dan mencoba berfikir positif.   “ Apa sudah jelas? “ Alin berdiri dan menghadap Zevanya.   “ Sudah, bu. “   “ Sekarang, kamu silahkan ke dapur dan ambilkan makanan untuk Devanka. Setelah itu, kamu antarkan ke kamarnya di lantai dua. “ Jelas Alin.   “ Baik, bu. “   “ Oh iya, satu lagi. “ Alin tidak jadi melangkah setelah mengingat sesuatu. “ Dia belum bangun tidur. Jadi, kamu letakan saja makanan di mejanya, setelah itu kamu siapkan pakaian untuknya. “   Zevanya mendengarkan penjelasan dan instruksi dari Alin mulai dari pakaian yang biasa Devankan pakai dan apa saja yang harus dia lakukan.   “ Ingat! Pakaian Dev ada diruangan khusus tepat di sebelah kamarnya.  “   “ Baik, bu. “ Setelah mengerti, Zevanya bergegas ke dapur, mengambil makanan yang sudah di siapkan oleh chef khusus dirumah itu dan membawakan makanan itu ke kamar Devanka.   “ Selamat pagi. “ Zevanya mengetuk pintu kamar berkali – kali, setelah tidak ada respon, dia pun langsung masuk ke dalam kamar.   Terlihat lelaki itu sedang tertidur telengkup, tubuhnya ditutupi selimut, tapi wajahnya tidak terlihat karena membelakangi Zevanya.   Zevanya segera berjalan mendekati meja dan meletakkan nampan berisi steak sirloin dan segelas ice lemon untuk Devanka. Dia penasaran sekali ingin melihat wajah lelaki itu, tapi sayangnya dia masih terlelap. Sebelum pergi menyiapkan pakaian untuk Devanka, Zevanya berjalan mendekati jendela, lalu membuka gorden dan jendela kamar agar udara sejuk pagi ini masuk kedalam ruangan.   Cahaya matahari yang nampak terik pagi ini masuk melalui celah jendela menyebabkan Devanka yang sedang tertidur merasa silau. Lelaki itu terganggu hingga terbangun.   “ Siapa kamu? “ tanya Devanka yang sudah terbangun duduk sambil menguap.   Zevanya membalikan badannya menghadap Devanka yang kini menatapnya.   “ AAAAAAAAAAA……” Zevanya berteriak sambil menatap Devanka yang ternyata selama tidur tidak menggunakan baju, hanya celana pendek saja.   Devanka berdecak sebal sambil bergerak turun dari kasur mendekati Zevanya. Gadis itu masih berteriak, namun sedetik kemudian suara teriakan itu hilang ketika Devanka menutup mulutnya dengan tangan kekarnya.   “ Jangan berteriak atau suara kamu akan hilang untuk selamanya! “ ancam Devanka dengan tatapan dingin kepada Zevanya yang kini terdiam kaku sambil mengangguk gugup.   Devanka segera menjauhkan tangannya dari mulut Zevanya.   “ Kenapa kamu berteriak? “ Tanya Devanka.    “ A—aku kaget lihat kamu tidak pakai baju. “ Jawab Zevanya terbata - bata.   “ Kamu takut, tapi saat berteriak terus saja menatap badanku. “ Devanka memajukkan wajahnya mendekati Zevanya. “ Kamu takut atau menyukai tubuh kekarku ini? “ pertanyaan yang Devanka lontarkan membuat Zevanya tertegun dan membuat jantungnya berdebar - debar.   “ Sudahlah, lupakan. “ Devanka bertelak pinggang. “ Jadi, kamu…”   “ Aku bukan maling. “ Celetuk Zevanya ketakutan jika Devanka salah sangka. “ Aku baru saja bekerja disini untuk membantu kamu menyiapkan segala keperluan. “  Jelas Zevanya dengan cepat.   “ Hmm…” Devanka mengangguk pelan sambil memperhatikan Zevanya dari atas kepala sampai ujung kaki. “ Aku juga gak menuduh kamu maling karena di rumah ini sangat ketat keamanannya, jadi tidak mungkin ada rampok masuk. “   Zevanya hanya tersenyum kaku. Dia merasa risih karena sempat diperhatikan Devanka secara intens.   “ Kamu kenapa melihatku seperti itu? “ tanya Zevanya.   “ Gak apa – apa, setidaknya hari ini aku punya pembantu yang lebih muda setelah sekian lama selalu dapat ibu – ibu. “  Jelas Devanka di sambut tawa kecil oleh Zevanya.   “ Bisa aja ngelawaknya bapak yang satu ini. “ Balas Zevanya mendapat tatapan tajam dari Devanka.   “ Jangan panggilku bapak! “ Kedua alis Devanka bertautan. “ Sekali lagi aku dengar kamu memanggilku dengan sebutan bapak, kamu akan dapat hukuman! “   “ Maaf. “ Zevanya jadi semakin merasa gugup. Sebenarnya, lelaki dihadapannya ini begitu menarik. Berwajah tampan dilengkapi alis tebal dan bibir yang mungil, ditambah lagi tubuhnya sangat atletis membuatnya begitu menggoda, tapi sayangnya sikap lelaki itu sedikit membuat Zevanya takut.   “ Panggil Dev saja. “   “ Oke, Dev. “ Zevanya mengangguk pelan. “ Kamu tidak ingin tahu namaku? “   “ Beritahu nanti setelah aku selesai mandi. Tolong siapkan pakaianku. “ Devanka berjalan menuju kamar mandi, sedangkan Zevanya bergegas mengambi pakaian di ruangan yang berbeda , yaitu sebelah kamar Dev.   Zevanya terperangah ketika membuka ruangan itu isinya pakaian, kemeja, sepatu dan perlengkapan lainnya milik devanka atau biasa dikenal dengan ruangan walk-in closet.   “ Keren banget! Gue merasa seperti sedang masuk ke toko baju di mall. “ Zevanya terkekeh pelan seraya berjalan mengambil pakaian, setelah itu kembali ke kamar Devanka.   Setelah kembali ke kamar, ternyata Devanka sudah selesai mandi. Kini lelaki itu sedang duduk di sofa menggunakan kaos dan celana pendek sambil memakan sarapan yang tadi dibawakan oleh Zevanya.   “ Dev, ini pakaiannya. “ Zevanya meletakan pakaian itu dengan hati – hati di atas kasur, lalu menaruh sepatu Devanka di lantai. Setelah itu dia mendekati Devanka.   “ Apa ada yang kamu butuhkan lagi? “ tanya Zevanya.   “ Ambil kursi itu dan duduk di depanku. “ Zevanya menuruti perintah Devanka. Dia menyeret kursi dan kini duduk berhadapan dengan Devanka.   “ Aku akan bertanya, kamu cukup menjawab dan tidak boleh bertanya balik. “ Terang Devanka.   “ Oke. “   “ Jawab dengan cepat dan jangan lamban! “   “ Oke. “ Zevanya mengangguk.   “ Siapa nama kamu? “ Tanya Devanka.   “ Zevanya. Kamu bisa panggil, Zee. “   “ Alasan kamu bekerja disini? “   “ Karena saya butuh uang untuk membiayai kebutuhan hidup dan pendidikan kedua adik saya. “   “ Kemana kedua orang tua kamu? “   “ Sudah… sudah meninggal. “  Jawab Zevanya jadi sedikit merasa sedih mengingat orang tuanya.   “ Dimana kamu tinggal? “   “ Di apartemen Century lantai 15 nomor 425. “   “ Apa kamu sudah menikah? “   “ Belum. “   “ Apa kamu sudah siap mati? “ Pertanyaan Devanka kali ini membungkam Zevanya. Gadis itu mendadak keringat dingin melihat lelaki di hadapannya kini menatapnya serius sambil memotong daging steak dipiringnya.   “ Udah siap, belum? “ tanya Devanka lagi.   “ Ma—maksud kamu? “ Bibir Zevanya gemetar, bulu kuduknya mendadak merinding melihat Devanka kini melahap daging itu dengan perlahan tapi pasti dan matanya menatap dirinya secara mendalam seperti singa sedang melihat mangsa.   “ Jangan bertanya balik! Cukup di jawab! “ Tegas Devanka.   “ Belum! “ Kepala Zevanya menggeleng cepat.   “ Kamu harus siap mati karena kamu adalah targetku untuk dibunuh hari ini! “ Jelas Devanka membuat tubuh Zevanya mendadak lemas dan dia ingin menangis saat itu juga.   Di tengah ketegangan yang Zevanya rasakan, tiba – tiba saja Devanka berkata. “ Aku cuman bercanda. “ Terang Devanka membuat Zevanya bisa sedikit bernafas lega, meskipun dalam hatinya dia menggerutu.   ‘ Apa? Kamu bilang itu bercanda? Benar – benar bercanda yang bisa mengundang kematian karena Jantungku hampir saja berhenti berdetak! ‘ batin Zevanya merutuki lelaki itu.   “ Ahhh, aku kira kamu beneran mau membunuhku. “ Zevanya menghela nafas panjang.   “ Terlalu cepat kalau hari ini aku membunuhmu. “ Balas Devanka seraya bangun dari duduknya, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. “ Berapa nomer kamu? “ tanya Devanka, dengan cepat Zevanya menyebutkan.  “ Oke, sudah saya simpan. “   Devanka segera pergi mengambil baju yang Zevanya letakan di atas kasur, lalu memakainya di ruang ganti, setelah rapih dia kembali menghampiri Zevanya yang sedang membereskan piring bekas makanan Devanka tadi.   “ Hari ini aku mau pergi dulu. Kalau nanti ku telefon, kamu jangan sampai tidak mengangkatnya karena jika itu terjadi, maka kamu akan mendapat hukuman! “ Tegas Devanka, setelah itu dia pergi keluar lebih dulu sebelum Zevanya selesai merapihkan kamarnya.   “ Kenapa dia suka sekali mengancam akan memberi hukumanan? Huh, aku tidak takut! “ cibir Zevanya ketika lelaki itu sudah menghilang dari pandangannya. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN