6. Kebohongan Ditutup Dengan Kebohongan

1920 Kata
Moza melihat kebawah di mana tangannya digenggam makin erat oleh Rama hingga terasa agak sakit. Dia tahu calon suaminya itu sedang berusaha menahan emosi. Rama meraba pipinya yang terasa panas. Wajahnya merah padam menahan marah. Tapi, dia tidak berdaya. Tak mungkin dia marah dengan pria tua yang telah membesarkannya bersama sang nenek sejak usia sepuluh tahun. Sementara papanya menikah lagi setelah orang ibunya meninggal. “Setelah kau senang mempermainkan wanita. Apa sekarang kamu juga ingin mempermainkan pernikahan juga?” tanya tuan Dirga Alrash dengan nada meninggi lagi. “Aku selama ini membiarkanmu ke sana kemari mengejar dan mengencani wanita agar kau bisa bertemu dengan cinta sejatimu suatu hari nanti. Lalu kamu menikahinya seperti aku menikahi Nenekmu. Kami hidup bahagia saling setia hingga saat ini. Tapi, hari ini aku sangat kecewa dengan keputusanmu, Rama. Kamu menikah dengan sembarang wanita yang baru semalam saja kau kenal. Seolah dia barang yang bisa kau beli kapan saja saat kau membutuhkannya. Bukan sebagai pasangan jiwa,” ucap tuan Dirga seraya menggelengkan kepala kecewa di akhir kalimatnya. Rama menarik tangan Moza pelan melangkah mendekati kakeknya. “Tidak, Kek. Jangan salah sangka dengan kami. Walau kami baru semalam kami saling kenal, kami sangat yakin dengan satu sama lain. Kami benar-benar saling mencintai seperti Kakek dan Nenek.” Tuan Dirga tak membalas ucapan Rama. Dia mengalihkan pandangannya pada Moza. Pria itu memperhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kaki hingga membuat Moza jadi gugup. Tapi sedetik kemudian gadis itu memberanikan diri mendekat dan mencium tangan pria tua itu dengan membungkuk sopan. Lalu perlahan-lahan dia mundur ke sisi Rama lagi tanpa suara. Tuan Dirga tersenyum sinis. “Berapa banyak uang yang Rama berikan agar kamu mau jadi istri kontraknya? Aku akan menggantinya dua kali lipat tapi menjauhlah dari Rama.” Moza dan Rama terkejut. Mereka tidak menyangka tuan Dirga bisa menebak hubungan mereka. Walau yang dia katakan tidak sepenuhnya benar. Dan, bagi Moza pertanyaan itu sangat merendahkan dirinya. Tuan Dirga berpikir jika Moza jenis wanita yang mudah rela melakukan apapun dengan iming-iming uang. “Kakek, tolong jangan katakan itu,” sahut Rama dengan cepat. “Moza gadis yang terhormat. Aku belum pernah bertemu gadis seperti dia sebelumnya. Moza tidak akan mau mengorbankan dirinya hanya demi uang,” jelas Rama lagi membuat Moza menoleh dan menatap Rama terpana. Tak disangka pria di sisinya itu membelanya seolah sangat mengenal dirinya. Dan, yang membuat Moza takjub ucapan Rama itu sangat benar. “Tidak, Tuan. Itu tidak benar. Saya tidak menerima uang sepeser pun dari Rama. Pernikahan ini benar-benar keinginan kami berdua,” tegas Moza. “Oh bagus. Jadi aku tidak perlu repot memberimu uang. Kamu bisa tinggalkan cucuku yang nakal ini sekarang juga. “Maaf, Kek. Sebenarnya kami sudah lama saling mengenal dari beberapa minggu ini. Tapi kami menyembunyikannya dari siapa pun. Dan---- Dan---- Aku sudah berbuat terlalu jauh padanya. Aku harus bertanggungjawab Kakek. Takutnya dia hamil dan kami belum menikah,” jelas Rama pura-pura agak gugup. “Dia gadis baik-baik dari keluarga baik-baik. Ibunya pasti akan syok jika terjadi kehamilan tanpa suami dengan putrinya.” Rama menambahkan penjelasannya lagi. Moza kembali terkejut. Dia menatap Rama dengan mata tak berkedip untuk beberapa saat. Meskipun mengetahuinya, Rama pura-pura tak melihat sikap Moza. Tuan Dirga terdiam sejenak. Pria itu tampak sedang menimbang sesuatu. Melihat itu pak Danu segera mendekatinya. Pria seusia papa Rama itu membisikkan sesuatu, “Tolong jangan persulit mereka Tuan. Setelah akad, Tuan muda masih harus mengadakan konferensi pers dan mengikuti rapat pemegang saham. Takutnya nanti dia akan terlambat. Tuan muda akan kehilangan posisinya sebagai CEO di Alrash Corp. Saya yakin Anda tahu betul bahwa pernikahan ini dilakukan Tuan muda demi posisi itu. Jangan halangi Tuan muda, Tuan. Saya mohon.” “Tapi aku tidak ingin mereka mempermainkan pernikahan demi sebuah jabatan. Rama masih bisa berjuang dengan jalan lain. ” balas tuan Dirga dengan sedikit mendekatkan bibirnya ke telinga pak Danu. Pak Danu tak berani membantah lagi. Saat ini dia hanya pasrah menunggu keputusan tuan Dirga mengenai pernikahan cucunya itu. Tuan Dirga menatap Moza dan Rama sangat serius. “Baiklah, aku izinkan kalian menikah.” Rama dan Moza saling berpandangan senang. “Terima kasih, Kek,” ucap Rama dengan menarik napas lega. “Tapi dengan satu syarat. Kalian akan menjalani pernikahan ini dengan sungguh-sungguh. Aku tidak ingin kalian melakukan pernikahan sandiwara. Satu dua tahun kemudian kalian bercerai.” Tuan Dirga mengarahkan jari telunjuknya pada Rama dan Moza. “Jika terbukti kau hanya main-main dengan pernikahan ini, maka aku akan gunakan sahamku untuk mendukung Reno,” tegas tuan Dirga. Moza dan Rama kembali bertatapan. Keduanya terkejut dengan pernyataan bernada ancaman itu. Tapi dengan kompak keduanya tersenyum pada kakek Dirga untuk menutupi kepanikan. Rama kemudian bergegas melangkah memeluk kakeknya. “Terima kasih, Kek,” ucap Rama lega. “Hmm... Cepatlah masuk ke dalam sana. Penghulu pasti sudah menanti kalian sejak tadi,” ucap tuan Dirga. “Kakek akan masuk ke dalam sana, ‘kan?” tanya Rama setelah melepas pelukan dan menatap sang kakeknya. “Tentu saja. Tapi kalian masuk saja lebih dulu.” “Baiklah.” Rama menatap Moza sebentar kemudian menggenggam tangan Moza dengan sepenuh hati. “Ayo, Moz. Kamu sudah siap, kan?” Moza mengangguk. “Ya, aku siap.” Lalu keduanya melangkah ke dalam kamar yang lain yang telah dipesan Rama semalam untuk acara pernikahan rahasia itu. Setelah Rama dan Moza masuk dan hilang dari pandangan tuan Dirga dan pak Danu saling berpandangan. “Bagus, Danu. Kita harus terus mengawasi mereka berdua.” “Benar, Tuan.” “Ayo, kita masuk ke dalam. Aku ingin menjadi saksi cucu nakalku itu menikah.” “Mari, Tuan.” *** Moza dan Rama telah duduk di hadapan penghulu, saat tuan Dirga datang bersama pak Danu. “Kakek, duduklah di sini. Tolong, jadilah saksi pernikahan kami.” Rama berdiri lalu mempersilakan sang kakek duduk di kursi dekat ujung meja. “Pak Danu, bapak juga jadi saksi bersama Kakek.” Rama menunjuk satu kursi di dekat kakeknya. “Baik, Tuan Muda.” Selain penghulu masih ada Felix, Jerry, Sami dan sopir tuan Dirga yaitu pak Karyo. Empat orang itu diberi tugas oleh Rama untuk menyaksikan pernikahan mereka dan mendokumentasikannya. “Kalian sudah tahu tugas kalian, ‘kan.” “Sudah, Rama,” ucap Sami dan Jerry kompak. “Kami sudah siap dari tadi, Rama. Tapi sepertinya kamu yang tidak lekas memulainya. Penghulu itu juga sudah siap,” jawab Felix tersenyum menggoda sahabat sekaligus kliennya itu. Rama jadi salah tingkah. Dia menoleh pada Moza gadis itu tidak merespon percakapan mereka. Terlihat tegang dan sedikit sedih. Kemudian Rama menyentuh tangannya yang terasa dingin. “Tenanglah. Semua akan baik-baik saja.” Moza menatap Rama dan mengangguk. “Ya.” “Bagaimana apa sudah bisa kita mulai?” tanya penghulu. “Ya, saya sudah siap,” jawab Rama. Proses akad pun di mulai. Setelah melewati beberapa rangkaian pendahuluan dari penghulu, akhirnya mengucapkan ijab kabul dengan lancar. Semua yang hadir bernapas lega. Felix dan yang lain segera mengucapkan selamat silih berganti. “Selamat atas pernikahan kalian. Cepat ajak Istrimu pulang. Kenalkan dia pada Nenekmu,” ucap tuan Dirga menyalami Moza dan Rama bergantian. “Terima kasih, Kek. Saya janji akan segera membawa Moza ke rumah,” ucap Rama. “Baiklah, Kakek akan pergi dulu. Urusi urusanmu yang lain,” pamit tuan Dirga. “Iya, Kek. Silakan,” sahut Moza sopan. “Rama tempat konferensi persnya sudah siap. Kalau kamu sudah siap, ayo kita ke sana sekarang. Para musuhmu pasti akan sangat syok melihatnya,” ucap Felix setelah tuan Dirga pergi. “Apa? Kita akan mengadakan konferensi pers sekarang?” tanya Moza. “Iya, benar. Aku ingin segera membungkam musuh-musuhku,” jawab Rama. “Tapi, kita belum bertemu Ibuku. Aku tidak ingin dia mengetahui pernikahanku dengan melihatnya di media. Dia pasti akan sangat marah dan kecewa padaku,” jelas Moza panik dan cemas. “Tapi, Moz. Kita sudah tidak punya waktu lagi kalau bertemu Ibumu sekarang. Para awak media itu sudah menunggu kita,” jelas Rama memegang tangannya supaya tenang. “Aku tidak peduli. Kita harus bertemu Ibuku dulu,” tegas Moza ngotot dengan wajah kesal dan bibir cemberut. “Ya, kita akan bertemu Ibumu tapi nanti. Kamu harus ikut aku sekarang,” tegas Rama lalu menarik tangan Moza kuat-kuat melangkah keluar ruangan itu. “Lepaskan. Aku tidak mau,” ucap Moza berusaha melepaskan cengkraman tangan Rama sambil berjalan. “Tidak, akan. Aku tidak akan membiarkanmu melawan perintahku. Kamu tidak bisa lariku Moza,” tegas Rama emosi, semakin memperkuat tarikan dan cengkraman tangannya pada pergelangan tangan Moza hingga gadis itu. *** Sebelum masuk, Rama berhenti. “Kita harus terlihat mesra di depan mereka para awak media itu. Perbaiki mukamu itu.” Moza menatap Rama kesal. “Apa yang harus diperbaiki?” “Mukamu yang terlihat masam itu. Tampakkan wajah yang ceria dan bahagia seperti orang yang baru menikah. Kita harus terlihat mesra dan romantis di depan mereka,” tutur Rama. “Baiklah.” Moza kemudian menggelayutkan tangannya di lengan Rama. Begitu pun kepalanya di tempelkan di sana sambil tersenyum. Moza memang sengaja bersikap aneh karena masih jengkel, Rama tidak mau diajak bertemu dengan ibunya lebih dulu. Hatinya merasa sangat cemas memikirkan ibunya. Rama melihatnya dengan kesal. Karena dia tahu Moza sengaja bersikap aneh dan norak seperti itu. “Moza, jangan main-main. Kita sudah ditunggu para wartawan.” Moza mengembuskan napas dengan keras. Lalu memperbaiki siapnya lebih anggun dan legan. “Baiklah. Ayo, kita masuk.” Rama merasa lega. Lalu keduanya berjalan masuk ke ruangan konferensi yang telah disiapkan. Setelah duduk dan semuanya tenang kemudian Rama membuka acara dengan menyapa para pencari berita itu dan basa-basi sebentar. Kemudian mengumumkan pernikahannya dan memperkenalkan Moza. Kemudian dia memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya. “Rama sejak kapan kalian saling mengenal?” “Mengapa prosesi pernikahan kalian harus rahasiakan? “Iya, Rama. Pernikahan ini seperti terkesan tiba-tiba. Katakan mengapa?” Setelah menerima banyak pertanyaan silih berganti, Rama pun mengambil kesempatan untuk menjawabnya. “Aku dan Moza memang belum lama mengenal. Baru beberapa minggu saja. Tapi kami sudah sangat yakin dengan satu sama lain.” Rama menyentuh tangan Moza dan menatapnya mesra. “Pernikahan ini memang sengaja kami rahasiakan. Kami ingin memberi kejutan pada orang-orang yang sangat aku cintai,” ucap Rama tersenyum sinis. Dia berharap jawaban ini segera sampai kepada orang-orang yang ingin menjatuhkannya. “Dan, harus aku akui. Pernikahan ini memang tiba-tiba. Tapi, sebenarnya Istriku ini sudah beberapa hari ini sudah membujukku. Dia prihatin dengan video skandal yang menimpaku saat ini. Itu hanya masa lalu yang tidak patut ditiru. Moza ingin mengatakan pada dunia bahwa aku suaminya tidak seburuk itu. Aku juga pria yang sama dengan yang lain. Yang ingin menikah membangun rumah tangga dengan wanita yang kucintai. Hanya saja, kemarin aku belum menemukannya,” jelas Rama lagi kemudian menatap Moza penuh arti. “Moza kamu berani sekali menikah dengan Rama. Selain skandal yang yang sedang beredar Rama selama ini dicap sebagai playboy. Dia senang bergontI-ganti teman kencan. Mengapa Moza kamu seberani itu? Apa kamu tidak takut dia akan mengkhianatimu suatu hari nanti?” tanya seorang wartawan. “Aku tidak tahu. Aku hanya merasa yakin dengannya,” jawab Moza. “Kalau begitu beri kami hadiah ats pernikahan kalian. Rama ciumlah Istrimu,” pinta seorang wartawan dengan senyuman lebar. Kemudian langsung mendapatkan dukungan yang lain. Moza menatap Rama dengan raut panik. Seraya menggelengkan kepala pelan. Memohon Rama tidak menuruti permintaan itu. “Cium... Cium... Cium... “ Suara permintaan itu makin riuh. “Kita tidak boleh menolaknya, Moza,” ucap Rama. “Tapi--- Tapi---, “ ucap Moza panik. “Ayo, cium... Cium... Cium.... “ Permintaan itu kian mendesak. “Kenapa ragu-ragu? Kalian bukan pasangan palsu bukan?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN