2. Awal Kehidupan Baru

1684 Kata
Setelah Bu Ani menanyakan ke beberapa anak tetangganya, ternyata di salah satu tempat makan katanya sedang menerima lowongan pekerjaan sebagai seorang pelayan. Ini adalah kabar paling membahagiakan bagi Elena. Bukan hanya tidak enak merepotkan Ibu Ani, Elena juga ingin segera menjalani hari-hari dengan kesibukannya dalam bekerja. "Tempat rumah makannya lumayan jauh dari sini, Nak Elena. Kalau jalan kaki capek, cukup memakan waktu juga. Siang nanti coba kita ke sana dulu sekalian antar surat lamaran dan cari kontrakan buat kamu." Dari informasi yang Bu Ani dapatkan, katanya sudah dibantu oleh salah seorang yang bekerja di sana--membicarakannya pada pemilik tempat makan tersebut, katanya Elena bisa langsung mengirimkan data dirinya. Kebetulan sekali sangat diperlukan seorang pelayan untuk bekerja secepatnya. Elena mengangguk cepat. Dia sudah sangat senang mendapatkan pekerjaan, tidak masalah jika harus menjadi seorang pelayan sekali pun. Tuhan memberikan Elena jalan untuk mendapatkan uang setiap bulannya, Elena akan bekerja dengan baik. "Iya, Bu. Semoga nanti ada kontrakan kosong di dekat sana." "Nanti meski kamu sudah ngontrak sendiri, sering-sering main ke sini temenin Ibu ngobrol ya?" Bu Ani terkekeh. Tidak menyangka juga Elena langsung mendapatkan kesempatan bekerja, padahal di jaman sekarang lumayan sulit. Elena anak yang baik, Tuhan selalu melancarkan niat baiknya. Elena tersenyum, mengangguk mengerti. "Iya, Bu. Nanti Elena sering ke sini kalau libur kerja." "Ayo, Nak, kita makan siang dulu. Nanti setelah itu baru antar surat lamaran kerja kamu. Ibu antar pakai motor." Pak Edi sedang bekerja, dia menjadi salah seorang guru SMP. Berangkat pagi dan pulang sore. Jadilah biasanya Bu Ani kesepian, dia sendirian di rumah. Bu Ani senang Elena ada di rumah bersamanya, ada teman mengobrol. Elena sangat nyaman diajak membahas sesuatu, nyambung dan apa saja yang mereka bahas terdengar mengasikkan. *** Usai mengantarkan surat lamaran kerja, Elena melakukan sesi tanya jawab mengenai pekerjaan dan kesanggupannya. Pemilik rumah makan itu memberitahukan apa saja yang akan Elena kerjakan setiap harinya, membicarakan perihal gaji bulanan, dan sebagainya. Melihat dari tampilan fisik, Elena sangat memenuhi kriteria rumah makan tersebut. Tingginya, postur tubuhnya, serta pesona dan daya tarik dari wajah cantik Elena. Apalagi yang punya rumah makan itu wanita, dia sangat ramah dan baik hati. Karena Elena juga sopan sekali sejak pertemuan pertama mereka tadi, wanita itu langsung tertarik dan yakin jika Elena akan bekerja dengan baik. Pelayan yang ramah dan murah senyum seperti Elena yang dia cari, pengunjung pasti betah dan memiliki nilai lebih untuk tempat makannya. "Elena, apakah kamu sudah memiliki tempat tinggal?" tanya Bu Riska. Dari yang dia dengar dari Bu Ani dengan salah seorang pelayannya tadi, katanya Elena belum memiliki tempat tinggal. Bu Ani bertanya apakah ada kontrakan kosong yang berada di dekat sini. Elena menggeleng, dia kembali menyunggingkan senyuman. "Belum, Bu. Nanti aku sama Bu Ani yang mencari di dekat-dekat sini. Biar enak bisa jalan kaki saja." Bu Riska mengangguk membenarkan. "Coba nanti saya antar ke sebelah sana ya. Sepertinya ada kontrakan kosong, baru saja yang menempati pindah minggu lalu." Mata Elena berbinar, mengangguk dengan semangat. "Baik, Bu. Terima kasih banyak sebelumnya." Sebelum Elena menuju kontrakannya, Bu Riska memberikan beberapa pasang seragam rumah makan untuk Elena bekerja. Semua yang bekerja di tempat itu memiliki seragam yang sama, biar kelihatannya rapi dan teratur. "Bagaimana, Nak Elena?" Bu Ani bertanya dengan berbisik. "Diterima kerjanya?" Elena mengangguk, senyum Bu Ani mengembang. Dia memeluk Elena ikut senang. "Kata Bu Riska di sebelah sana juga ada kontrakan kosong, Bu." Lagi-lagi Elena bertemu dengan orang baik, memudahkan segala urusannya. Tuhan benar-benar bersama Elena. "Tuhan memberkati kamu, Nak!" Mengusap puncak kepala Elena bangga. Bu Riska datang bersama dengan salah seorang pelayan. Dia kelihatan begitu ramah, pastinya manis sekali dengan kulit yang sedikit kecokelatan. "Nak Elena, Ibu tiba-tiba ada kerjaan mendadak. Kamu liat kontrakannya sama Nak Shofia dulu ya. Kebetulan dia juga tinggal di sana, kalian akan tinggal bersebelahan." "Baik, Bu. Terima kasih banyak." Elena sedikit membungkukkan badannya. Bu Riska tersenyum. "Mari Bu Ani, saya permisi dulu." Bu Riska kemudian melangkah buru-buru menuju mobilnya. Sementara mereka melangkah bersama Shofia menuju kontrakan. Terbilang sangat dekat dengan rumah makan, kontrakan itu berada tepat di dalam gang samping. Masuknya juga tidak jauh, hanya sekitar seratus meter. Kontrakan itu ada tiga pintu, kontrakan Shofia ada di tengah, yang akan Elena diami berada di sisi sebelah kanannya. Kalau dari arah depan gang, rumah Elena nomor satu, baru rumah Shofia. "Tunggu sebentar di sini, aku panggilin ibu yang punya kontrakannya dulu." Shofia melangkah menuju rumah yang lebih besar di depan. Katanya itu yang punya kontrakan ini. Tidak lama, Shofia kembali dengan seorang ibu-ibu berbadan gemuk. Meski besar tubuhnya, wanita itu kelihatan sangat cantik. Mungkin inilah definisi cantik tak harus kurus. Kelihatannya masih cukup muda, mungkin baru berusia kepala tiga. "Selamat siang, Bu." Elena menyapa dengan sopan. Lalu menyulurkan tangannya. "Elena, Bu." Ibu itu tersenyum, menerima uluran tangan Elena. "Panggil saja Ibu Neneng ya." "Baik, Bu." Setelah itu Bu Neneng membuka pintu kontrakannya agar Elena bisa melihat kondisi di dalam. Terdapat satu kamar, ruang depan yang terbilang sempit, dapur, dan kamar mandi. Kontrakan itu sepertinya baru saja selesai di perbaiki, cat dinding dan keramik dapur kelihatan masih baru. "Seperti inilah kiranya kontrakan Ibu, Nak Elena. Ini baru saja di cat ulang untuk keseluruhan dindingnya dan diperbaiki keramik bagian dapur dan kamar mandi yang kemarin kebetulan sudah mengalami kerusakan di beberapa bagian." Bu Ani mengangguk setuju dengan kontrakan ini. Sekitar tempat tinggalnya bersih, tetangganya juga ramah dan tentunya kumpulan anak-anak muda yang semuanya bekerja--ada juga beberapa yang masih kuliah. "Tempatnya nyaman sekali, Bu. Elena suka, apalagi sebelahan sama Kak Shofia, bisa berangkat dan pulang kerja bareng." Shofia tersenyum lebar, mengacungkan jempol. Akhirnya dia memiliki teman, Elena sangat asik kelihatannya. Setelah membicarakan perihal biaya bulanan kontrakan itu dan beberapa aturan terkait--seperti tidak boleh membawa masuk pria, teman atau pacar di malam hari untuk menginap. Kecuali dari kalangan keluarga, baru boleh. Syukurlah biaya kontrakan itu bersahabat, sesuai dengan gaji bulanan yang Elena terima. Karena Elena bekerja mulai dari besok pagi, sore ini Elena sudah bisa mendiami kontrakannya. Bu Ani kembali membawa Elena ke rumahnya, beberes barang dan berpamitan pada Pak Edi juga. "Nak Elena, ini Ibu kasih beberapa piring, sendok, gelas, dan peralatan lainnya yang kamu perlukan nanti di sana." Bu Ani memasukkannya ke dalam sebuah dus. Meski baru mengenal Elena, Bu Ani tak kuasa melihat Elena tinggal sendirian di kontrakannya tanpa memiliki barang-barang penting seperti ini. Setidaknya uang Elena saat ini bisa buat simpenan selama satu bulan ke depan, menunggu gajian dari hasil kerjanya. Elena sempat menolak, tapi Bu Ani memaksa agar Elena tak perlu menolaknya dan merasa tak enak hati. Bu Ani sudah menganggap Elena seperti anaknya, boleh kapan saja meminta bantuan padanya jika sedang mengalami kesulitan. "Bu, terima kasih banyak." Elena memeluk Bu Ani terharu dengan mata berlinang. "Ibu baik banget sama Elena, terima kasih." Bu Ani mengangguk, mengusap-usap punggung Elena lembut. "Sama-sama, Nak. Ibu senang dan lega sekali kamu sudah mendapatkan kerjaan dan tempat tinggal yang nyaman. Baik-baik nanti kamu di sana ya, Nak. Nanti kalau Ibu sendirian di rumah, Ibu yang ke tempat kamu." Pak Edi pulang, terdengar deru mobilnya yang terparkir di halaman rumah. "Eh, Nak Elena mau ke mana?" tanya pria itu kaget ketika melihat semua pakaian Elena kembali dimasukkan ke dalam tas dengan rapi. Apalagi melihat sebuah dus yang Pak Edi tahu itu pasti dari istrinya. Elena tersenyum. "Elena sudah mendapatkan pekerjaan dan rumah kontrakan, Pak. Bu Ani yang bantu Elena mendapatkan dalam waktu yang singkat ini." Bu Ani ikutan tersenyum, mengusap bahu Elena. "Kata Dita anak tetangga sebelah, kebetulan di rumah makan dekat perempatan jalan Sudirman menerima lowongan kerja, Pak. Elena diterima menjadi salah seorang pelayan di sana. Ketemu kontrakan juga di dekat sana, pas di samping rumah makan itu ada gang ... masuk ke dalam sekitar seratus meter." Pak Edi melebarkan mata dengan senyuman mengembang. "Puji Tuhan. Kamu begitu diberkati, Nak." Pak Edi mengusap puncak kepala Elena. "Kapan mau berangkat ke kontrakannya?" "Sekarang, Pak. Besok Elena sudah mulai bekerja, biar nanti malam dia bisa istirahat dulu." "Ya sudah, ayo Bapak antar. Nanti pulangnya sekalian jemput anak-anak di tempat les." *** "Nak Elena, simpanlah ini untuk keperluan kamu selama satu bulan ke depan. Di dalam dus ini juga ada beras, telur, mie ... bisa kamu masak untuk beberapa hari ke depan." Bu Ani memberikan sejumlah uang kepada Elena untuk simpanan agar berjaga-jaga jika membutuhkan sesuatu. Jumlahnya tidak besar, tapi cukup untuk membeli makanan. Pak Edi juga sudah membayarkan uang kontrakan untuk satu bulan ke depan. Elena terharu. Dia tidak akan lupa kebaikan Bu Ani dan Pak Edi. Sungguh, dia sangat beruntung menemukan orang-orang baik di sekelilingnya. Begitu peduli dan menyayangi Elena seperti keluarga sendiri. "Ibu, terima kasih banyak. Semoga Ibu dan Bapak selalu diberikan limpahan rezeki oleh Tuhan." Bu Ani dan Pak Edi bergantian memeluk Elena. "Tidak masalah, Nak. Jika ada apa-apa, kamu bisa hubungi nomor Ibu lewat Nak Shofia nanti ya." Bu Ani memberikan kertas berisi nomor pribadinya yang bisa dihubungi. Elena mengangguk mengerti. "Baik, Bu. Nanti kalau ada apa-apa, Elena langsung kabari Ibu." "Ya sudah kalau begitu, Ibu sama Bapak pulang dulu ya. Kamu baik-baik di rumah, kalau ada yang jahil ketuk pintu malam-malam tanpa ada urusan yang jelas, jangan dibukain. Bahaya, Nak." "Aku akan mengingatnya, Bu. Terima kasih banyak. Ibu sama Bapak hati-hati di jalan ya." Sepulangnya Bu Ani dan Pak Edi, Elena masuk ke dalam rumahnya. Membereskan semua barang dan bahan-bahan masakan yang Bu Ani berikan padanya ke dapur. Untung saja kontrakan itu sudah memiliki kompor dan tempat rak piring kecil dekat westafel. Kata Bu Neneng yang ngontrak sebelumnya memang memberikan kompor dan rak kecil itu untuk yang mendiami rumah selanjutnya. Ada juga wajan, sapu, dan pel lantai. Kendati tidur nanti masih beralaskan tikar dan sebuah bantal yang diberikan oleh Bu Ani, Elena tidak berhenti mengucap syukur. Tuhan begitu baik padanya. Nanti ketika Elena sudah mendapatkan uang dari gaji bulanannya, dia bisa menabung untuk membeli kasur yang lebih nyaman. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN