Prolog

1290 Kata
JAKARTA, MEI 1998 Dengan cekatan; laki-laki berbadan tegap itu melompati sebuah pagar tinggi yang terbuat dari beton, pada sebuah bangunan besar yang nampaknya kosong dan tidak terawat. Ia berjalan sambil mengendap-endap untuk menyamarkan bayangannya dalam keremangan senja. Sesekali, matanya bergerak liar sambil menengok ke sekitar untuk mengamati keadaan di sana. Gesit dan lincah; tubuh itu menyelusup diantara semak dan menghilang, lalu tiba-tiba muncul kembali agak jauh dari tempat  semula menyelinap. Meskipun semenjak dua jam yang lalu ia sudah mengamati tempat tersebut dengan begitu sabar dan cermat, tapi tak ada salahnya bagi si pemuda untuk tetap berhati-hati. Situasi serta keadaan yang telah menjadi demikian kacau serta tak terkendali, telah memaksanya untuk bertindak dengan kewaspadaan berpuluh kali lipat dari sebelumnya. --- Cermat dan akurat, sosok berpakaian gelap itu merayap tanpa suara untuk mendekati sebuah pintu besi belakang bangunan. Dalam belukar semak liar, titik tersebut memang setengah tersamarkan dan tak bisa terlihat sepenuhnya. Saat akhirnya sampai disana, dengan perlahan ia mendorongnya hingga setengah terbuka. Sejenak, lelaki itu diam tak bergerak. Telinga ia tajamkan, untuk menangkap suara gerakan atau apapun yang mencurigakan. Setelah semuanya dirasa aman, bayangan tersebut kembali melangkah memasuki kegelapan untuk menuju sebuah ruang rahasia. Dalam gerak senyap, kakinya bergeser setindak demi setindak untuk menuruni tangga beton. Tak lama, susunan berundak itu telah membawa ke sebuah tempat yang dulunya merupakan basement dari bangunan tersebut. Langkah yang demikian sunyi, menuntunnya kembali ke sebuah pintu besar terbuka yang merupakan jalan masuk ke dalam ruangan hitam pekat. Kemudian ... mendadak bayangan hitam tersebut menerjang maju sambil menggulingkan tubuhnya dengan cepat dan hampir tak mengeluarkan suara. Sssrrreetttt ... Laki-laki misterius itu telah mendekam dan merebahkan tubuh sepenuhnya di atas lantai dingin. Ia memasang telinganya kembali, lalu merasa yakin jika tempat tersebut memang kosong tak berpenghuni. --- Secepat kilat, bayangan hitam itu bangkit dan meraba-raba ke sebuah sudut yang telah diperhitungkannya. Benar saja, tiba-tiba tangannya telah menyentuh sebuah benda dari kanvas yang penuh berisi dan terasa agak berat. Segera ia meneliti kembali, lalu membuka beberapa bagian dari kain keras itu dan menemukan apa yang dicarinya. Sebuah senter kecil seukuran pulpen kini telah ia genggam dan langsung dihidupkan untuk menerangi sekitar ruangan ... Dari gaya lelaki itu menggunakan alat tersebut, akan langsung bisa terlihat jika ia memang benar-benar merupakan seseorang yang terlatih. Sebetulnya memang aneh dan agak sedikit janggal jika mengamati bagaimana sosok itu menggunakan benda sumber  penerangan tersebut. Tak seperti orang pada umumnya, bayangan gelap itu menghidupkan dan secepatnya melemparkan senter yang sudah menyala ke sudut lain yang agak jauh darinya. Hal itu memang dimaksudkan untuk berjaga-jaga, sesuai dengan apa yang telah dipelajarinya selama ini. Karena dengan menjauhkan sumber cahaya dari tubuh, ia memiliki tujuan tertentu untuk   mengalihkan perhatian jika ada orang lain yang tengah mengincarnya. Clear! Sekarang ia yakin, bahwa dirinya sudah benar-benar aman. --- Sigap dan terampil, sang lelaki tangguh membuka satu persatu dari seluruh isi tas kanvas dengan bantuan lampu senter yang terpasang di mulutnya. Agar lebih praktis, benda kecil tersebut memang sengaja ia gigit untuk memudahkan kedua tangannya bekerja. Dikumpulkannya dua buah pistol terbaik beserta semua amunisi yang berada dalam sepuluh buah tas kedap air tersebut. Lalu, ia membungkusnya dengan sedemikian rupa menggunakan secarik kain dari pakaian tempur yang terbuat dari terpal tahan air, lalu diikatnya dengan sebuah plakban yang juga ia dapatkan dari perbekalan yang terletak disitu. Dengan cermat serta cepat, pria itu mengelompokkan beberapa jenis barang. Ia memisahkan pistol, bahan peledak, sangkur, pisau serba guna, senter, radio komunikasi, beberapa potong pakaian yang juga merupakan pendukung penyamaran, dan peralatan tempur lainnya secara terpisah. Lalu, masing-masing ia kemas menurut jenisnya dengan cara yang sama seperti tadi. Hanya saja, ia mengambil masing-masing satu buah untuk pistol, sangkur dan pisau serba guna untuk diselipkan ke sela-sela tubuh yang telah ia pasangi sebuah rompi terpal kuat yang menjadi perlengkapan standar penyusupan. --- Terakhir, lelaki tegap berwajah cerdas itu seperti berpikir dengan sedikit keras sambil memandang beberapa buah sisa benda yang tergeletak. Walaupun semuanya masih tertutup dalam balutan karung goni tebal,  Ia paham persis, apa isi yang tersembunyi pada sebuah sudut paling gelap di tempat tersebut. Karena dirinya adalah seorang yang paling kompeten dalam kelompoknya, sebagai ahli dalam menggunakan benda yang ada di sana. Setelah sejenak berpikir, sosok itu segera memutuskan untuk membongkar pembungkus benda tersebut. Dari sana, ia memilih dua buah senapan panjang bersama teleskop yang merupakan sebuah perlengkapan senjata penembak jitu. Seperti sebelumnya, ia mengemas dan menyamarkan benda tersebut dengan cara yang sama. Setelah menata senapan runduk tersebut bersama dengan keseluruhan ribuan butir peluru dalam beberapa dus kecil, sang lelaki merekatkannya dengan plakban agar semua menjadi ringkas dan tak menimbulkan suara gemerincing saat bergerak. Sekarang, satu persatu kelompok barang tersebut ia tata ke dalam tas kanvas panjang yang biasa dipergunakan oleh para serdadu saat mengikuti sebuah tugas pertempuran. Dengan tas sepanjang lebih dari satu setengah meter itu, semua barang akhirnya bisa dimasukkan dengan rapi. Tak semua senjata yang ada disitu, diambilnya. Hanya beberapa saja yang benar-benar ia butuh dan bisa dibawa sebatas kemampuan. Namun, seluruh amunisi tentu saja menjadi hal tak terelakkan baginya untuk mengangkut keseluruhannya. Tindakan terakhir yang dilakukan, adalah membersihkan semua jejak yang diakibatkan dari aktivitas tadi. Sambil membuka kembali satu demi satu tas tersebut, sosok bertubuh tegap itu meneliti kembali agar tak meninggalkan jejak apapun yang bisa tertuju pada dirinya. Setelah beres, ia segera mengambil semua uang yang terdapat pada salah satu tas milik petugas penanggung jawab dana operasi. Jumlahnya cukup besar, karena bisa untuk membeli sebuah kendaraan roda empat yang baru keluar dari dealer pada waktu itu. --- Semua selesai ... dan layaknya seorang terlatih, ia segera menggendong tas tersebut pada punggung. Bungkusan tersebut, kini sudah menjadi sangat berat dengan isi berbagai macam benda logam yang tersamar diantara kain-kain pakaian. Di depan dadanya, sebuah ransel berukuran sedang telah ia siagakan sedemikian rupa agar bisa dipergunakan dengan cepat saat membutuhkannya. Situasi saat ini adalah antara hidup dan mati. Sebab itu, ia harus mengambil sebuah tindakan sangat penting untuk menuruti kata hati serta ketajaman feeling-nya. Karena dengan mata dan kepala sendiri, ia menyaksikan detik terakhir sembilan anak buahnya terpanggang keji dalam sebuah bangunan mall yang terbakar. Dan laki-laki itu merasa, jika hal tersebut mungkin saja terjadi secara tidak kebetulan. Ia menduga bahwa semuanya memang disengaja atas sebuah perintah misterius yang telah memutar balikkan misi sebenarnya. Karena alasan itulah, ia harus menghilang secepatnya. Sebelum ada seseorang yang menyadari bahwa ada satu orang dari sepuluh yang meninggal, ternyata masih hidup. Sesegera mungkin, dirinya harus benar-benar lenyap dari muka bumi ini. Sebab, ia tak tahu siapa yang dihadapinya kini. Karena ... Sebelum jaman berubah, tak mungkin ia bisa hidup lebih lama lagi jika ada seseorang yang mengetahui keberadaannya. Langkah selanjutnya, lelaki muda itu harus bisa melewati jalan pintas di belakang bangunan pabrik mangkrak tersebut dengan selamat. Feelingnya kembali membisikkan, bahwa di sebelah sana pasti akan ditempatkan beberapa orang untuk menjaga terowongan rahasia. Sebab, bagian itu adalah merupakan jalan pintas  yang selama ini digunakan sebagai akses utama mereka menyusup ke tempat tersebut. Dengan beratnya beban yang ia bawa sekarang, tak mungkin baginya untuk kembali melalui jalur yang ia gunakan untuk masuk tadi. Karena tingginya pagar yang harus dipanjat,sang lelaki sudah mengukur kekuatan tubuhnya sendiri jika akan mendapatkan kesulitan untuk melewatinya. Dan rasanya; ia tak akan bisa mengangkut benda-benda yang hendak dibawa pergi tanpa diketahui seseorang, jika tetap memaksakan diri melewati jalur semula saat ia masuk. ---   Meskipun berat dan terasa sangat menekan bahunya, mau tak mau ia harus membawa benda-benda tersebut keluar dari ruangan ini. Insting sebagai kombatan telah mengajarinya untuk menggantungkan hidup pada senjata serta amunisi yang merupakan keahliannya. Tentu saja, ia sangat piawai dalam pertempuran tangan kosong maupun senjata tajam ... tapi, apalah artinya keahlian tersebut untuk menghadapi sepasukan bersenjata lengkap? Dan ...hidupnya yang mungkin tiada berharga bagi orang lain, akan dipertahankannya sampai titik darah terakhir jika ia memang harus bertempur secara habis-habisan. ***   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN