Bantuan Tak Terduga

1693 Kata
Laura benar-benar tidak percaya mendengar permintaan dokter Reza, seorang pria yang sedang patah hati bahkan belum move on dari sahabatnya sendiri. Apa dirinya tidak salah dengar? “Apa kamu bilang?” ulang Laura mengonfirmasi. “Aku ingin kita menikah, Laura. Detailnya, mari kita bicarakan dulu!” Laura tersenyum geli. “Yang benar aja, Dokter Reza? Kita bahkan tidak pernah bertegur sapa satu sama lain, paling hanya beberapa kali berjumpa dan berbasa-basi di depan Liora dan Frans. Bisa-bisanya kamu memintaku untuk menikah denganmu? Apa kamu sudah benar-benar pikirkan apa yang kamu katakan padaku tadi?” Reza menghela nafas, kemudian tersenyum getir. Ia tahu keputusan yang ia ambil itu adalah hal tergila dalam hidupnya. Namun, mau bagaimana lagi? Reza sungguh sudah tidak sanggup lagi mengikuti kencan buta yang selalu diatur oleh mamanya selama kurang lebih 6 bulan. Sampai kapan kira-kira ia harus membuang waktunya mengikuti kencan tidak masuk akal ini? Satu-satunya cara untuk membungkam mamanya adalah menikah dengan atau tanpa cinta. Reza tiba-tiba mendapatkan sebuah ide cemerlang. Bagaimana kalau dirinya menikah kontrak dengan Laura, menyepakati untuk membina rumah tangga, berpura-pura mesra di depan orang tua mereka dan akan bercerai satu tahun setelahnya? Setidaknya itu bisa membuktikan pada orang tuanya kalau menikah tidak bisa main-main. Perceraian mereka nanti akan membuktikan bahwa dirinya dan istrinya tidak cocok satu sama lain. Semoga ketika perceraian terjadi, mamanya akan berpikir ulang untuk menjodohkannya dengan wanita lain lagi dan setelah itu Reza akan bebas mencari pasangan hidupnya sendiri sambil terus berusaha mengatasi patah hatinya yang belum bisa dia sembuhkan sendiri. “Aku punya sebuah ide yang akan menolong kita berdua karena kita punya kasus yang sama. Kenapa aku berani meminta ini padamu karena aku tahu kamu juga lelah karena mama kamu, kan?” Laura berpikir sejenak. Yang dikatakan oleh Reza itu benar. Dirinya juga benar-benar lelah menghadapi sikap mamanya yang otoriter. Selama 6 bulan, Laura seperti orang gila karena setiap minggu mengikuti kencan buta dan melakukan hal aneh-aneh untuk mengusir pasangan kencannya dari hidupnya. Dan jika ia menolak permintaan Reza, itu artinya minggu depan dirinya akan bertemu dengan orang baru dan harus berpura-pura buruk lagi di hadapan pasangan kencannya. Laura bahkan tidak tahu apalagi alasan yang akan dia pakai untuk minggu depan dan sepertinya kencan itu akan terus berlanjut entah sampai kapan. “Kamu benar. Kita memang mempunyai problem yang sama. Tapi maaf, Dokter Reza. Aku benar-benar tidak mau menggadaikan kehidupanku demi sebuah pernikahan konyol, pernikahan kompromi, pernikahan kontrak sama seperti di drama Korea yang pastinya akan menyengsarakan diri kita sendiri. Good luck aja untuk kencan kamu minggu depan, Dokter Reza. Mari kita jalani saja hidup kita masing-masing dan semoga semuanya terhenti ketika kita menemukan pasangan yang benar-benar kita cintai!” Tanpa menunggu respon dari dokter tampan itu lagi, Laura meninggalkan Reza begitu saja, membuat laki-laki itu menatap punggung Laura dan seketika merasa bersalah. “Gila! Aku menawarinya menikah seperti menawarkan sebuah permen saja, seperti itu gampang saja. Laura pasti tersinggung karena kata-kataku,” gumam Reza. Reza dirundung rasa bersalah. Namun, tidak mungkin lagi mengejar Laura yang sudah pergi meninggalkannya. Dokter tampan itu berharap Laura tidak akan mengambil hati soal hal tadi dan melupakan semua perkataannya. Ia pun lalu meninggalkan restoran, kembali ke kediamannya dan akan mencari alasan agar mamanya tidak mengamuk karena kencan butanya yang ke sekian gagal total seperti biasanya. *** “Kamu apain lagi calon jodoh kamu, Laura?” omel Dena dibalik layar ponsel putrinya. Sepulangnya Laura dari kencan buta, Mama Dena langsung menghubungi Laura via video call, ingin mengetahui tampilan putrinya saat menemui pasangan kencan yang ia kirim tadi siang. Dena curiga Laura melakukan trik yang membuat pasangannya selalu kabur. Jangan-jangan putrinya berpenampilan buruk sehingga membuat pasangan yang sudah ia pilihkan, pergi begitu saja. “Aku baru aja pulang dari restoran menemui laki-laki pilihan Mama, tapi dia kabur melihatku, Ma.” “Kamu tadi berpenampilan begini ketika menemuinya?” tanya Dena memastikan. “Tentu saja. Memangnya aku harus berpenampilan gimana lagi? Memang ini wajah dan styleku, Ma.” Laura meyakinkan. “Kenapa dia bisa lari?” “Nah, kalo itu aku enggak tahu, Ma! Jangan tanya aku, dong!” ujar Laura terus membohongi mamanya. “Kamu nggak berbuat aneh-aneh ‘kan selama ini? Soalnya semua laki-laki yang Mama jodohkan, pada kabur semua, Laura.” “Emang mereka bilang apa, Ma?” tanya Laura penasaran. “Mereka hanya bilang tidak cocok dan kamu bukan tipenya.” “Ya, udah, hanya itu problemnya, Ma! Mereka yang enggak mau sama aku, bukan aku yang nggak mau sama mereka. Makanya, Ma, hentikan perjodohan ini! Ini sia-sia, Ma,” bujuk Laura. “Mama tidak akan berhenti. Mama tetap akan mengatur kencan kamu sampai kamu mendapatkan jodoh yang pas meskipun ini harus berjalan bertahun-tahun. Kalau kamu memang benar-benar bijak, seharusnya kamu segera mencari pasangan kamu sendiri sehingga kamu tidak perlu mengikuti kencan yang Mama aturkan setiap minggunya.” “Kalau aku menemukannya, gimana?” tanya Laura. “Segera menikah dan Mama tidak akan menjodohkan kamu dengan laki-laki lain lagi, juga melakukan kencan-kencan buta yang begitu merepotkan ini.” Tiba-tiba Laura teringat penawaran dari dokter Reza. “Kenapa aku tidak ambil saja kesempatan penawaran dari Reza tadi karena aku sudah tahu bagaimana endingnya. Mama pasti akan terus memaksaku menemui pria pilihannya,” sesal Laura dalam hati. “Emang kamu udah punya calon?” “Nggak, Ma,” sahut Laura jujur. “Ya, udah! Mama akan terus carikan kamu pria yang sesuai lagi minggu depan. Bersiap-siap saja untuk menemui calon jodoh kamu dengan tampilan cantik seperti ini, mengerti!” Laura segera menyimpan ponselnya, setelah panggilan video dari sang mama berakhir. “Kapan mama akan berhenti melakukan hal menyebalkan ini?” keluh Laura sambil menghela nafas lelah. *** “Here I go again!” keluh Laura ketika ia tiba di restoran tempat ia bertemu dengan dokter Reza minggu lalu. Tanpa terasa satu minggu pun sudah berlalu dan kini Laura harus kembali kencan buta dengan laki-laki pilihan sang mama. Kali ini Laura akan kembali mengaku hamil karena ide itu benar-benar tidak sampai pada Reza kemarin. Ia akan menganggap pertemuannya dengan Reza sama sekali tidak pernah terjadi karena dokter tampan itu sudah mengetahui kebohongannya sejak awal. Sekian kali berkencan selama 6 bulan penuh, baru Rezalah yang berhasil mengetahui kedoknya karena sudah sedikit mengenalnya melalui Liora dan kini ia sudah melihat meja di mana dirinya akan berkencan dengan seorang pria dewasa, kemungkinan berusia 35 tahun yang sedang duduk menantinya. Laura tidak pernah mengetahui siapa calon pasangannya. Yang ia ketahui hanyalah nomor mejanya saja dan kini dari kejauhan Laura sudah melihat mejanya dan bersiap akan duduk di depan laki-laki tersebut lalu mengutarakan kalau dirinya sedang hamil. “Selamat datang, Laura,” sapa laki-laki tersebut ketika Laura duduk di depannya. Laura langsung mengucapkan kebohongannya tanpa mau berbasa-basi lagi. “Maaf, aku hamil 2 bulan sekarang. Bahkan, aku tidak tahu siapa papa dari bayiku, saking bebasnya aku bergaul. Jadi, aku harap kamu tidak akan berpikir untuk melanjutkan perjodohan ini karena aku juga harus memikirkan untuk mencari siapa papa dari bayiku ini.” Laura berharap laki-laki ini terkejut, kemudian langsung beranjak dari kursinya meninggalkannya dan dirinya akan meminta laki-laki ini mengatakan pada mamanya kalau dirinya tak cocok. Namun, Laura tidak menyangka, laki-laki itu malah tersenyum padanya lalu dengan tidak sopannya memegang tangannya. “Benarkah kamu sedang hamil sekarang?” tanya laki-laki itu sambil menyeringai nakal. “Lepaskan tanganku! Jangan kurang ajar, ya! Kita baru pertama kali bertemu, beraninya kamu menyentuhku!” omel Laura geram. “Hei, bukannya kamu bilang kalau pergaulan kamu bebas? Masa baru dipegang tangan begini saja kamu menolak?” “Maksud kamu apa?” “Aku tidak menyangka pasangan yang dipilih oleh mamaku ternyata adalah wanita nakal, tapi aku suka karena kamu cantik jelita,” seru laki-laki itu gamblang. “Dasar sinting! Sekarang juga lepaskan tanganku, sebelum aku teriak di sini!” ancam Laura, berusaha melepaskan cengkeraman tangan laki-laki kurang ajar itu dari pergelangan tangannya. “Oke, menjerit saja kalau kamu mau kita sama-sama malu! Ayo, silakan menjerit, maka aku langsung akan mengatakan kalau kamu sedang hamil anakku, biar orang tidak akan mengganggu kita lagi.” “Apa mau kamu, hah?” tanya Laura galak. “Aku mau kita check in sekarang. Kita ngamar di hotel ini saja karena kita sedang makan malam di restoran hotel sekarang.” “Kamu benar-benar sudah gila!” desis Laura tak percaya. “Oh, aku tidak gila. Aku hanya memanfaatkan keadaan. Sudah lama aku ingin menyentuh wanita yang sedang hamil. Orang bilang wanita hamil benar-benar sangat nikmat. Kebetulan kamu juga bukan wanita baik-baik. Tak ada salahnya kalau aku ikut mencicipi tubuh kamu. Tentu saja aku tidak akan mengadu pada mamamu juga mamaku. Malah aku akan memberikan kamu hadiah kalau kamu bisa membantuku memuaskan fantasiku.” Laura tercengang. Baru kali ini ia menemukan seorang pasangan jodoh yang benar-benar gila. Ia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan laki-laki sialan yang berniat melecehkannya. Namun, laki-laki itu malah tersenyum lebar dan terus memeganginya erat-erat, bahkan tiba-tiba mengajaknya berdiri, kemudian melingkarkan tangannya di pinggangnya. “Sebaiknya kamu ikut aku sekarang juga, sebelum aku membuat kamu malu di depan umum! Reputasi toko dan salon kamu akan jadi taruhannya karena aku akan mengumumkan kamu sedang hamil anakku dan tak mau aku nikahi. Kepalang kita hancur sekalian.” “Kurang ajar! Baru kali ini aku ketemu laki-laki b******k sepertimu,” desis Laura geram. Pria itu mencibir lalu tersenyum miring, meremehkan Laura. “Alah, jangan sok suci, deh! Kamu juga murahan, makanya bisa hamil duluan. Apa salahnya kita saling menikmati tubuh masing-masing?” “b******k, lepaskan aku!” seru Laura berontak. “Aku tidak akan melepaskanmu sebelum aku membawamu ke kamar. Sebaiknya kamu ikuti aku, jangan sampai reputasi perusahaanku serta reputasi toko dan salonmu hancur di sini. Kita akan hancur lebur sama-sama kalau kamu tak menuruti keinginanku.” Laura rasanya ingin menendang tulang kering orang ini dan ia akan melakukannya di tempat sepi nanti. Saat ini Laura terpaksa menuruti kata-kata laki-laki itu dan mencari celah untuk menendangnya nanti. Namun, belum sempat melaksanakan niatnya, sebuah bantuan yang tidak pernah Laura harapkan tiba-tiba datang. Tanpa ia duga, tiba-tiba Reza sudah berdiri di depannya, merebut tangannya dari cengkeraman tangan laki-laki b******k yang akan melecehkannya, kemudian mendorong tubuh laki-laki itu sambil mendesis tajam. “Lepaskan tangan tunanganku sekarang juga, b******n sialan!” Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN