PART 3

1269 Kata
Karena dipaksa terus menerus oleh Azka, dan wajah penuh permohonan dari Ad akhirnya aku memutuskan untuk menginap dirumah mereka. Ad senang sekali, dan dia meminta ku untuk tidur dikamarnya. Seperti kamar kebanyakan gadis kecil, kamar Ad didominasi oleh warna biru muda dan merah muda dengan atap bergambar awan. Tempat tidurnya berukuran queen sehingga aku bisa tidur bareng ditempat tidurnya. Satu set sofa dan lemari buku pendek menempel di dinding dan dua pintu putih yang ternyata merupakan lemari pakaian Ad. Ada banyak sekali origami yang menjuntai dari atap kamar Ad yang untungnya tidak mengganggu dan malah terlihat keren. Ini benar-benar kamar impian seorang anak perempuan. Seorang babysitter yang ku taksir berkepala empat menghampiri Ad dan mulai membantu gadis kecil ini untuk berganti pakaian. "Biar saya aja" ucapku. Syukurnya, babysitter itu mengerti bahasa indonesia. Dia tersenyum dan menganggukan kepalanya kemudian keluar dari kamar Ad. Untuk ukuran anak seusianya, Ad tipe anak perempuan yang cukup pendiam sehingga aku harus selalu membuka pembicaraan. Aku mulai melepaskan tas punggung bergambar panda dan meletakannya di sofa dekar jendela. Baju tidur Ad sudah tersedia diatas kasur. "Aku gak mau pakai baju itu" setelah sekian lama diam, akhirnya Ad berbicara. "Kamu mau pakai yang mana?" tanyaku sedikit canggung. Mengurus anak kecil secara langsung seperti ini tidak pernah aku lakukan sebelumnya. "Aku mau yang gambar micky mouse" Ad berjalan menuju pintu lemarinya dan menarik baju yang dia inginkan dari tumpukkan pakaiannya, membuat baju-baju yang berada diatas nya berantakan dan berjatuhan. Ad memberikan baju terusan micky mouse setelah itu aku membantu memakaikannya. Setelah membereskan kembali baju-bajunya di lemari, aku merebahkan tubuhku disamping Ad yang sudah berada di atas tempat tidur dan terlihat mengantuk. "Apa itu calon?" tanya Ad tiba-tiba. Aku yang sedang menatap langit-langit kamar Ad yang berhiaskan bintang menatap gadis kecil itu. "Calon apa?" "Kenapa calon mama? Bedanya calon mama sama mama apa?" suara Ad penuh keingintahuan. Hal yang paling sulit adalah memberikan pengertian kepada anak kecil tanpa perlu membuatnya berfikir keras. Dan aku kesulitan untuk menjawab pertanyaan Ad. "Calon itu berarti akan. Aku akan jadi mamanya, Ad" jawabku sejujurnya. "Memang sebelumnya kamu bukan mama aku?" Aku memiringkan tubuh untuk menatap Adriana secara lansung. Ad sangat cantik dengan rambut panjang hitam dan poni nya itu. tiba-tiba aku membayangkan seperti apa mamanya, dan kemana mamanya? Apa Azka dan mama nya Adriana berpisah? Atau wanita itu meninggal? Aku belum menanyai perihal ini pada Azka. Tapi jika dilihat dari pertanyaan Adriana, sepertia dia belum pernah bertemu dengan mamanya sama sekali. "Bukan. Tapi kalau Ad senang sama aku, aku bisa jadi mama Ad" akhirnya pertanyaan Ad kujawab dengan jujur, walaupun malah jadi aku terlihat seperti menginginkan menjadi ibu dari Adriana. "Kalau aku gak mau?" "Aku bisa jadi teman Ad" jawabku. "Tidur, Ad. Ini sudah malam" tambahku saat melihat jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul 10. Adrianna menggeser tubuhnya mendekat kearahku, dan seperti sebuah keharusan, aku memeluknya dan ikut tertidur. ~||~ Keesokan paginya, aku menemukan satu set pakaian untukku di sofa panjang kamar Ad. Gadis kecil itu masih tertidur karena jam memang masih menunjukkan pukul 8, yang jika di Jakarta sudah menunjukkan pukul 7 jadi tidak salah kalau aku sudah mandi. Celana jeans berwarna biru muda dan kaus lengan panjang berwarna krem sudah melekat dengan tubuhku. Beruntungnya aku karena selalu membawa krim wajah di tas, jadi aku bisa memakainya. Aku kemudian meminjam bedak padat yang ternyata ada dimeja rias Ad. "Hey, mau kemana pagi-pagi ?" suara berat Azka membuatku terlonjak kaget saat turun dari tangga karena ruang bawah masih tidak terlalu terang walaupun jendela taman sudah dibuka dan cahaya matahari sudah masuk ke dalam rumah. Lampu ruangan bawah tiba-tiba menyala dan aku menemukan Azka yang hanya mengenakan kaus polos putih dan celana pendek selutut sedang memegang cangkir. Mungkin berisi kopi, entahlah. "Eh.. ngg.. itu.. kalau di Jakarta ini kan udah jam 77, jadi kebiasaan aja bangun jam 7," jawabku seadanya. Azka menganggukan kepalanya. "Kamu mau sarapan? Tapi bibi belum masak, baru siap-siap aja di dapur. Ada roti sama selai diatas meja, kalau kamu mau" tawar Azka. "Iya. Thanks,” jawabku. "Ngg... boleh pinjem telefon? Mau telefon Anna" pintaku. Azka tertawa kecil. "Pakai aja. tuh disamping tv. Aku mandi dulu ya," Azka menunjukkan telefon tanpa kabel yang ada di samping televisi kemudian berlalu dari hadapanku. Sambil menelepon Anna, aku berjalan menuju meja makan dan mengambil dua lembar roti dan memasukannya ke toaster . "Kenapa telefon pagi-pagi, Cit?" suara Anna terdengar masih mengantuk. Pasti cewek ini masih diatas kasur, pikirku. “Lo kok bisa tau gue yang telepon?” tanyaku bingung. “Ya tau lah, siapa lagi yang telepon pagi-pagi gini kalau bukan lo,” sahutnya membuatku tertawa. “Anyway, bisa jemput gue gak?" pintaku. "Jemput? Dimana?" Aku mendengus kesal. "Ya dirumah Azka lah, dirumah siapa lagi emang?" tanyaku jengkel. Suara tawa Anna memasuki telingaku. "Minta anter Azka aja sih. Dia belum bangun ya?" "Udah. Lagi mandi," jawabku seraya mengambil roti dari toaster dan mengolesinya dengan selai cokelat yang ada diatas meja. "Wah, abis mandi. Abis ngapain kalian?" tanya Anna kemudian cewek itu tertawa keras. "Dasar otak m***m!!! Jemput Ann, please" mohonku. "Emang Azka kenapa sih? Dia jahat sama lo? Lo di aniaya? Gak mungkin deh." "Gue gak nyaman aja. Dia orang baru buat gue dan gue ada dirumahnya. Thanks to you,” gerutuku jengkel. “Dicoba dulu, Cit. Nah, karena dia orang baru lo harus mengenal dia lebih dalem dong. Kan calon suami" Anna lagi lagi tertawa. “Dia udah punya anak" gumam ku tanpa sadar. "Iya gue tau. Adriana lucu kok, Cit. Gak mungkin banget lo gak suka." "Iya sih. Tapi tetep aja. Kalo dia udah punya anak berarti kan dia udah pernah gituan sama cewek lain" aku mendesah pelan. "ini udah jaman globalisasi dimana orang Indonesia terlalu bodoh sampe malah nyerap budaya negatif orang barat, which is free sexs, drugs, alcohol, Cit and you have to deal with it. Apalagi laki-laki macem Azka, gak mungkin banget dia gak pernah ngelakuin hal-hal yang tadi gue sebutin" jelas Anna yang kuiyakan dalam hati. “Kamu keberatan dengan adanya Adriana, Call?" suara Azka membuatku menjatuhkan telepon dan segera berbalik untuk melihat Azka yang melemparkan tatapan menuduh, terluka, dan juga... marah? Secara refleks aku mengelengkan cepat-cepat kepalaku hingga aku jadi pusing. "Bukan. Bukan gitu maksud aku" jawabku cepat. "Terus apa?" Azka menaikkan salah satu alisnya. "Karena aku pernah ML sama cewek lain?" pertanyaan Azka membuatku malu. Jujur aku gak pernah membahas hal seintim ini dengan orang lain, apalagi dengan laki-laki. Kudengar Azka menghela nafas. Pria itu menghampiriku, mengambil roti yang ada ditanganku dan meletakkannya di atas piring kemudian menarikku menuju sofa ruang tv. "Gini, Call semenyesal apapun aku, tetep aja gak akan bisa memutar waktu untuk aku merubah masa lalu aku. Jujur aku bahkan udah gak perjaka waktu menghamili mamanya Adrianna. Selama SMA hingga kuliah aku tinggal di Jerman jadi budaya seperti itu sudah aku terima sejak SMA, Call" penjelasan Azka membuatku semakin merasa aneh dengan diriku sendiri. Dari dulu, aku selalu berharap memiliki suami yang tidak neko-neko dan memang aku tidak mempermasalahkan dia perjaka atau nggak selama dia gak bercerita. Tapi ini hal lain. Budaya barat yang Azka resap menghasilkan seorang anak, dan bagaimana jika ibunya tiba-tiba muncul dan meminta hak asuh? Atau lebih parah meminta Azka menikahinya karena mengharapkan Adrianna memiliki keluarga yang utuh –ibu dan ayah kandung- karena kalau aku jadi Adriana, aku pasti mengharapkan hal seperti itu. "Begini aja, selama disini kamu sama aku terus. Kita saling mengenal diri masing-masing. Kalau memang kamu tetap pada keputusanmu untuk menolak lelaki yang sudah punya anak. Aku gak akan memaksa kamu." Suara Azka terdengar sedih dan membuatku semakin gak enak. Well, mungkin pepatah 'tak kenal maka tak sayang' ada benar nya juga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN