Setelah membereskan studio ibunya, Poni menghabiskan waktu dari siang hingga sore di unit kedua orang tuanya. Kebetulan ayahnya juga berada di unit mereka di hari weekend. Keluar dari taksi yang membawanya kembali ke apartemen tempat tinggalnya, Poni melihat orang yang ingin ia kuliti hidup-hidup tidak jauh dari posisinya. Pria itu seperti biasa bersama asistennya, sedang berdiri di halaman depan pintu utama apartemen. Poni menghirup nafas panjang. Menghembuskannya dengan perlahan. Membetulkan letak tali tas di bahunya. Dengan langkah lebar ia mendekati pria yang belum menyadari keberadaannya. “.... bisa begitu? Apa harus aku membeli bangunan tua ini supaya bisa bertemu dengan adik—” ucapan Al terhenti ketika ia berbalik dan melihat wajah Poni. Al segera tersenyum lebar hingga menampak

