Chapter 04

2017 Kata
Redy melangkah gontai menuju pintu rumahnya. Sesekali cowok itu menguap, pertanda bahwa kantuk mulai menyerangnya. Ia melirik arloji di tangannya sekilas. Pukul 9:17. Ternyata, cowok itu sudah menghabiskan waktu enam jam hanya untuk nongkrong dengan teman-temannya. Redy melepas sepatunya asal-asalan lalu mengetuk pintu. Beberapa detik kemudian, Bibi datang dan membukakan pintu untuk Redy. Wanita baya itu dengan sigap merapikan sepatu Redy yang dilepas oleh pemiliknya dengan asal-asalan. "Masih ada makanan nggak, Bi?" tanya Redy seraya menghempaskan diri di sofa lalu melepas kaus kakinya dan melemparnya ke sembarang tempat. "Udah abis, Den. Semuanya dimakan sama temennya Den Aldan," jawab Bibi setelah menutup pintu dan menguncinya dua kali. Redy memberengut bingung. "Temen Aldan? Dia udah datang kesini?" Bibi cuma balas mengangguk singkat lalu memungut kaus kaki kotor milik Redy tadi. Setelah itu, ia bergegas pergi menuju tempat pencucian baju, meninggalkan Redy yang masih berkelut dengan pikirannya. Temen Aldan beneran udah kesini? Batin Redy. Penasaran, cowok itu pun menanggalkan backpack-nya di sofa dan bangkit dari duduknya. Dengan mengendap-ngendap, Redy menghampiri sebuah pintu di sisi kiri ruangan, tepatnya sebuah pintu yang ada di sebelah kanan kamarnya. Setelah memastikan kalau Bibi masih ada di tempat pencucian baju, Redy menempelkan telinganya ke daun pintu. Cowok itu berniat untuk menguping sesuatu di sana, apapun itu, yang membuktikan kalau teman Aldan memang sudah ada disini, sedang melakukan aktivitasnya. Sudah hampir 20 detik Redy menguping, namun nyatanya belum terdengar sesuatu dari dalam sana. Redy menarik kembali telinganya dan menegakkan tubuh. Kalau memang teman Aldan udah ada disini, tapi kenapa kamarnya malah sunyi senyap? Apa teman Aldan itu lagi ada di luar rumah? Membeli sesuatu di warung, misalnya? Tanpa memikirkan lebih lanjut jawaban atas semua pertanyaan yang ada di kepalanya, Redy melangkah menuju dapur, hendak mengecek camilan yang masih tersisa di kulkas. Tapi, sesuatu yang tergeletak di lantai ruang TV langsung menghentikkan langkahnya. Seorang cewek, dengan tinggi kira-kira 166 cm, sedang telungkup di lantai dengan buku-buku berserakkan di depannya. Cewek itu memakai piyama bergambar Dora the Explorer, membuat Redy melepas ringisan ngeri bercampur geli. Wajahnya tertutupi oleh rambut, sehingga Redy sulit menebak apa yang sebenarnya dilakukan cewek berpiyama Dora itu. Tapi, kalau dilihat dari napasnya yang teratur, Redy menduga kalau cewek itu tengah tertidur. Redy berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Berasa rumah sendiri aja," gumamnya seraya berjalan melewati cewek itu menuju dapur. Ia membuka kulkas lalu matanya menyapu ke sekeliling. Kerutan samar tampak pada dahi Redy begitu ia menemukan tak ada satupun camilan dan makanan ringan yang tersisa dalam kulkas. Kok makanan gue raib?! Pekiknya dalam hati. Cowok itu berbalik, hendak menanyakan perihal raibnya semua camilan kepada Si Bibi yang ada di tempat pencucian baju. Namun, matanya langsung terkunci pada bungkusan-bungkusan makanan ringan yang ada di dekat cewek berpiyama Dora tadi. Selain itu, masih ada juga tiga buah kaleng soda milik Redy yang tergeletak di sembarang tempat. Melihat itu semua, mulut Redy refleks menganga lebar. Cowok itu memungut salah satu kaleng soda lalu melihat isinya. Kosong. Tanpa sadar, Redy meremas kaleng tersebut lalu menjatuhkannya, membuat cewek berpiyama Dora itu lansung terjaga karena mendengar suara dentuman yang cukup keras. "Apa?! Kenapa?! Ada maling?!" racau Kara sambil celingukan dengan mata setengah terpejam. "Kulkas gue kemalingan!" balas Redy sinis. Cowok itu menatap jutek ke arah Kara yang tengah mengucek matanya. Setelah fokus matanya kembali, Kara mendapati seorang cowok asing lengkap dengan seragam SMA dan rambutnya yang berantakan tengah menatapnya tak bersahabat. "Mana malingnya?" tanya Kara bingung. Redy melongo di tempat. Cowok itu menatap Kara tak percaya. Kenapa cewek yang tinggal satu kontrakan dengannya malah tipe-tipe cewek rakus yang lemot?! Padahal, Redy sempat berimajinasi kalau cewek yang nantinya bakalan tinggal dengannya adalah cewek cantik yang kalem dan rajin. Tapi nyatanya? Tuhan emang gak adil! "Kenapa semua makanan di kulkas gue ludes?" tanya Redy langsung. Cowok itu bersedekap sambil menatap Kara galak. "Ya gue makanlah! Pake nanya," jawab Kara sewot. Cewek itu paling nggak suka ada orang yang mengganggu tidurnya. Apalagi cuma karena nanya hal yang enggak penting. Mana orang yang nanya tampangnya sengak lagi! Mendengar jawaban Kara barusan, Redy kontan melotot. Cowok itu nggak menduga kalau ternyata, selain rakus dan lemot, Kara juga songong! "Itu makanan gue! Kenapa lo abisin?!" "Gue laper!" "Gue juga laper!" Kara cemberut. Tanpa melakukan perlawanan lebih lanjut, cewek itu membereskan bukunya yang berserakkan lalu berdiri. Matanya sempat meneliti penampilan Redy sebentar sebelum akhirnya bicara, "lo sepupu Aldan?" "Enggak, gue emaknya!" ucap Redy jutek. "Iyalah, gue sepupunya. Pake nanya lagi. Kenapa?" Kara berdecih. Anak baik-baik darimana? Tampangnya aja nyebelin gini, batinnya. "Tenang aja, Sepupunya Aldan, gue bakalan bayar makanan yang tadi. Selain itu, gue juga bakalan selalu tepat waktu buat bayar uang sewa kontrakan ini. Jadi, lo gak usah khawatir, oke?" "Kalau sampe telat, lo bakalan gue tendang dari rumah ini, ngerti?" ancam Redy galak. "Iya, iya!" Kara berbalik lalu berjalan malas-malasan menuju kamarnya. "Hah! Nggak Aldan, nggak sepupunya, sama-sama minta disantet!" Cewek itu terus bergerutu tanpa henti, memaki-maki setiap sikap dan ucapan Redy padanya. Sementara itu, Redy yang masih berdiri ditempatnya, terus menatap punggung Kara lekat tanpa melepaskan pandangan sedikitpun. Sebelah alis cowok itu refleks tertarik ke atas begitu melihat Kara sesekali menarik celana panjangnya yang melorot. "Heh, Dora! Celana lo kedodoran, ya?" tegur Redy tiba-tiba. Kara menoleh lalu mendelik cowok itu. "Nggak, ini kekecilan! Pake nanya lagi," jawab Kara jutek sambil membuang muka dan berlalu ke kamarnya. Mendengar jawaban Kara barusan, Redy kontan mengambil bantal sofa lalu melemparnya ke arah pintu kamar Kara yang tertutup. Cowok itu benar-benar naik darah begitu mendapatkan jawaban sewot dari Kara. Untung aja Kaila bukan tipe cewek macem Kara. Kalau sampai iya, Redy pasti bakalan punya penyakit darah tinggi yang setiap detiknya selalu kumat! "Kalau lo kecoa, udah gue semprot pake baygon dari kapan tau!" umpatnya. • • • "Sepupunya Aldan! Cepetan, dong! Gue udah telat, nih!" Kara terus menggedor-gedor pintu kamar mandi yang sedang dipakai oleh Redy. Cewek itu telat tiga puluh menit dari jadwal ia terbiasa bangun. Jadi, cuma tersisa waktu lima belas menit lagi sebelum bel tanda masuk sekolah di bunyikan. "Siapa?" Terdengar suara Redy dari dalam kamar mandi. "Gue! Lo nggak kasihan apa sama gue? Entar gue kena hukum--" "Yang nanya!" "Kampret lo! Cepetan mandinya! Lelet banget, sih!" "Gue beda dua tahun dari lo! Sopan dikit, dong!" "Kak, ayolah, Kak! Aku telat, nih! Kakak harus kasihan sama aku!" Detik berikutnya, pintu kamar mandi langsung terbuka, menampilkan sosok Redy dengan kaos putih tipis dan handuk berwarna oranye yang menutupi bagian pinggang sampai lutut. Cowok itu bersungut-sungut keluar dari kamar mandi, membiarkan Kara dengan seragam SMA dan peralatan mandi ditangannya masuk ke dalam. "Sepupunya Aldan, gue juga bakalan bayar PAM-nya sekalian, kok! Tenang aja," seru Kara sebelum masuk dan menutup pintu kamar mandi. Redy memutar bola matanya lalu berjalan malas-malasan menuju kamarnya. Namun, belum sempat ia menyentuh gagang pintu, suara melengking Kara kembali mengagetkannya. "Gue cuma mandi lima menit, kok! Lo tunggu bentar, ya!" "Iya, Dora, iya!" Redy berbalik dan melotot. Tangannya terulur menirukan gesture orang ingin menyekik. Kara memberengut tak suka. Kepalanya masih melongok dari celah pintu kamar mandi. "Jangan panggil gue Dora. Itu buk--" "Kenalannya nanti aja setelah lo mandi, oke?" Redy memotong cepat seraya buru-buru masuk ke dalam kamarnya. Cowok itu nggak tahan lagi kalau harus mendengar suara melengking milik Kara. Ia takut terjadi pendarahan di telinganya kalau terlalu lama mendengar suara cempreng itu. "Gue harus ngembaliin Si Dora ke alamnya," gumam Redy. "Dasar Aldan sialan." Setelah siap dengan seragam abu-abunya, Redy langsung meraih backpack warna cokelatnya di belakang pintu dan keluar kamar. Tak lupa sebelumnya ia memakai gel rambut dan menyemprotkan cologne ke beberapa bagian tubuh. Dengan backpack yang tersampir di bahu kanannya, Redy berjalan menuju dapur. Di atas meja makan, terdapat dua buah roti bakar dengan segelas s**u yang biasa disiapkan oleh Bibi sebagai menu sarapan untuk Redy. Cowok itu langsung mengambil piring berisi roti beserta s**u tersebut dan membawanya ke ruang TV. Sambil duduk dengan nyaman di sofa, Redy memakan rotinya dengan tangan yang terus bergerak untuk mengganti-ganti channel TV. "Tapi Spongebob, aku tidak bisa mendengarmu. Disini terlalu gelap!" Ujung bibir Redy refleks tertarik ke atas begitu melihat layar TV-nya menampilkan acara favoritnya setiap pagi, Spongebob Squarepants. "Patrick, saklar lampunya ada disebelahmu." Sambil sesekali tertawa kecil disela kunyahan rotinya, Redy sampai-sampai tak sadar kalau Kara tengah memerhatikannya dari arah dapur. Cewek itu baru saja selesai mandi dan berpakaian beberapa menit yang lalu. Merasa sedang dipandangi oleh seseorang, Redy kontan menoleh dan mendapati Kara sedang menatapnya aneh. Cewek itu berdiri tepat di samping meja makan dengan gelas kosong di tangannya. "Lo... udah selesai mandi?" tanya Redy sambil menatap Kara tak percaya. Ia meneliti penampilan cewek itu dari ujung kaki sampai ujung rambut. Dengan seragam abu-abu yang melekat pas di tubuhnya dan rambut dikuncir ekor kuda, Kara lebih terlihat rapi dari sebelumnya. Setidaknya, Kara dengan baju seragam lebih enak dipandang ketimbang Kara dengan piyama Doranya. Kara menaruh gelasnya di meja dan mengangguk. "Iya. Gue 'kan udah bilang. Mandi gue cuma lima menit, nggak lebih." Redy meringis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mana ada cewek mandi cuma limat menit? Lo ngapain aja di kamar mandi?" "Harus ya, gue jawab pertanyaan lo?" Kara menatap Redy dengan mata yang disipitkan. "Kali aja lo nggak gosok gigi. Atau yang lebih parah, lo nggak pake sabun lagi!" "Enak aja!" tukas Kara sambil melotot. "Ngapain juga gue harus mandi lama-lama kalau bisa cepet?" Redy mengangkat bahunya cuek lalu mengalihkan pandangannya dari Kara ke TV. "Tebakan gue doang." Kara mendengus lalu berjalan menghampiri Redy dan mengenyakkan tubuh di sebelah cowok itu. Sejurus kemudian, tangannya terulur untuk mengambil roti yang ada di piring lalu memakannya sekaligus. "Itu roti gue." Redy melirik Kara sinis. "Yhaa... hhue... ahu! Huma... athu hoti... hoang! Har... he hayar!" kata Kara nggak jelas akibat mulutnya dipenuhi oleh roti. "Duh sorry, Indonesian please?" balas Redy tak acuh. Cowok itu masih sibuk menonton acara favoritnya. "ENTAR GUE BAYAR!" pekik Kara keras setelah berhasil menelan semua rotinya. Idung cewek itu kembang kempis dan wajahnya merah padam. Seumur-umur, baru kali ini Kara ketemu orang yang nyebelin macem Redy! Setiap cewek itu mau bergerak atau melakukan sesuatu, Redy pasti berkomentar atau menyindirnya. Padahal, kalau Redy merasa terganggu dengan kehadiran Kara di rumahnya, apa salahnya sih buat bilang? Toh Kara pun nggak bakalan memaksa buat tetap tinggal. Kalau bisa, sedetik setelah Redy bilang bahwa ia nggak suka dengan Kara, cewek itu bakalan langsung menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. "Suara lo!" Redy melotot dengan kedua tangan memegang kupingnya. "Jangan buat kaca-kaca di rumah ini pecah!" "BODO!" Kara kembali berteriak seraya bangkit dari sofa. Cewek itu menatap Redy dan segelas s**u yang ada di meja bergantian. Detik berikutnya, dengan cepat, Kara langsung mengambil gelas berisi s**u tersebut dan meminumnya sampai habis. Sadar bahwa sebentar lagi bakalan ada bom atom yang siap meledak, Kara buru-buru meraih backpacknya lalu berlari keluar rumah dengan tergesa-gesa. "s**u GUE! DORA! JANGAN KABUR!" Tanpa sadar, Redy balas berteriak dan ikut bangkit dari duduknya. Cowok itu memandangi pintu tempat Kara berhasil lolos dengan napas terengah. Cewek itu--Kara--telah sukses membuat kepala Redy mendidih di pagi hari. Belum lagi, Kara juga berhasil mencuri sarapan Redy tanpa hambatan sedikit pun. Yang jadi masalah, bukannya Redy pelit atau apa. Tapi, ungkapan there's no food between us adalah benar adanya. Cowok itu benar-benar enggak rela kalau harus membagi makanannya dengan Kara, apalagi cewek itu makan seenaknya tanpa izin lebih dulu. Intinya, Kara itu benar-benar bikin jengkel! "Ya! Kenapa, Den?! s**u Den Redy kenapa?!" Tiba-tiba Si Bibi datang dengan tergopoh-gopoh karena mendengar teriakan Redy barusan. Wanita baya itu melihat anak majikannya dengan raut wajah khawatir. Redy membuang napas keras. "s**u Redy dicuri makhluk astral," jawabnya asal. "Lho? Tapi... s**u Aden masih ada di tempatnya, kok." Si Bibi memandang bingung ke arah Redy sambil menunjuk bagian d**a cowok itu. Dahi Redy refleks berkerut begitu mendengar ucapan Si Bibi. Cowok itu menunduk, berniat melihat apa yang sedang ditunjuk oleh Si Bibi. Detik berikutnya, begitu paham apa maksud dari perkataan Si Bibi barusan, wajah Redy kontan merah padam tanpa bisa dicegah. Ia mengibaskan tangannya lalu mengusap wajah frustasi. Duh, Si Bibi pake acara salah pengertian, nih! "Bukan itu maksudnya! Ah, Bibi kok pikirannya jadi kesana, sih?!" Redy bersungut-sungut sambil berlalu keluar rumahnya untuk siap-siap pergi ke sekolah, meninggalkan Si Bibi yang masih terpaku di tempat karena kebingungan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN