Warni menempelkan kartu kunci kamar hotel mereka, dah menyelipkan kartunya untuk menyalakan semua listrik di kamar itu. Lalu, dia mengarahkan Martha untuk duduk di sofa di sudut ruangan. Martha mengikutinya dengan tatapan kosong. Warni pun heran dan bertanya-tanya , sebenarnya apa yang terjadi dengan Martha. Dia khawatir sekaligus senang ketika mendengar Martha yang mengaku kehilangan ingatan dan mungkin kemampuannya dalam olahraga Badminton karena. jika skill Martha menghilang, maka ranking dan prestasi Martha akan menurun, dan ada kesempatan bagi Warni untuk menjadi tunggal putri utama tim nasional Indonesia. Dengan begitu, dia akan terhindar dari ancaman degradasi (dikeluarkan dari jajaran Tim nsional dan platnas), mengingat umurnya yang sudah menginjak 25 tahun dan prestasinya tidak lebih dari Martha yang masih 20 tahun, Martha telah menjuarai beberapa tournamen s300 sedangkan Warni hanya mampu untuk mencapai semifinal, dan sering kali sudah terhenti di babak 16 besar.
Meskipun perasaan Warni terdengar kejam, namun beginilah kehidupan persahabatan ditengah asrama pelatihan nasional. Semua orang berjuang untuk menetap selama mungkin di tempat itu. Karena jika kalah bersaing dan terdepak dari tempat itu, karir badmintonnya akan terancam redup. Mengingat begitu sulit untuk mencari dana sponsor serta sparing partner (teman berlatih badminton) tingkat dunia jika sudah berada di luar platnas, meskipun kembali ke club ternama.
"Martha, katanya kamu hilang ingatan gara-gara lemparan raket itu ya? Sampai sejauh mana kamu lupa? Kapan ingatan terahir kamu? Yaampun tha, jangan - jangan kamu juga udah ngelupain aku ya, kamu dari tadi diem aja, gak seperti biasanya."
Martha mengamati ekspresi Warni dan berpikir bahwa Warni terlihat sangat hawatir, mungkinkah selama ini Warni adalah sahabat terdekat Martha, wah jika ini benar terjadi bisa gawat, pasti dia akan sadar akan perbedaan sifat, sikap, dan kebiasaan antara Martha yang sekarang dengan Marta yang asli dulu. Bagaimanapun caranya Warni harus dikelabuhi.
"Semuanya, aku ... Lupa semuanya. Bahkan pegang raket yang benar saja aku sama sekali tidak ingat." Ya, strategi ini semoga berhasil, mengaku hilang ingatan dan mulai hidup baru dengan pribadi yang baru. Dengan begini, semua tidak akan curiga dengan perubahan sikap dan sifat ini.
Mata Warni terlihat berkaca-kaca, dalam hati, Martha merasa senang, karena sepertinya cara ini berhasil. Namun kesenangan ini tidak berlangsung lama. Tangis Warni tumpah dan langsung memeluk erat Martha secara tiba-tiba.
"JANGAAN PELUUK-PELUUK NTAR NYETRUUM. AKU DAH CAPE USAHA NGELUPAIN KAMU !!"
Martha langsung menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, dan merutuki perbuatannya.
"Apaan sih tha, biasanya juga kita peluk-pelukan ga ada apa-apa, duh jadi ga jadi sedih lagi deh, tadinya tuh, dah sedih banget tau gak , mikirin nasib kamu ntar, kalau kamu bener-bener lupa semuanya tentang badminton."
"Refflek, aku lupa semuanya, jadi serasa dipeluk orang asing.. . He.. he." Martha menjawab dengan canggung dan diahiri dengan tawa canggung di ujung.
"Ya udah gapa Tha, habis ini kita ke rumah sakit, jadi kamu mandi dulu, semua baju dan peralatan mandi pastinya udah kamu bawa di kopermu, kasur kamu yg deket jendela itu, pasti kopermu disana juga, dan kasur aku yang disini dekat kamar mandi."
"HAAH..? Kkkita sekamarrr?" Martha kembali reflek berteriak.
"Thaaa , please. Kita dapet sekamar udah bertahun - tahun, jadi biasa aja kalii."
"Ooo okeee."
Membayangkan akan sekamar dengan Warni, Martha memikirkan, apakah nantinya akan sangat cangung dan tidak nyaman?
"Dahh buruan mandi, bau tau gak, blom mandi kan dari abis tanding tadi. Gak usah lama-lama mandinya, habis ini langsung berangkat ke rumah sakit."
Ini nih, hal yang paling ditakutkan Martha akhirnya tiba juga, yaitu kegiatan mandi. Mungkin bagi semua orang, mandi hanyalah rutinitas biasa yang sehari-hari selalu dilaksanakan. Namun, bagi Martha, sebagai seseorang yang baru saja menghuni tubuh baru itu, merasa sangat canggung dan takut. Bingung bagaimana yang akan dilakukan dan bingung dengan cara mandi. Merasa bahwa jika membuka mata maka akan secara tidak langsung mengintip tubuh Martha adalah suatu dosa besar apalagi jika memegagnya secara langsung. Lalu Bagaimanakah jika harus buang air besar kan harus menggosoknya untuk membersihkan diri. Maka dari itu, Martha selalu menunda-nunda kegiatan mandi untuk pertama kalinya di tubuh ini.
"Tha, jangan lupa, mandi cepet, ga usah makeup , cepetan aja soalnya takut telat ntar, biar cepet aku mandi di kamarnya dokter Sela aja."
Warni pun mengambil sepasang baju dan celana serta handuk dan peralatan mandinya, dan meninggalkan kamar itu. Kini Martha sendirian di ruangan sempit itu. Dia sempat berfikir, ini adalah kesempatan bagus, Warni sudah pergi, saatnya untuk pergi ke Semarang. Duh penasaran banget dengan keadaan rumah, gimana nasib tubuh Jacob. Atau, mungkinkah ini hanya dunia fiksi, masuk ke tv misalnya, atau masuk ke novel maupun webtoon. Untuk lebih jelasnya maka, harus segera di cek sendiri.
Berbekal membawa sebuah dompet kecil yang ia temukan di tas raket, Martha berniat keluar kamar, mengendap-endap melihat ke kanan dan ke kiri, sepertinya tidak ada satu orang pun di lorong hotel tersebut.
"Wokkeeee, aman terkendali."
Karna sudah merasa aman, Martha mempercepat laju langkahnya, namun pada persimpangan lorong, samar - samar terlihat dokter sela yang melangkan menuju arah kamar Martha. Martha pun mau tidak mau harus berlari dengan kencang dan kembali ke kamarnya. Setelah sampai di dalam kamar, Martha mengatur kembali nafasnya, dan menyembunyikan semua barang bawaannya dibalik selimut, dan duduk manis di sofa pojok kamar. Menunggu dan terus menunggu, sekitar sepuluh menit berlalu, tetapi tampaknya ada yang aneh. Pintu kamar tidak kunjung di ketuk.
"Eh, kok aneh. Sepi -sepi saja , kemana coba dokter Sela tadi,"
Martha pun penasaran, segera ia keluar kamar dan tidak menemukan dokter Sela di lorong tersebut.
"Lah , ga ada orang, apa aku halu ya tadi.?"
Martha pun melanjutkan rencananya, kali ini dia berjalann secepat mungkin menuju elevator, segera dia memencet tombol tanda panah ke bawah yang ada di sisi kanan pintu elevator, dan berharap akan segera terbuka. Martha , menunggu dengan sangat cemas. Semakin lama menunggu, rasa khawatir semakin datang.
"26"
"25"
"24"
"Yay,, ahirnya ... Bentar lagi bisa kabuur .." Martha sangat bahagia menyambut kedatangan liftnya.
TIINGGGG !!!!
Tiba - tiba pundak kanan terasa ditepuk oleh telapak tangan yang cukup besar, dengan suhu yang sangat hangat.
" Eh AYAAM AYAAAM AYAAAM. ANJIR.. BIKIN JANTUNGAN TAU.."
"Mau kemana kamu Martha, Udah saatnya berangkat. Belom mandi ya?."
"Iitu coach, mau beli ayam."
"Beli ayam? Buat apa beli ayam sgala, bukannya tadu udah makan? Mau kabur ya? Warni mana? Suruh jagain kok malah kabur juga?"
"Laper saya, coach."
Selanjutnya, coach Suwito menarik Martha dan menyarankan untuk segera mandi dengan cepat. Bahkan dia rela berjaga di lorong hotel tepat di depan kamar Martha. Dengan duduk di lantai dan sebotol kopi hitam menemaninya. Itu semua demi Martha agar tidak kabur.
Martha, segera masuk ke kamarnya dan dia merasa sangat kecewa, bagaimana bisa rencana dia berantakan semua.
" Sungguh diluar Nurul, busa bisanya Coach Suwito serajin itu. Bisa - bisanya dia muncul di situ."
Martha mengacak rambutnya kasar.
"Hah, gagal lagi deh rencanaku, kalau begini ceritanya, kapan lagi aku bisa kabur."
Martha berjalan perlahan menuju sofa di pojokan kamar, dia duduk disana dan termenung.
"Gak ada ruang untuk kabur, misal aku gak berhasil kabur dan tetap menjadi Martha, kira - kira bagaimana nasib karir Martha ya? Ah, pusing -pusing. Dulu jadi pengangguran pusing, skarang punya kerjaan malah tambah makin pusing, karna aku sama sekali ga punya skill buat jalanin kerjaan jadi atlet."
Martha lanjut memukul-mukul sofa itu, untuk melampiaskan amarahnya.
"Ah, mana harus ke rumah sakit, ke psikolog? Atau poli jiwa? Ih merrka mau membawaku kemana ya. Nanti ngomongnya gimana? Aku gak sakit, tapi klo kejadian ini ku ceritain beneran, aku bisa diangkap gila." Kali ini Martha menarik - narik rambutnya. Karna memikirkan hal yang memusingkan ini.
"Mana aku harus mandi dulu pula."
Martha pun membuka kopernya dan mencari baju yang pantas untuk digunakan. Sangat disayangkan, dia hanya menemukan jersey badminton di koper tersebut.
"Wih si Martha praktis banget bawaannya gak banyak, ga ada baju bebas lain, cuma ada jersey. Apa sehari hari dia pakai ini ya? Apa biar pas 7kg biar ga bayar bagasi tambahan? Hih dasar atlet nasional kok irit banget? Ah agak malu juga sih ni jersey ada namanya masa kupakai juga di rumah sakit."
Dengan terpaksa Martha mengambil satu buah jersey badminton dengan warna merah, satu buah celana dalam, dan untungnya, dia menemukan dua buah celana jeans di sudut kopernya, dan dia mengambil satu celana panjang jeans warna hitam. Lalu dia membawanya masuk ke kamar mandi.
"Oke baiklah, ayo mandi."
Martha, menarik napas dalam dalam da bersiap untuk mandi.
"Semangat, semangat, yok bisa yok."
Martha berniat untuk mandi dengan mata terpejam, agar tidak merasa melecehkan sosok Martha yang sebenarnya. Dan dengan mata terpejam kegiatan melepas baju masih tergolong mudah, namun saat akan menyalakan air shower, ini sangat menyulitkan. Dan Martha hanya meraba - raba dinding untuk mencari kerannya.
"Mana sih kerannya, klo dicari susah amat, perasaan disebelah sini."
Namun karna sibuknya mencari, dengan cerobohnya Martha kehilangan keseimbangan dan terpeleset, dia terjerembab di bawah keran shower.
"Duh sakit juga, yaampun mandi aja berat banget."
Dengan segera Martha berdiri tapi malah kepala belakangnya terbentur ujung keran.
"Ampun dah, bisa-bisanya kepentok lagi."
Kali ini, Martha tidak sengaja membuka matanya. Dan tidak sengaja melihat tubuhnya sendiri di pantulan kaca shower. Dan dia terkejut.
"Eih, kok aneh? Perasaanku kok biasa saja, dan terlihat familiar, kaya sudah melihatnya tiap hari."
"Ah , udahlah, yang penting mandi dulu."
Kemudian, Martha menyalakan air dan mulai mengguyur tubuhnya dengan air mengalir. Sekarang, saatnya untuk memakai sabun. Martha merasa ragu - ragu dalam memakai sabun. Ia pun mengambil sabun cair.
"Semangat - semangat. Semangaaat. Martha asli.. maaf yaaa."