Bel berbunyi tanda waktu sekolah telah usai, para siswa berlomba untuk lari kenuju ke parkiran, karena jika terlambat sampai di parkiran, maka akan membutuhkan waktu lama untuk mengeluarkan sepeda motor, gerbang parkiran terlalu kecil dan hanya ada satu petugas pengecekan kartu parkir, maka jika terlambat datang antrian keluar akan mendapatkan antrian terbelakang. Jacob berlari sekuat tenaga menuju parkiran, namun usahanya ternyata sia-sia, kelas lain banyak yang sudah keluar terlebih dahulu, sehingga sesampai di parkiran sudah terlihat antrian keluar yang sangat mengular. Dengan menyabarkan diri Jacob perlahan bisa keluar dan menuju ke Gor Jatidiri untuk menjemput Warni.
Beberapa jam kemudian, Jacob telah sampai di Gor Jatidiri, dengan semangat Jacob memarkirkan motornya dan berkeliling untuk mencari Warni. Selama berkeliling, Jacob baru mengetahui bahwa pertandingan final sektor tunggal putri telah usai beberapa jam yang lalu dan Jacob sama sekali tidak menemukan Warni maupun teman teman seclub Warni, mungkinkah Warni sudah pulang? Jacob sangat bingung, dia ingin sekali menemui Warni, ingin pergi ke rumah Warni, namun Warni tidak dapat dihubungi, baik telepon dan SMS sama sekali tidak dibalas, selain itu selama ini memang Warni melarang Jacob untuk mengunjungi rumahnya, jika tiba saatnya untuk menjemput Warni, maka Jacob hanya diperbolehkan untuk menjemput di depan gang atau di pos ronda.
Bolehkah aku nekat datang ke rumahnya? Bagaimana jika dia marah?
Pada akhirnya Jacob mengurungkan niatnya, Jacob memutuskan untuk pulang. Selama dirumah, perasaan Jacob tidak tenang, dia selalu memegang HPnya, membuka menu SMS berkali-kali dan menunggu balasan SMS dari Warni, namun tidak kunjung muncul balasan hingga Jacob tertidur dengan posisi duduk dan memegang HPnya di pojok kamarnya.
Matahari pagi mulai menyingsing, sorot sinar matahari yang tembus melewati kaca jendela kamar, menyinari Jacob dan membuatnya terbangun. Dia memeriksa HPnya lagi dan tidak ada satupun SMS yang masuk. Jacob semakin gelisah, namun dia berfikir bahwa hidup harus tetap berjalan, apapun yang terjadi jadi dia tetap berangkat sekolah dan menjalani kegiatan sehari-hari seperti biasanya.
Sebulan telah berlalu, Warni masih tidak ada kabar, maka Jacob memberanikan diri untuk mengunjungi rumah Warni bermodal dengan secarik kertas bertuliskan alamat lengkap rumah Warni. Sesampai di rumah Warni, rumah dengan nomor yang sesuai dengan nomor pada secarik kertas tersebut, Jacob kaget, karena rumah itu terlihat sangat tidak terawat, dan sepi seperti rumah kosong. Jacob mengetuk pintu rumah itu tiga kali, namun tidak ada jawaban. Kemudian Jacob mempunyai ide untuk bertanya kepada tetangga sekitar, Jacob melangkahkan kakinya ke tetangga sebelah kanan dan mengetuk pintunya, dan keluarlah wanita paruh baruh baya.
"Cari siapa dek ??"
" Mohon maaf bu, sebenarnya saya hanya ingi bertanya, rumah sebelah bukankah itu rumahnya mbak Warni?"
" Oh Warni anaknya pak Yanto? Iya, tapi pak Yanto sekeluarga sudah pindah."
"Pindah kemana bu?"
"Saya kurang tau dek, mereka tidak memberi tahu aka pindah kemana."
" Oh, iya bu, terima kasih. Kalau begitu saya mohon pamit."
Jacob berjabat tangan, kemudian dengan hati yang gundah, dia mengendarai motornya dan pulang kerumah.
Inikah yang dinamakan di ghosting?
Pertanyaan ini langsung terlintas di benak Jacob.
Jacob memarkirkan motornya dan duduk sejenak di pintu garasi dengan tatapan kosong, beberapa menit kemudian, ibu Jacob pulang dengan membawa satu kantong penuh sayuran. Melihat anaknya yang tidak biasanya duduk di pintu, dia pun heran dan merasa ada yang janggal terhadap perilaku anaknya ini, dan hari ini sudah keterlaluan dan pantas untuk ditegur.
"Kenapa itu muka ditekuk mulu, anak kecil bebannya udah berat nampaknya?"
"Gak papa ma."
"Lagi berantem ya sama si Warni, tumben banget dah sebulana berangkat siang, biasanya juga pagi yerus karna nganterin Warni. Klo berantem ya tinggal minta maaf aja, kejar lagi. Sebelum orangnya move on. Kalau udah move on bakal lebih susah."
"Mau ngejar kemana ma, orangnya aja menghilang. Lagian mama ni aneh banget, orang tua lain pasti bakal ngelarang anaknya yang masih sekolah buat pacaran."
"Lah ngilang? Emang peri, bisa ngilang..?"
"Ya bisa lah ngimang, ma. Rumahnya sepi, udah kaya rumah-rumah terbengkelai."
"Oh iya ya, dia pindah rumah, udah sebulanan, ini mama baru pulang arisan di rumahnya, nih dapat oleh-oleh sayuran hasil kebunnya. Sepertinya, makin sukses aja mereka, beli tanah satu hektar, bisa nanam segala macam sayuran organik. Mau mama kasih alamatnya yang baru?"
"Gak usah, dianya aja yg menghilang kok, pasti ga nyaman juga kalau dikejar-kejar."
"Yaaahhh gagal deh besanan sama si bestie."
*Flashback off*