"Warni, kamu jagain si Martha, nanti malem, kita bawa dia ke rumah sakit. Jangan sampe dia kabur, ntar dia ke dukun lagi." Coach Suwito memanggil Warni, selaku teman sekamar Martha untuk membantu mengamankan Martha.
Warni dengan muka bingung dan bertanya-tanya, datang menghampiri Coach Suwito dan Martha. Warni, sebenarnya tidak ada jadwal tanding hari ini, karena, ini merupakan partai final dan dia sudah kalah di babak semi final.
"Marthaaa, baru ketemu kita, kepalamu gimana? Masih pusing gak abis pungsan tuh? Eh mas Wiwit, emang Martha ini mau kemana perlu dijagain segala, ga bakal kabur ni bocah, orang Sabtu Minggu aja dia ga pulang kok, milih latihan sendiri kan disaat orang-orang pada pulang."
Melihat kedatangan Warni yang sangat ceria, Martha pun mematung dan baru sadar, sekarang dia menggunakan tubuh Martha dan Martha adalah anggota platnas PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia) sektor Tunggal Putri, berarti dia akan sering bertemu dengan Warni.
*Flashback on*
Cuaca pagi ini sangat mendung, dan matahari sama sekali tidak terlihat. Nampak seorang remaja berseragam SMA turun dari tangga rumahnya.
"Jacob, sini sarapan dulu, sebelum berangkat, nih mama dah masakin mie goreng instan pake telor setengah mateng 3 biji."
Mama Jacob tersenyum ceria sambil meletakkan sepiring mie instan dan duduk di meja makan.
" Wihh wangi banget ma, bikin laper." Jacob pun menghabiskan mie nya dengan sangat cepat.
"Pelan -pelan , nanti keselek lagi, mau kemana sih buru-buru. Bukannya sekolah lagi classmeeting kan, biasanya kan klo gini masuknya jadi jam 9."
"Itu loh ma, anaknya temen arisan mama, hari ini kayanya bakal masuk final sirnas deh, kemaren dia minta tolon anterin ke gor Jatidiri, ya siapa tau dia menang beneran, kan Jacob jadi ada andil dalam kemenangannya." Dengan percaya dirinya Jacob menjawab mamanya.
"Halah, muter-muternya sampe bilang 'anak temen arisan mama' segala, bilang aja itu pacar kamu. Ya kalo mau nganterin ya boleh aja, tapi kamu anterin dia aja terus lanjut berangkat sekolah, jangan bolos, nanti pulang sekolah kalau dia belum selesai ya kamu jemput dia, klo dia udah selesai duluan ya cukup ucapin selamat aja di SMS. Yang penting, sekolahmu dulu di utamain." Setelah menasehati Jacob, Mama Jacob beranjak dari kursinya dan berjalan menuju garasi untuk mengeluarkan sepeda motor bebek yang biasa dipakai Jacob untuk sekolah, selagi menunggu Jacob memakai sepatunya.
"Iya ma, sekolah tetap utama, nanti habis nganterin langsung berangkat sekolah kok."
Jacob pun berpamitan kepada mamany dan langsung mengendarai motor kesayangannya menuju rumah Warni. Sesampai di gang dekat rumah Warni, Jacob mengeluarkan telepon genggamnya, dia turun dari motornya dan duduk di sebuah pos kamling sambil mengetikkan beberapa patahkata, mengberitahukan bahwa dia telah sampai di pos kamling dan mengirimkan pesan tersebut kepada Warni. Sepuluh menit berlalu dan Warni terlihat berlari menuju Jacob dengan wajah ceria.
"Beib, dah lama nunggunya, maaf yaaa, Warni kesiangan, kamu gapapa kan? Gak marah kaann?"
"Iya, gapapa, aku juga baru sampai kok." Jacob membalasnya dengan senyuman lebar.
"Yuk buruan berangkat beib. Coach aku udah sampai disana, aku kena marah tau, karna belum sampai disana , masa coachnya yang duluan sampe, gitu katanya beib."
Jacob pun menyalakan motornya, kemudian memakaikan helm di kepala mungil Warni, meletakkan tas badminton Warni di depan, agar nyaman berkendara.
"Ya kamu jangan mikirin yang aneh-aneh beib, kalau kamu kena marah, langsung lupain aja, takutnya nanti pas pertandingan kamu malah mikirin yg habis dimarahin, pikiran kemana mana takutnya pas pertandingan jadi gak fokus." Jacob mencoba menasehati Warni.
"Ih ngomong nya gampang, tapi susah tau, selalu kebayang-bayang, keselnya tuh susah hilang. Pengennya sih ngelupain dan hilangin rasa sakit hati. Tapi tak semudah yg dibayangkan."
Setelah perjalanan memasuki kilometer ke 2, langit mendung segera menurunkan airnya, hujan rintik-rintik menghiasi kota Semarang. Jacob menepikan motornya dan membuka bagasi di jok motor, dia ingat bahwa dia selalu menyimpan satu jas hujan dan beberapa plastik hitam beserta satu pasang sandal jepit untuk jaga - jaga jika hari hujan tiba. Bukannya memakai jas hujan itu sendiri, Jacob memberikan jas hujannya kebawa Warni dan dengan sigap dia memasukkan telepon genggam, tas badminton, dan sepatu Warni kedalam plastik agar tidak basah terkena air hujan.
"Beib terus kamu gimana, kamu ada jas hujan lagi? Aku gak mau pakai klo kamu gak pakai, kan ini punyamu, masa kamu yang hujan - hujanan?" Warni menolak jas hujan tersebut, namun Jacob bersikeras untuk memberikan jas hujan itu.
"Kamu yang lebih membutuhkan, aku udah punya firasat, kamu sepertinya kali ini akan menang beib. Kamu gak boleh kehujanan. Ini pertandingan penting bagi karir kamu. Kalau aku, gampang nanti kalau kehujanan tinggal pulang ke rumah, bolos sekolah sehari tidak masalah."
Akhirnya Warni mau menerima jas hujan tersebut, dan mereka melanjutkan perjalanan ke Gor Jatidiri Semarang.