Pertemuan Takdir

1630 Kata
Napas Aletta terengah-engah, dadanya terasa berat, dan matanya terbelalak saat melihat Matthew setelah lima tahun. Kecantikannya pun tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. Aletta tertegun, bingung mencari alasan atas apa yang baru saja dilihatnya. Bertahun-tahun ia berusaha melarikan diri dari bayang-bayang Matthew, tetapi rasa sakit itu tetap mengikuti, meski ia berusaha menjauh. Aletta berharap Matthew tidak mengenalinya dan ia pun tidak ingin tahu apa yang terjadi selama lima tahun terakhir. Meski kecewa, ia memilih pergi menjauh untuk menghindari menyakiti orang lain. Kenangan tentang Matthew, yang penuh luka, masih terpatri dalam ingatannya. Meski berusaha melupakan, rasa sakit itu selalu mengikutinya, termasuk amarah terhadap keluarga Gualtiero yang telah merusak hidupnya. Di matanya, Matthew hanyalah pion dalam permainan takdir yang kejam. Henry Flavio, ayahnya, membawa dirinya untuk menjauh dari Matthew dan memberinya waktu menenangkan diri. Ia tahu, putrinya baru saja melahirkan dan membutuhkan ketenangan, jauh dari tekanan yang bisa memperburuk kondisinya. “Ikut bersama Daddy, Nak. Daddy tahu kau pasti sedang tidak baik-baik saja setelah mengetahui semuanya,” ucap Henry dengan nada penuh pertimbangan. Di balik kata-katanya, ada rasa sakit yang mendalam, ia merasakan beban yang ditanggung putrinya. Sedangkan Aletta, ia merasa terjebak, tapi ia sadar bahwa tinggal hanya akan terus melukai hatinya. Terjepit antara keluarga yang memisahkannya dan perasaan yang tak pernah reda. “Dan juga keluarga itu, Daddy belum bisa menerima apa yang mereka lakukan padamu.” “Tanpa sadar, mereka telah membuat Mommy-mu terbunuh secara perlahan ....” Aletta akhirnya menerima tawaran Henry untuk melindungi dirinya dan anaknya dari Matthew dan keluarganya, takut anaknya menjadi korban tindakan tidak bertanggung jawab Matthew. Selama lima tahun, ia berusaha melupakan segalanya, mengirim surat perpisahan yang diatur Henry, dan menghilang dari pandangan Matthew. Kini, ia merasa tak ada lagi ikatan antara dirinya dan Matthew. Aletta menyeka air matanya, kenangan itu kembali menghantui. Ia tidak ingin menangis. Namun, ketika memikirkan akhir hubungannya dengan Matthew, rasa sakit itu kembali mengisi hatinya. “Aletta ....” Namanya dipanggil, dan ia menoleh. Pria tinggi tegap itu memiliki wajah tampan, tak kalah dari Matthew, dengan suara berat dan serak yang khas. Ia adalah Geffrie Javier Saverio, berusia 32 tahun, putra sahabat Henry Flavio, Laiv Saverio. Javier menatap Aletta yang berdiri di depannya, matanya memerah, menyimpan perasaan yang tak terungkapkan. “Aletta, kau kenapa?” tanya Javier dengan nada khawatirnya. Aletta buru-buru menggeleng dan menarik sudut bibirnya. “Tidak, aku hanya mengira aku tersesat,” bohong Aletta. “Kenapa tidak memintaku untuk mengantarmu? Kau tidak perlu sungkan padaku ...,” ucap Javier yang kini justru merasa menjadi pria bodoh membiarkan Aletta pergi sendirian saat mencoba mencari toilet. “Kau sangat sibuk jadi aku berinisiatif mencari tanpa perlu merepotkan mu.” Dengan lembut, ia mengulurkan tangannya dan menyentuh puncak kepala Aletta. “It’s oke, kenapa kau harus berpikir seperti itu?” “Aku yang membawamu kemari, jadi aku harus bertanggung jawab padamu, apa pun yang terjadi.” Aletta hanya tersenyum saja mendengar perkataan Javier. Pria itu selalu saja bersikap sangat baik padanya, bahkan selama dirinya melanjutkan studi kembali Javier yang selalu menjaganya dan melindunginya. Aletta jadi berandai-andai jika kakaknya masih ada, mungkin sifatnya akan sama seperti Javier. Javier kemudian mempersilakan Aletta untuk berjalan lebih dulu kembali ke tempat semula. Namun bukankah pergi dari acara ini lebih bagus? Jadi Aletta memilih untuk mengajak Javier untuk hengkang dari acara ini. Ia tidak ingin berpotensi bertemu dengannya lagi. *** Sepanjang perjalanan, Matthew terdiam, mencerna segala yang baru saja ia lihat. Ia yakin, tanpa keraguan, bahwa itu adalah Aletta. Namun, saat berusaha mencarinya, ia tak menemukan jejaknya. Aku hanya meminum wine yang sama sekali tidak mempengaruhiku untuk mabuk. ucap batin Matthew saat ia mengira dirinya hanya lah halusinasi karena wine yang ia minum. Tapi tidak mungkin, ia sangat yakin bila itu adalah Aletta. “Robert, aku melihat istriku,” ucap Matthew dengan suara beratnya. Robert yang tengah mengemudi ia melirik tuannya melalui pantulan cermin. “Tuan, itu mungkin hanya efek minuman,” jawab Robert hati-hati, khawatir Matthew marah karena mengira ia mengalami halusinasi setelah minum alkohol. “Kau tahu, kadar alkohol rendah tidak akan membuatku mabuk.” Robert tahu hal itu, tetapi setelah tuannya sering berhalusinasi akibat konsumsi alkohol, ia mulai meragukan apa yang tuannya katakan. “Aku masih memiliki kesadaran penuh, jangan menganggap ku gila!” ucap Matthew saat ia melihat raut wajah Robert melalui cermin depan. “Maaf Tuan ...,” ucap Robert takut menyinggung Matthew. Sial! Kenapa Matthew jadi tidak percaya dengan apa yang ia lihat sendiri, mungkin kah ia benar halusinasi? “Kau harus mencari tahu tentangnya, aku yakin ia pasti Aletta.” “Baik Tuan ....” Matthew berharap dugaannya ini benar bila wanita yang ia lihat tadi benar adalah Aletta. “Aku merindukanmu Lett ...,” ucap Matthew kemudian menyalakan ponselnya dan melihat wallpaper nya di mana potret Aletta terpasang di sana dengan senyuman yang selalu Matthew rindukan. *** Aletta dengan penuh kesabaran mengusap lembut kepala putranya yang terlelap di ranjangnya, membangunkannya untuk bersiap pergi ke sekolah. Aletta tersenyum, ia tahu putranya sudah bangun, tetapi ia menggoda dengan menggelitik perutnya. Putranya pun tertawa geli, membuka kelopak matanya dan memperlihatkan bola mata berwarna biru, mirip dengan mata Matthew. Semua benar-benar mirip dengan Matthew, terkecuali bibirnya, dari semua yang ada di tubuh putranya yang mirip dengan Aletta hanya bibirnya saja. Terkadang, Aletta merasa seperti melihat Matthew dalam diri putranya. “Sudah Mommy ...,” ucap pria kecil itu dengan kekehan yang tak berhenti dan kini membuat perutnya merasakan sensasi tegang dan pegal. “Kenapa selalu berpura-pura masih tertidur jika Mommy membangunkanmu?” tanya Aletta dengan senyuman di bibirnya. Pria kecil itu pun merubah posisinya menjadi duduk, menyilangkan tangannya dan memanyunkan bibirnya. “Arthur tidak ingin sekolah,” ucap pria kecil itu. Arthur Enrique, putranya yang amat ia sayangi di dunia ini, permata hatinya yang tidak akan bisa di bayar dengan apa pun. Kini, di usia lima tahun, kecerdasannya semakin tampak, bersinar seperti bintang di langit malam. Anak itu bukan sekadar bocah lima tahun, melainkan seperti jiwa yang lebih dewasa, dengan cara berpikir yang melampaui usianya. “Kenapa mengatakan itu?” “Grandpa mengatakan, Arthur akan mendapatkan hadiah darinya karena telah mendapatkan bintang yang sangat banyak di sekolah.” “Tapi Grandpa melupakan itu.” "It's oke Sayang, sebagai gantinya, Arthur boleh memeluk Mommy selama lima menit, bagaimana?" ucap Aletta, karena ia tahu putranya ini sangat menyukai dekapannya. Hal yang tidak bisa Arthur tolak, ia langsung memeluk tubuh Aletta dengan sangat erat. *** Seperti biasa, setelah mengantar putranya ke sekolah, Aletta menuju perusahaan miliknya, Almeré Luxe, sebuah bisnis kosmetik yang ia bangun sendiri tanpa melibatkan keluarga Flavio. Meskipun sempat mendukung perusahaan keluarga Flavio, Aletta lebih fokus pada bisnisnya untuk mengalihkan pikirannya dari Matthew. Seperti saat ini di meja Aletta penuh dengan berkas yang sedang ia periksa. Saat ia tengah fokus, ketukan pintu membuyarkan konsentrasinya. Rupanya itu adalah Javier pria tampan itu datang ke kantornya tidak seperti biasanya, bahkan ini belum waktunya makan siang tapi ia sudah datang kemari. “Kau pasti sedang memeriksa kelayakan bahan produkmu, ya?” ujar Javier sambil menyeringai tipis, mengenali kebiasaan Aletta. Itu memang salah satunya, Javier selalu menjadi pemerhatinya. “Kau kenapa kemari?” tanya Aletta dengan pandangan yang fokus kepada berkas-berkasnya. Javier tersenyum kecil sebelum menjawab, “Anak cabang perusahaanmu sudah bisa diresmikan,” lanjut Javier dengan senyum yang masih bertengger di bibirnya. Aletta menaikkan pandangannya dan menatap Javier. “Aku sudah mengecek keseluruhan bangunan dan semua interior. Semuanya siap,” jawab Javier, nada bicaranya tegas, memastikan tak ada ruang untuk keraguan. Aletta tidak salah mendengar? Javier sedang tidak bercanda padanya kan? Aletta tersenyum lebar kepada Javier, ketika pria yang kini menjabat sebagai kepala kontruksi cabang sekaligus pemimpin Castle Stone Company, yang secara khusus Javier yang menangani perusahaan Aletta memberikan senyuman padanya. “Kalau kau ingin melihatnya, aku bisa menemanimu. Hal yang tidak akan Aletta tolak, ia sangat ingin melihatnya. *** Matthew memejamkan matanya sembari bersandar pada kursi kerja miliknya. Tentu dengan otak yang bertanya-tanya Mengenai seseorang di malam itu Selama dua hari pula tidur Matthew kembali tidak teratur, terutama saat ia meminta Robert untuk mencari siapa orang yang datang pada acara tersebut. Matthew membuka matanya dan menatap potret Aletta yang cantik di atas meja kerjanya. Ia mengambil bingkai itu, mengusap wajah Aletta di dalamnya. Ia berharap bila itu benar-benar Aletta. Bukankah itu artinya, penantiannya selama ini tidak sia-sia? Di saat ia sedang asyik menatap wajah istrinya, ketukan pada pintunya pun terdengar dan muncul Robert dibaliknya. “Aku sudah mengatakan kalau kau belum bisa menemukan Aletta, jangan muncul di hadapanku,” peringat Matthew pada Robert yang datang dengan membawa map cokelat yang ia duga map yang berisikan rapat. Robert yang sudah berada di ruangan meletakkan map tersebut. “Setelah kami berhasil mencari data daftar tamu dan memperlihatkan foto Nyonya kepada mereka, ternyata benar Nyonya berada di sana, tapi datang sebagai pemilik nama Mirriam.” Matthew menegakkan tubuhnya saat mendengar informasi tersebut, terlebih saat Robert menyebutkan nama Mirriam. Tidak salah, bila itu adalah Aletta. Matthew mengambil map cokelat tersebut. Dengan jelas nama Aletta tercatat di sana sebagai pasangan dari Geffrie Javier Saverio. Pasangan? ucap batin Matthew seakan tak percaya dengan tulisan tersebut. Matthew menatap Robert. “Benar Tuan, pria pemilik nama tersebut menjadi pasangan dari, Nyonya ...,” ucap Robert dengan semakin melambat di akhir kata saat membenarkan bila wanita yang tuannya itu lihat adalah Aletta, istrinya. Matthew tertawa pelan kemudian meremas kertas tersebut dan membuangnya asal. “Cari siapa pria itu dan juga cari di mana keberadaan Aletta saat ini.” “Apa pun yang berkaitan dengannya, kau harus mencarinya,” jelas Matthew. Dengan sigap Robert segera keluar dari ruangan Matthew. Matthew menarik sudut bibirnya hingga memperlihatkan smirk tipisnya. Jadi selama ini Aletta menggunakan nama Mirriam untuk menghilangkan jejak darinya? Dan juga pria itu, berani sekali ia membawa istrinya ke acara itu dan menjadikannya pasangan! “b******k! Ia istriku!” gumam Matthew tak terima.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN