bc

HITOMI

book_age18+
1
IKUTI
1K
BACA
goodgirl
powerful
drama
sweet
city
friends
like
intro-logo
Uraian

Aku Hitomi, gadis jepang yang sedang mencari pelabuhan hati. Mungkin kah Yusuf pria asal Indonesia itu menjadi labuhan terakhirku. Bersamanya hariku menjadi lebih berwarna, meski kami terlahir dari dunia yang berbeda.

chap-preview
Pratinjau gratis
BAB 1. Awal Pertemuan
Shinjuku, Tokyo. ‘Kadang aku merasa lelah dan ingin menyerah dalam hidup, walau pada kenyataannya belum banyak yang benar-benar kulakukan.’ Thermae Ichiyu, menjadi lebih ramai sejak menjelang musim dingin. Pemandian air panas ini memasang tarif lebih mahal di hari libur, dan aku selalu saja terpikir untuk datang saat tarifnya sedang mahal. Pemandian air panas adalah salah satu bagian dari surga, menurutku begitu karena betapa aku merasa nyaman berendam lama-lama di dalamnya. Rasa penat, nyeri, semua melebur. Bahkan kadang, saat hatiku terasa sakit, aku bisa melupakan sakitnya sebentar. Langkahku terhenti di depan gedung, selepas mandi air panas dan berpikir akan pulang. Sudah cukup tengah malam walau aku merasa enggan untuk kembali ke rumah. Tak jauh dari tempatku berdiri, terlihat seseorang sedang melangkah mendekat. Jaketnya tidak terlalu tebal, wajahnya terlihat mulai kepayahan dan pasti dia sangat kedinginan. Mungkin dia orang asing yang baru datang ke kota ini, melihat tangannya yang menarik satu koper besar. Juga ditambah ransel ukuran sedang di punggungnya. Dengan badan lebih berisi ketimbang pria lokal walau tidak terlalu tinggi, beban seperti itu mungkin tak terlalu berat untuknya. Aku memasukkan kedua telapak tangan ke saku-saku jaket, mengalihkan pandangan dari orang itu. Thermae Ichiyu akan buka hingga besok pagi, jalanan daerah ini jadi tidak pernah sepi. “Konbanwa ...?” Ya ampun, sebentar saja kualihkan pandangan ternyata orang itu telah berada di dekatku. Wajahnya menjadi semakin jelas dan mulai membuatku gugup. Dia tersenyum, senyuman yang ibarat gula dalam kopi cappucino. Terlihat sangat ramah dan manis. “Konbanwa,” kujawab sapaan selamat malamnya. “Maaf, boleh kah saya bertanya?” Aku sangat bersyukur ternyata orang asing ini tidak mengajakku bicara dengan bahasa Inggris, hal yang membuatku kadang terpaksa bersikap cuek setiap bertemu orang baru. “Ada apa, ya?” tanyaku dengan ramah. Seramah caranya bicara dan tersenyum padaku. “Saya baru datang ke kota ini, saya sangat lelah dan ingin beristirahat sebentar. Apa di daerah sini ada tempat menginap yang murah?” “Ah, tempat murah? Kenapa tidak beristirahat di tempat ini saja dulu?” “Tempat ini?” Aku menunjuk ke gedung yang baru saja kudatangi, tempat langgananku membuang stres. Orang ini pun sepertinya masih tidak yakin untuk mengikuti saranku. “Ya, Thermae Ichiyu. Tempat ini buka sampai besok pagi. Kau bisa beristirahat, makan, sauna, juga berendam air panas,” jelasku. “Hem, fasilitas lengkap biasanya mahal,” gumamnya. “Aku member di sini, kalau kau mau akan kubantu. Berikan saja uangmu, dan aku akan mengurusnya.” “Begitu?” “Ya. Kalau tidak mau ya sudah, aku harus segera pulang.” “Ah, baik lah.” Aku tidak pernah menjadi pendamping turis, dan malam ini Tuhan membuatku bisa sedikit merasakannya. Orang asing itu memberiku sejumlah uang, lalu aku membantunya untuk bisa mendapat ruang istirahat dengan harga member, sedikit potongan harga yang akan membuatnya bisa tidur nyenyak tanpa harus merasa kedinginan di luar. Kamar kecil dengan sebuah kasur lipat, tempat paling murah yang sebelumnya juga belum pernah kulihat. Pria itu langsung meletakkan barang-barangnya walau terlihat masih kebingungan. “Terima kasih telah membantuku,” ucapnya. “Ya, aku senang bisa membantu,” sahutku. “Hemm, oh iya. Kita belum berkenalan, namaku Ahmad Yusuf.” “Haa, Amado usuf?” “Ahmad Yusuf, panggil saja Yusuf.” “Haaa, Yusuf. Aku Hitomi, Hitomi Chan.” “Baik lah, senang berkenalan denganmu.” “Ya, senang berkenalan denganmu. Apa ada hal lain yang harus kubantu?” “Ah, tidak. Aku rasa aku akan segera pergi tidur untuk bersiap melanjutkan perjalanan besok.” “Hemm, ya. Baik lah. Kalau begitu aku akan pergi sekarang.” “Baik lah, terima kasih.” “Ya, Sayonara.” “Sayonara.” Bisa berbuat baik pada orang lain, memang membuat hati merasa bahagia. Ya, setidaknya malam ini aku tidak mengakhiri hari dengan sia-sia. Aku segera berjalan meninggalkan kawasan Thermae Ichiyu, kembali ke rumah meski rasanya malas sekali melangkah. Pria bernama Ahmad Yusuf itu, aku lupa bertanya dari mana asalnya. Dia sudah pandai bahasa Jepang, sepertinya dia belajar bahasa dulu sebelum tiba ke negeri ini. Dari keramahannya, aku rasa dia orang asing yang baik dan berpendidikan. Alangkah menyenangkan kalau aku bisa berkeliling dunia, mengunjungi satu negara ke negara lainnya. Untuk itu aku tentu harus menjadi orang kaya lebih dulu, lalu menghamburkan uang-uangku. Jaketku sudah sangat tebal, hawa dingin masih saja terasa kian menusuk tulang. Jalanan menuju rumah telah menjadi sepi, orang-orang pasti telah tenggelam dalam mimpi mereka. Kupandangi langit, gelap tanpa hiasan bintang-bintang. Lalu kurasakan rintik-rintik beku mulai berjatuhan, mengenai kulit wajahku. Akhir tahun yang terasa sama saja, dan aku masih menjadi Hitomi yang sama. Masih cantik, semakin dewasa dan entah kapan akan menjadi kaya raya. . Tanpa ketukan pintu dan ucapan selamat datang, aku berjalan langsung masuk ke kamar. Ibu pasti sudah tidur di kamarnya. Sopan santun di rumah ini serasa makin memudar setiap harinya. Seiring waktu membuat semuanya tampak kusam, dan sepi seolah hanya sedang menunggu mati. Aku merasa bebas ketika melepas semua perlengkapan untuk bertarung melawan rasa dingin di luar. Masuk ke dalam selimutku dan memulai untuk kembali mengingat apa saja yang telah terjadi seharian ini. Hal yang biasa aku lakukan untuk mengundang kantuk. Ahmad Yusuf, bisakah dia tidur nyenyak di tempat istirahatnya malam ini? Tempat itu masih ramai kunjungan ketika kutinggal, apa lagi di tempat saunanya. Semoga aku tidak salah memberinya saran untuk beristirahat di tempat itu. Brak! Terdengar suara berisik di luar, kaki seseorang mungkin menabrak sesuatu karena lampu-lampu telah mati. Rasa kantuk membuatku tak ingin beranjak untuk memeriksa, akan tetapi suara berisik makin terdengar saja. “Kau, kau pulang?” Sekarang aku bisa mendengar suara Ibu, lalu tak lama kudengar juga suara sahutan dari yang sudah bisa kuduga siapa dia. “Ya, aku pulang! Kenapa? Kau tidak suka?” “Ayah Hitomi, perhatikan langkah kakimu atau kau akan membangunkan semua orang.” “Apa peduliku, biarkan saja!” “Kau membuat jatuh barang-barang, seolah kau yang berjuang mendapatkan semuanya!” “Kau ini berisik sekali. Pergi sana!” “Jangan tidur di depan pintu Hitomi, atau dia akan menginjakmu.” “Injak saja kalau berani! Anak tidak tahu balas budi itu!” “Pelankan suaramu, tunggu aku membawakanmu selimut.” “Aku tidak butuh! Pergi sana!” Malam yang kupikir akan berakhir menyenangkan, nyatanya malah semakin membuatku merasa bosan hidup. Suami Ibu itu, entah apa yang membawanya pulang malam ini. Sudah lama aku tak mendengar mereka mengobrol, lebih tepatnya membuat keributan. Aku memilih untuk menutup telinga dengan bantal, lalu hanyut bersama kantuk yang makin tak tertahan.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.9K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook