BAB I

1032 Kata
Hana...Hana berarti bunga. Segala kecantikan, keanggunan dan yang teristimewa. Albert Franklin, seorang milyuner dari keluarga bangsawan. Anak semata wayang dari Hans Franklin dan Lilian Franklin. Diusia muda dia sudah menyelesaikan pendidikan S2 Economics for Development. Berperawakan tinggi, sedikit janggut tumbuh pada wajah tampannya, rambut hitam ikal menambah kesan sexy saat pertama kali melihatnya. Tidak ada yang tidak mengenal Albert, semua gadis tergila-gila padanya. Tepatnya mereka tergila-gila dengan kekayaannya karena diusia 28 tahun pria ini masih melajang. Walaupun dari keluarga kaya raya tapi dia tidak pernah mengambil jalan pintas, semua harus diraih dengan kerja keras dan ketekunan, begitu prinsip mereka turun temurun. Franklin mempunyai beberapa bisnis yang merambah di beberapa sektor penting seperti perhotelan, mall, resto, rumah sakit, perbankan dan pariwisata, yang dibuka di beberapa negara besar. Sejak sekembalinya dari Inggris, dia mengajar sebagai dosen dengan mata kuliah ekonomi. Pagi itu adalah pagi seperti biasa. Perkuliahan dimulai untuk angkatan baru, setelah masa pengenalan lingkungan universitas selesai. Hari itu adalah saatnya Albert mengajar untuk angkatan semester awal. Albert sudah tahunan mengajar di universitas itu. Sudah bisa dipastikan, mahasiswi baru yang melihat Albert mengajar mulai salah tingkah. Dari senyum manis sampai ber make up kilat di ruang kelas. "Well...selalu sama di setiap semester. Mungkin memang benar kata orang, masa perkuliahan adalah tahap awal menjalin hubungan. Tapi sampai sekarang aku belum punya pasangan. Padahal ayah dan ibu sudah tua. Mereka menginginkan penerus keluarga. Sebenarnya bukan aku tidak tahu mana wanita cantik, tapi harus ada sesuatu yang lebih dari sekedar kecantikan di luar.", batin Albert. "Baiklah, selesai untuk hari ini. Kerjakan tugas yang sudah saya berikan, batas waktu sampai minggu depan. Pastikan kalian memberi penjelasan secara detail. Terima kasih." Albert mengakhiri kelas paginya. Saat akan keluar dari ruang kelas tiba- tiba seorang mahasiswi memanggil sambil berlari ke arah Albert. "Pak, saya ingin bertanya. Saya tidak begitu faham dengan tugas tadi, kalau begitu bisa saya minta nomor hp bapak? Jadi saya bisa berdiskusi jika saya menemukan kesulitan." "Siapa namamu?" Sambil tersenyum manis dan memainkan rambutnya dia menjawab, "Saya Cindy pak." "Cindy...saya akan ingat namamu agar minggu depan kamu yang pertama kali mempresentasikan tugasmu. Selamat pagi." Albert langsung melangkah pergi. Satu lagi gadis yang menggunakan trik usang untuk mendekati Albert. Di ruang dosen Albert beristirahat. Setelah 2 jam mengajar masih ada 15 menit untuk kelas berikutnya. "Selamat pagi Pak Albert, sudah selesai mengajar?", sapa dosen senior Ruang dosen itu terdapat banyak meja dan kursi yang berjejer dan dipisah dengan sekat setinggi d**a. "Sudah Pak Alex. Saya sedang menunggu kelas berikutnya." "Bagaimana mahasiswa baru?" Sambil tersenyum ramah Albert menjawab, " Seperti biasa selalu sama setiap tahunnya Pak, tidak ada yang spesial." Albert beranjak menuju meja kecil untuk membuat segelas kopi paginya yang terlambat beberapa jam. "Sudah seharusnya anda berhenti mengajar dan memegang bisnis keluarga. Carilah pasangan dan menikah. Maaf bukan maksud saya tidak sopan." Dosen tua itu menggaruk-garuk pelipisnya tanda kegugupan karena tanpa sengaja dia sudah ikut campur dalam kehidupan pribadi orang lain. "Saya mengerti maksud baik bapak." Kuliah berikutnya akan dimulai. Kelas siang ini ada di ruangan di lantai 3. Albert menekan tombol lift ke lantai bawah saat secara bersamaan seorang gadis ikut menekan tombol juga. Tangan mereka tidak sengaja bersentuhan. Albert langsung melihat kearah gadis itu. "Mahasiswi..." "Maaf pak", jawab mahasiswi tersebut sambil tersenyum dan sedikit membungkukan badannya. Pintu lift terbuka dan mereka berdua masuk ke dalam lift. Hanya berdua. Albert memilih berdiri di belakang saat mahasiswi itu bertanya, "Ke lantai berapa pak?" "3." Albert sekilas melihat mahasiswi itu. "Setelah tombol 3 ditekan, dia tidak menekan tombol lain. Berarti satu lantai denganku. Pakaiannya sederhana tapi berkelas. Emmm...harum...wangi parfumnya enak. Sepasang kaki yang indah. Apa yang aku pikirkan? Terlalu lama sendiri. Memang benar kata Pak Alex, aku harus mencari pasangan. Tapi gadis ini terlihat sempurna...siapa dia?" Albert mengalihkan pandanganya untuk menormalkan pikiran tidak sopan yang tiba-tiba timbul. Pintu lift terbuka dan kedua insan itu berjalan beriringan. "Kenapa dia mengikutiku? Apa mahasiswi di kelas ini?" Albert memasuki ruang kelas diikuti gadis itu. Dia duduk paling depan karena bangku belakang selalu penuh. Ciri khas mahasiswa...duduk paling belakang agar bisa lolos dari pengawasan dosen dan alhasih bangku depan hanya diisi oleh mereka yang berniat kuliah saja. Atau mereka yang cari perhatian. Selama pelajaran berlangsung gadis itu terlihat memperhatikan pengajaran Albert dengan seksama sambil mencatat dan membolak balik lembar buku. Entah mengapa dimata Albert gadis itu berbeda dengan semua wanita yang pernah dia temui. Tentu kecuali ibunya yang merupakan wanita cantik dan bermartabat walau usianya kini sudah senja. "Baiklah saya sudah selesai. Selamat siang." Albert mengakhiri kelas terakhirnya. Gadis itu merapikan buku-bukunya dan langsung beranjak pergi. Bahkan dia tidak melihat ke arah Albert saat berjalan melewati dosen muda itu yang juga bersiap keluar kelas. Albert menjadi penasaran, dia tidak mencari perhatian seperti wanita lainnya. Di ruangan dosen, Albert memeriksa daftar absen kelas siang itu dan menemukan namanya, Abigail Valerin. "Valerin dari keluarga pemilik stasiun televisi terbesar di negara ini?" tebak Albert. Dengan gawainya Albert mencari di internet dan menemukan profil Abigail beserta dengan fotonya. Benar dugaan Albert, gadis itu anak satu-satunya dari Harry Valerin. Di setiap fotonya Abigail hanya tersenyum tipis dengan dandanan natural. Pantas saja gadis itu tidak tertarik dengan Albert, dia juga dari keluarga kaya raya dan terkenal. "Kenapa aku menyelidiki latar belakangnya? Apa yang aku pikirkan? Aku tidak tertarik padanya bukan? Dia terasa berbeda. Ini aneh, aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Apa mungkin karena tangan kami bersentuhan sesaat, tapi itu tentu alasan yang kekanak-kanakan?" Sambil berjalan ke arah parkiran mobil Albert terus memikirkan gadis cantik yang membuat hatinya tergerak. Saat akan membuka pintu mobilnya, mata Albert menangkap sosok Abigail dari kejauhan. Dia sedang menghubungi seseorang dan tidak lama kemudian datang 2 mobil sedan. Yang satu berisi 2 pria berbadan besar yang menyambut dan memberi hormat padanya dan 1 mobil silver. Dari mobil itu keluarlah pria yang terlihat seumur dengan Abigail. Mereka terlihat tertawa dan Abigail masuk ke dalam mobil silver itu lalu mereka melaju diikuti mobil hitam dengan orang-orang tinggi besar seperti bodyguard. "Sudah punya pasangan sepertinya. Tentu saja, dia cantik dan masih sangat muda. Pasti banyak pria yang ingin menjadi kekasihnya. Mengapa terdengar menyedihkan?" sambil melajukan mobilnya Albert berkali-kali menghela nafas. Timbul rasa sesal karena terlambat melangkah, gadisnya sudah memiliki pasangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN