Bab-31

1166 Kata
Setelah makan bersama, Jesslyn merapikan kembali meja makannya. Anggap saja dia lagi berperan untuk living together yang tidak seharusnya. Tapi mengusir satu pria dewasa ini, harus menggunakan taktik. Tidak bisa main usir aja tapi masih terus berada disekitarnya. Duduk di depan sofa, Jesslyn mulai menyalakan televisi. Wanita itu mencoba untuk fokus pada sinetron yang dia lihat. Tapi nyatanya kupingnya terlalu tajam mendengar obrolan mereka yang tak berujung. Dimana Christian yang mencari jalan untuk bisa berbicara dengan ibunya dengan kepala dingin. Dan Noah yang mulai memunculkan ide gilanya untuk mendukung Christian. “Tapi gue selalu ngerasa aneh sama Hanna.” ucap Christian yang membuat Jesslyn tertarik untuk mendengarnya. Noah diam, mengerutkan keningnya seolah paham apa yang dipikirkan oleh Christian. Bahkan dengan menatapnya saja Noah sudah tahu jika semua ini jauh dari kata sengaja. Rasanya tidak mungkin, dan mungkin saja hal itu lah yang membuat Jesslyn pergi dari rumah sakit karena tidak mau melihat Hanna dan juga Christian bersama. Jesslyn jengkel dibuatnya, obrolan mereka menggantung dan hal itu membuat Jesslyn penasaran. Tapi melihat bayangan mereka yang berjalan ke arah Jesslyn, wanita itu merubah posisi duduknya, dan menyakinkan mereka jika Jesslyn tidak menguping obrolan mereka. Sampai akhirnya Christian dan Noah datang dan duduk disamping Jesslyn. “Lo boleh pulang, gue mau disini aja dulu.” Kata Christian sedikit mengusir Noah. Pria itu mendengus, memainkan kunci mobilnya dan menggeleng. “Gue takut, kalau gue pergi Lo berdua bisa beli pengaman.” Christian tertawa lebar, tawanya menjengkelkan hingga Jesslyn mencubitnya dengan gemas. “Ngapain harus pake pengaman. Gue bisa polosan dan ngasih Lo keponakan yang lucu.” “Yaudah kalau gitu gas sampai mentok, sampai Lo bener-bener nggak bisa nyentuh siapapun kecuali sama dia.” Christian berdecak kesal. “Tunggu aba-aba, gue sih udah siap. Nggak tau kalau dia. Sayang aja rasanya kalau cuma buat kencing doang.” “Sumpah ya … obrolan kalian itu ganggu telinga gue banget. Gue masih suci ya, dan gue ogah ngasih Lo keponakan lucu!!” Seru Jesslyn kesal. Noah dan Christian pun tertawa terbahak mendengar hal itu, lalu menatap Jesslyn yang masih menunjukkan wajah kesalnya. Bagaimana tidak kesal jika pembahasan mereka mengarah ke arah yang tidak seharusnya. Kenapa sih harus dibahas juga kan bisa bahas yang lain. Pergi dari mereka, Jesslyn memilih untuk masuk ke kamar mengambil ponselnya dan melihat pesan masuk dari Elina dan juga Rhea. Mereka pada bingung kenapa hari Jesslyn tak kembali ke kantor setelah menarik paksa Christian. Belum lagi berita pagi ini benar-benar membuat gong perusahaan. Yang dimana Jesslyn dianggap merebut Christian dari Hanna. Ingin rasanya Jesslyn berteriak asal Lo tau semua yaaa, sebelum Tian sama Hanna iau udah lebih dulu sama gue. Nggak tau ya gue diminta tunggu malah dikhianati. Harusnya yang sakit hati itu Jesslyn, dan yang jadi pelakor itu Hanna kenapa juga harus Jesslyn yang disalahkan. Sangat-sangat menyebalkan. Ketukan pintu kamar membuat atensi Jesslyn teralihkan dari ponselnya. Dia menatap pintu itu dengan nanar, detik berikutnya dia bangkit dari rebahannya dan menuju kamar. Disana ada Christian yang menunjukkan wajah lelahnya, seolah dia harus istirahat tepat waktu tapi Jesslyn melarang. “Ngapain? Noah mana?” Tanya Jesslyn celingukan. “Nggak perlu nyari yang nggak ada.” Christian nyelonong masuk tanpa permisi. Lalu melepas pakaian yang dia pakai. “Malam ini gue tidur sini.” Mata Jesslyn membulat. “Yang bener aja ya. Gue nggak mau digerebek pak RT cuma karena lo tidur di kamar gue Tian.” “Bagus. Itu momen yang gue tunggu, kalau perlu gue panggil ada seh pak RT nya sekalian bawa penghilu ke sini dan nikahin gue.” Jesslyn mendengus. “Dasar sinting!!” *** Suasana kantor siang itu cukup ramai, suara ketikan keyboard bercampur obrolan kecil. Jesslyn baru saja duduk dengan wajah kusut, bekas lelah semalaman jelas masih menempel. Belum sempat menyalakan komputernya, Rhea sudah melangkah mendekat sambil menaruh map di meja Jesslyn. “Eh, Jes … lo tahu nggak barusan siapa yang nyariin lo di lantai bawah?” ucap Rhea yang baru saja datang dan duduk disamping Jesslyn. Jesslyn mengerutkan alis, setengah malas. “Kalau bukan bos, ya debt collector kali.” jawabnya asal, lebih tepatnya dia tidak peduli siapa yang mencarinya sekarang. Dia hanya ingin tidur nyenyak, karena sejak semalam Jesslyn tidak bisa tidur enak. Bagaimana tidak, tangan Christian terus memeluknya. Jantung Jesslyn berdebar kencang takut jika ada orang yang mengintip meskipun tidak mungkin. Atau mungkin ada orang yang tiba-tiba saja datang berserta pak RT ke rumah dan melihat Christian ada di rumah. Apa gak malah menambah masalah, belum lagi kenapa ibunya lama sekali pergi ke Jogja. Yang dimana hal ini bisa dimanfaatkan oleh Christian untuk living together bersama dengan Jesslyn. Dan entah kenapa pikiran Jesslyn tidak tenang. Tangan kekar itu, otot bisep itu, deru nafas yang hangat membuat pikiran Jesslyn melayang. Bukan takut di unboxing oleh Christian yang ada Jesslyn yakin dirinya lah yang meng unboxing Christian disini. Bayangin aja laki sama perempuan satu tempat tidur mau ngapain? Nggak mungkin kalau cuma napas sambil liat-liatan doang kan? Rhea melipat tangan di d**a, senyum jahil. “Salah. Sabian yang nyariin lo.” Jesslyn langsung menoleh cepat, matanya refleks membulat. Rhea makin nyengir, jelas menikmati reaksinya. Lagian untuk apa Sabian mencarinya? Bukan sesuatu yang diharuskan kan? Lagian dia bisa mengirim pesan atau mungkin menelepon Jesslyn jika hal itu penting. Jesslyn.berusaha santai, meneguk air minum. “Ngapain dia nyariin gue?” “Ya mana gue tahu dia nyariin lo kenapa. Lagian ya kemarin Lo pergi gitu aja dari kantor bikin heboh lagi. Jelas lah Sabian nyariin lo.” Jesslyn pura-pura sibuk membuka laptopnya, tapi wajahnya justru makin jelas menunjukkan rasa bersalah. Seharusnya kemarin waktu galau dia balik kerja, minimal gajinya tidak dipotong karena bolos. Rhea mencondongkan badan dan berbisik. “Lo kemana sih kemarin? Jangan bilang gosip yang gue denger itu bener—lo yang bawa paksa Tian pergi dari ruang rapat.” Jesslyn berdesis, “Gue memang bawa dia keluar dari ruang rapat, tapi nggak maksa juga sih.” “Terus?” Rhea menyelidik, matanya mulai menyipit dan menunggu ucapannya kali ini. “Tangan Tian luka, Noah yang telepon gue minta gue ke ruang rapat. Yaudah gue datang kesana, dan liat kejadian itu. Niat mau ngobatin sendiri, tapi karena ada kaca yang nancep ditangannya gue bawa dia ke rumah sakit.” Jelas Jesslyn pada akhirnya, minimal setelah ini tidak ada lagi gosip miring tentang dirinya yang menyeret paksa Christian dari ruang rapat. Rhea mengangguk kecil. “Habis dari rumah sakit kemana lo? Kenapa gak balik kantor? Check in Lo sama Tian?” Mata Jesslyn membulat seketika, tangannya reflek memukul lengan Rhea dengan gemas. “Mbak suara Lo kecilin gak? Gue gak check in tapi gue pulang ke rumah, terus disusul sama Tian!! Puas lo Mbak!! Jesslyn menutup wajah dengan tangan, menahan kesal sekaligus malu. Rhea menepuk pundaknya sambil ngakak pelan. Memang yaa … kalau cintanya lebih besar dari laki-laki itu indah. “Pantes aja Sabian nyariin. Taunya lagi sama adek Tian ya.” Goda Rhea dan terkekeh. Jesslyn berbisik pelan, lebih ke diri sendiri. “Ya Tuhan, kenapa hidup gue ribet banget…” ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN