Kedia mata Lova membola dan menatap tajam ke arah asal suara. Ternyata sang Papa sudah berdiri tepat di depannya. Hanya terpaut beberapa jengkal saja.
"Kamu sedang apa begitu? Lagi bertapa?" tanya Candra pada putri semata wayangnya.
"Eung ... Baru anu Pa. Baru pulang ..." jawab Lova tergagap.
Candra melihat ke arah depan melalui celah jendela yang tidak tertutup tirai. Ada sebuah mobil sport hitam parkir di depan rumahnya. Mesin mobil itu menyala tetapi tidak dilajukan hanay diam saja dengan mesin penghalau hujan bergerak di kaca untuk membuat kaca itu tetap terlihat jernih.
"Itu siapa?" tanya Candra dnegan suara mengintimidasi.
Lova melirik dan menoleh ke arah luar. Sh1t, batinnya di dalam hati. Kenapa Pak Rey masih di depan sih. Ini sih bisa menimbulkan kecurigaan Papa.
Lova menggigit bibir bawahnya dan tak berani kembali menatap sang Papa yang masih menunggu jawabannya.
"Itu siapa Lova? Kamu pikir, Papa gak lihat, kamu turun dari mobil itu?" ucap Candra denagn suara semakin meninggi.
"I -itu anu Pa ... " Lova tergagap. Ia tidak bisa menjelaskan siapa orang yang ada di dalam mobil itu.
"Itu bukan Cakra kan? Papa yakin dia pasti bukan Cakra. Suruh turun dan kenalkan pada Papa. cepat Lova!" titah Candra dengan suara yang amat keras.
Uhh ... Dad4 Lova rasanya bergemuruh tak karuan. Lova pikir, Papanya belum pulang kerja. Makanya ia minta pulang sebelum jam tujuh malam. Ternayta Lova salah. Papanya malah sudah pulang dan lihat, Papanya memakai pakaian yang sangat kasual sekali. Celana pendek dengan kaos putih kesukaannya.
"Panggil dia suruh masuk. Cepat Lova. Kalau tidak kamu bawa masuk, uang jajan kamu bulan depan tidak akan papa kasih," ancam Candra yang langsung masuk ke dalam.
Lova masih menggigit bibir bawahnay. Ia tidak mungkin membawa Pak Rey masuk ke dalam rumahnay dan berkenalan dengan sang Papa. Nanti, dikiranya, Lova punya pacar om -om lagi.
"Pusing!" umpat Lova kesal.
Ia terpaksa membuka kembali pintu depan dan berjalan keluar rumah. Rey masih berada disana sambil menatap ke arah rumah Lova.
Entah memiliki ikatan batin apa. Rey memang tidak ingin segera pergi. Ia sedang mencari cara untuk berpur a-pura bertamu ke rumah LOva. Pokoknya Rey ingin seklai ke rumah Lova malam ini.
Tok ... Tok ... Tok ...
Lova mengetuk pintu mobil Rey yang masih diam d depan pagar rumahnya.
Rey pun kaget. Ia tidak menyangka Lova kembali dan mengetuk kaca mobilnya. Rey menurunkan kaca mobilnya dan bertanya pada Lova.
"Ada apa?" tanya Rey pada Lova.
"Disuruh masuk dulu," jawab Lova dengan malas.
"Masuk? Sama siapa?" tanya Rey mengulum sneyum.
"Papa. Udah cepet masuk Pak. Lova gak mau diomelin sama Papa," titah Lova yang langsung berbalik.
Rey mengangguk senang. Rasanya ia bahagia sekali mendapatkan kesempatan emas ini. Batin Rey, kalau memang Lova ini adalah jodohnya, itu tidak masalah.
Memang menjadikan Lova sebagai pacar pura -pura bukan ide yang buruk. Insiden beberapa bulan lalu ternyata ada hikmahnya juga.
Rey segera mematikan mesin mobilnya dan membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam halaman rumah Lova menuju teras.
Lova berhenti di anak tangga teras rumahnya dan berbalik membuat tubuhnya dan tubuh Rey saling menabrak.
"Duh! Bapak kenapa jalan gak liat -liat sih," ucap Lova kesal. Lova mengusap keningnya yang mengenai dad4 Rey. Dad4 itu begitu keras seperti beton. Kokoh sekali.
"Kamu kenapa tiba -tiba berhenti dan berbalik," ucap Rey tak mau kalah.
"Lova cuma mau bilang. Kalau nanti Papa tanya. Hubungan kita cuma dosen dan mahasiswi. Gak usah cerita soal pacar pura -pura itu," jelas Lova mengancam.
"Hmmm ... Saya tidak biasa berbohong Lova. Saya bakal katakan yang sejujurnya," jelas Rey datar.
"Pak! Jangan bikin Lova kesel dan emosi ya," jelas Lova marah.
"Iya Lova sayang. Gak akan," jawab Rey terkekeh.
"Pak! Lova serius ini," ucap Lova sedikit panik.
"Iya saya serius sama kamu, pacar imutku," ucap Rey semakin menjadi -jadi menggoda Lova.
"Hah! Gak usah macem -maecm, awas aja," ancam Lova lagi.
Belum sempat menjawab pernyataan Lova tadi. Candra sudah keluar dari rumahnya dan menyapa Rey.
"Hei anak muda. Ngapain kalian kayak anak ayam berduaan disitu saja. Sudah tahu dingin malah berdiri disitu. Ayo masuk, temani om mai catur," ucap Candra pada Rey.
"Siap Om," jawab Rey penuh semangat.
Kebetulan seklai, Rey sangat suka main catur. Ini pasti akan menjadi permainan yang sangat seru sekali. Sudah lama sekali, Rey tidak punya lawan main catur. Dan sudah lama, ia tidak mengasah otaknya lagi untuk bermain catur karena kesibukannya.
Lova melirik sinis ke arah Rey. Lalu menatap lekat ke arah dua bola mata Candra.
"Papa ... Pak Rey ini mau pulang lho. Pacarnya nungguin dirumah. Nanti Papa dijudesin sama pacarnya. Gimana hayoo ..." Lova mencoba mengalihkan pembicaraan agar sang Papa kembali mengusir Rey.
Candra malah memegang dagu putri kesayangannya itu dengan gemas.
"Pacarnya dirumah kan? Nah pacarmu itu biar main catur sama Papa. Masa main sama Papa aja gak boleh sih Lova," ucap Candra menggerutu.
Rey pun angkat bicara, "Saya akan temani Om sampai Om bisa mengalahkan saya."
"Wahh ... Ini nih, gaya anak muda yang percaya diri sekali. Pintar kamu cari pacar, Lova. Nah kayak begini cari pacar itu yang ganteng dan hebat. Jangan kayak si pentol korek yang sering datang kesini itu. Cuma modal martabak manis dua rasa. Dia pikir, Papa bakal kasih anak semata wayang Papa yang cantik ini. Tentu saja tidak. Kalau yang ini, bakal Papa perhitungkan. Seimbang gak? Kalau bisa ngalahin Papa, Papa langsung merestui." tegas Candra yang langsung duduk di kursi besi di teras itu.
"Ish .. Papa! Dia itu bukan pacar Lova. Dia itu dosen Lova," jelas Lova tak kalah keras.
"Wah ... Dosen? Hebat kamu, Lova. Yuk anak muda sini duduk. Biarkan si botol yakult itu bersuara. Kita abaikan saja," jelas Candra tertawa keras hingga tubuhnya yang sedikit gemuk bergetar semua.
"Papa! Jangan sebut nama itu! Nyebelin banget sih!" teriak Lova kesal.
Lova begitu emosi sekali. Ia pun amsuk ke dalam dan duduk di sofa tengah. Sambil menoleh ke arah depan. Suaranya renyah sekali tawa Papa dan Pak Rey.
"Nama saya Reyhan Davila, Om," ucap Rey sambil menyodorkan tanagnnya kepada Candra.
"Saya panggil Rey?" tanya Candra serius.
"Betul sekali, Pak," jawab Rey sopan.
Rey sempat melirik ke dalam ingin melihat Lova yang sedang merajuk tadi.
"Gak usah kamu lirik -lirik si botol yakult itu. Nanti juga baik lagi. Dia itu begitu, gampang marah tapi gampang baik juga. Sudah hapal om itu sam anak om sendiri," jelas Candra begitu serius.
"Oh gitu. Kenapa dipanggil botol yakult Om?" tanya Rey penasaran.
Candra yang merapikan pion catur pun menatap Rey sambil tertawa.
"Oh botol yakult ... Itu karena dulu ...."