Bab 4

1029 Kata
Raka mengembuskan napas berat, diserapnya kopi miliknya, kemudian menatap Bintang."Nanti malam kamu temui saya di apartemen saya." Bintang tersenyum tipis,walau jantungnya semakin berdebar kencang. "Maaf, saya tidak bisa, Pak. Sekali lagi saya mohon maaf." "Datang atau kamu dipecat dari sini?" kata Raka mengancam. Bintang semakin ketakutan,"Pak,jangan seperti ini. Saya tidak pernah macem-macem sama Bapak, tolong jangan ganggu hidupku saya lagi, Pak. Saya mohon...biarkan saya hidup tenang." "Justru saya akan membuat hidup kamu tenang setelah ini,"kata Raka tenang. Mata Bintang berkaca-kaca. Jika masalah di kampusnya saja Raka bisa tahu, tentu dengan mudahnya ia bisa membuatnya dipecat dari coffe shop ini. Ah, pasti langsung ada ratusan orang yang melamar dan siap menggantikan Bintang di sini. Kalau ia dipecat, bagaimana lagi caranya ia bertahan hidup. Sekejam ini kah kehidupan hingga uanglah yang bisa menentukan jalan hidup seseorang. "Baik, Pak,"kata Bintang akhirnya diikuti rasa penyesalan yang besar. Raka tersenyum,"Saya akan kirim orang untuk jemput kamu malam nanti." "Pak, saya takut...bisakah Bapak cari wanita lain saja, atau saya akan bantu cari?" Bintang masih berusaha menolak. "Saya hanya mau kamu. Bintang...tolong!" Suara Raka yang sedikit serak membuat Bintang merinding. Ia tak sanggup membayangkan ia akan disentuh pria dewasa seperti Raka, pria yang mungkin lebih pantas disebut Ayah. "Baiklah, Pak saya akan datang,"kata Bintang. "Ya sudah, kamu kembali bekerja. Kayaknya sudah ramai orang,"kata Raka. Bintang mengangguk, beranjak dari sana. Kedua kakinya terasa begitu lemas, membantu Bella melayani pelanggan dengan pikiran yang kacau. "Kamu kenapa, Bin?"tanya Bella setelah mereka selesai melayani pembeli. "Raka...maksa aku kencan sama dia, bahkan ngancam kalau aku nggak mau, dia bakalan bikin aku dipecat dari sini,"jelas Bintang. "Ya udah dicoba aja dulu, di sana kamu bicara baik-baik sama Raka. Dia pasti ngerti kok." "Aku takut, Bella, takut diperkosa." Bintang merasa ngeri. Bella tersenyum."Bin, kencan bukan berarti selalu berakhir dengan hubungan badan kok. Dulu...pertama kali ketemu, aku juga nggak melakukan seks, mereka hanya ingin ditemani ngobrol, ditemani jalan-jalan, ditemani makan. Bahkan ada juga yang sama sekali nggak melakukan hubungan seks. Itu tergantung bagaimana kesepakatan kamu sama Sugar Daddy. Nggak seburuk yang kamu pikirkan kok, Bintang." Bintang terdiam, kemudian meneguk air mineral untuk menenangkan dirinya."Bella, bantu aku ya...kasih tahu apa aja yang harus kulakukan untuk menghadapi pria seperti itu. Andai dia nggak ngancam aku ... aku nggak bakalan mau. Tahu sendiri kerjaan di jaman sekarang ini susah didapatkan." Bella mengusap-usap lengan Bintang."Iya, Bin, tenang dulu ya...tenang." Bintang mengusap wajahnya dengan kasar, siapkah ia jika ternyata pertemuan pertamanya dengan Raka ia sudah langsung disentuh pria itu. Memikirkan itu, kepala Bintang langsung pusing.    ** Bintang menarik napas panjang berkali-kali sebelum ia benar-benar keluar dari kostnya. Malam ini ia memakai gaun yang dipinjamkan oleh Bella, khusus untuknya yang akan bertemu dengan Raka. Tak lupa, sahabatnya itu memoles wajahnya dengan make up natural, tapi membuat aura keseksian Bintang keluar. Wajar saja Raka menginginkan Bintang, wajah Bintang seperti w*************a meski ia hanya diam. Mobil jemputan sudah ada di depan, Bintang melangkah masuk dengan kaki gemetaran. Sepanjang jalan ia terus berpikir negatif, ia bahkan berkali-kali mengingatkan Bella agar mencarinya jika ia tak pulang-pulang nanti. Ia benar-benar takut, tapi sungguh keadaan ini memaksa. Takdir memang kejam, begitu katanya. Tapi, ia harus mengikuti arus yang ada agar tetap bisa bertahan. Bintang diantarkan ke depan apartemen mewah Raka. Perlahan ia mencetak bel, lalu keluarlah pria yang mengenakan kaus ketat dan celana pendeknya. Raka tersenyum, lalu meraih jemari Bintang dan menariknya masuk. Rasanya ingin sekali Bintang menangis, ia merasa hidupnya akan benar-benar berakhir setelah ini. Tapi, ia harus kuat. "Silahkan duduk." Raka mempersilahkan. Bintang duduk dengan begitu tegang. Kepalanya tertunduk tanpa berani melihat Raka atau pun isi apartemen. "Kamu mau minum apa?' Bintang menggeleng."Terima kasih, Pak." "Baik, sepertinya kamu sudah tidak sabar untuk mendengar kesepakatan kita,"kata Raka setelah meneguk winenya. "Kesepakatan apa, Pak?" "Tentu aku undang kamu ke sini untuk sebuah kesepakatan. Apa saja yang akan kita lakukan ke depannya. Tentang hubungan di antara kita, kamu...dan aku." Bintang masih diam, mendengarkan dengan saksama, ia harus menelaah setiap kalimat yang keluar dari mulut Raka agar ia tidak salah langkah. "Masalah terbesarmu sekarang adalah uang. Aku ada untuk menyelesaikannya,"kata Raka dengan suara tegas."Kuberikan kamu apartemen, uang, benda-benda mahal, berlian, perhiasan, apa pun yang kamu mau, termasuk melunasi uang kuliah kamu." Bintang menelan ludahnya dengan susah payah, ia berusaha menjawab tapi rasanya sulit. Ia masih belum bisa menerima kenyataan sepenuhnya kalau sebentar lagi ia akan memiliki hubungan dengan seorang pria tua. Bahkan ia tidak tahu dinamakan apa hubungan ini. "Jadi, apa yang harus saya lakukan, Pak?" "Panggil saja Raka, tolong!" "Baik, Raka!"ucap Bintang dengan kaku. "Tugas kamu adalah menemaniku. Kemana saja dan kapan saja. Sepeti perjalanan bisnis, liburan pribadi, saat makan malam, makan siang, atau sekadar pergi jalan-jalan di dalam kota dan...tidur." Bintang langsung tersentak mendengar kata terakhir. Tapi, kemudian ia menundukkan wajahnya dengan cepat karena Raka menangkap keterkejutannya. "Tidur...bukan berarti selalu melakukan seks, Bintang. Ada kalanya aku hanya ingin ditemani, kamu tidur di sebelahku, mungkin aku hanya memelukmu. Sudah begitu saja,"lanjut Raka. Bintang mengembuskan napas lega. Ada sedikit rasa tenang di dalam hatinya. "Tapi...tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti kita akan benar-benar melakukannya,"sambung Raka membuat Bintang kembali resah. Tapi, harusnya ia memang sudah tahu itu akan terjadi. "Boleh aku bertanya sesuatu?" "Ya, silahkan!" "Apa status kamu? Benarkah seorang duda?' Raka menarik napas panjang, ini sulit untuk ia jelaskan akrena hubungannya dengan Ester sangat rumit."Bisa dikatakan ya, bisa tidak." Hati Bintang berdenyut."Maksudnya...kamu masih berstatus suami orang? Jujur saja aku takut, aku tidak ingin merebut seorang suami dari wanita yang memiliki anak hampir seusiaku. Aku tahu rasanya, Ka." "Aku dan Ester, sudah pisah ranjang selama dua tahun, artinya ya...kamu sudah tidak ada hubungan apa-apa. Hanya saja kami tidak bisa bercerai karena menjaga perasaan anak-anak. Tapi, kami sepakat bahwa hubungan kami hanyalah sebatas orangtuanya anak-anak, bukan sebagai pasangan. Ibunya anak-anak juga sudah memiliki kekasih. Dan aku...juga membutuhkan itu, hanya saja tidak bisa secara terang-terangan karena statusku masih suaminya." "Bagaimana aku bisa percaya? Maaf, aku sangat takut suatu saat aku menjadi pihak yang paling disalahkan. Hidupku sudah terlalu rumit, aku nggak mau bikin semuanya semakin rumit,"kata Bintang sedih. Raka berjalan menghampiri Bintang, kemudian ia berlutut di hadapannya. Diraihnya dagu wanita itu agar menatapnya."Percayalah, suatu saat...kamu akan kupertemukan dengan Ester, sebut saja...mantan isteriku. Semua akan baik-baik saja. Dan aku...sungguh menyukaimu, Bintang."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN