Kalut

1009 Kata
Nila sedikit melangkah mundur. Hatinya kini kembali bimbang apakah harus maju atau mundur. Gadis itu pun menelan ludahnya karena tegang. Hatinya mulai berkecamuk karena pemikiran pemikiran yang datang di otaknya. Anggara menyadari kalau Nila menjadi bimbang. Ia pun dengan senang hati menggoda nya dengan kata kata mesra. "Kenapa sayang, apa kamu takut sekarang? Hehehe Jangan takut. Aku akan pelan pelan. Kamu tidak akan kesakitan justru akan keenakan," rayu Anggara yang diselingi cibiran sakartis. Memiliki Nila seluruhnya adalah keinginan utama Anggara. Menyiksa Nila adalah obsesi gelapnya atas dasar balas dendam. Dengan membuatnya seperti bodak ranjang maka Sanjaya pasti tidak ingin hidup lagi. Pria itu akan terhina seperti yang ia rasakan dulu. "Tapi..." Nila mulai takut. Ia takut kalau keputusannya salah. Apa yang harus aku katakan pada ayah jika ia tahu kalau aku menjual mahkota ku pada Anggara? tanya Nila dalam hati. Sepatu Anggara mengetuk lantai kantornya. Setiap langkah yang ia ambil, memotong jarak antara dia dan Nila. Cara berjalannya yang elegan seolah menuntut perhatian siapapun semakin membuat Nila ragu. "Tentukan pilihan mu, Nila. Uang atau pergi dari sini." Seperti di sambar petir, Nila seolah disadarkan kalau ia sangat membutuhkan uang. Ia menatap Anggara dengan mata berkaca kaca. Ia sangat butuh uang itu. Namun tempat ini bukan tempat yang tepat untuk melakukan transaksi. "Bisakah kita pergi ke tempat lain?" lirih Nila. Shit. Anggara sedikit mengumpat saat lagi lagi harus menahan diri. Meski ingin menolak tapi mengingat Nila masih virgin, Angga tidak mengedepankan egonya. Untuk itu ia akan menuruti permintaan Nila. "Baiklah. Kita ke hotel..." Nila tidak tahu apakah ia harus merasa lega. Saat ini ia akan menjual mahkotanya. Sesuatu yang dilakukan oleh para kupu kupu m4lam. Setelah ini ia bahkan tidak tahu apakah bisa melihat dunia setelah tidak memiliki mahkota lagi. Astaga kenapa aku lupa kalau ayah membutuhkan uang. Aku justru ragu dan berpikir bodoh, ucap Nila dalam hati. Ia pun memantapkan hatinya untuk melayani Anggara seperti kesepakatan mereka. Nila merasa nyawa ayahnya lebih penting dari pada kehormatan nya. Ia tidak bisa menunggu ayahnya sampai sekarat menunggu perawatan. Seperti sekertaris yang profesional, Nila mengikuti Anggara ke mobil yang sudah terparkir di lobi. Dia bersikap seolah tidak ada masalah padahal hatinya sangat gugup dan takut. Angga bahkan merasa kagum dengan cara Nila menyembunyikan perasaannya. Pria itu menjilat bibirnya seolah melihat makanan yang lezat. ''Sebentar lagi kau akan aku miliki, Nila. Gadis yang pernah menjadi primadona sekolah akan tunduk dibawah ketiakku, '' ucap Anggara pada dirinya sendiri. Semua itu menjadi perhatian karyawan Anggara. Mereka hanya memperhatikan tanpa bersuara karena tahu benar apa yang terjadi di antara keduanya. Siapapun pasti akan sadar apa yang terjadi di antara Angga dan Nila. Walau keduanya bersikap seolah tidak ada apa apa tapi kecurigaan semua orang tidak bisa diremehkan begitu saja. Mulai dari penampilan Nila yang selalu berantakan ketika keluar dari ruangan Anggara, bibirnya yang bengkak, juga wajah yang memerah. Apalagi para karyawan sering mendengar suara aneh di ruangan Anggara ketika Nila berada di dalamnya. Semuanya membuat siapapun yakin kalau Nila adalah simpanan Anggara. Namun demi kelangsungan pekerjaan mereka, tidak ada yang berani bicara terang terangan. Mereka menutup mulut demi selamat dari masalah. "Mbak Nila, aku punya koleksi sepatu baru. Apa kamu mau melihat?" tanya salah satu pegawai di sana. Cecilia, gadis cantik yang memiliki ambisi menjadi kalangan atas mencoba merebut posisi Nila. Meski tahu Nila berjalan bersama Anggara, tapi ia nekat mencari perhatian dengan memotong jalan mereka. "Cecil, aku sibuk. Nanti saja bicaranya, " tolak Nila. "Tapi ..." "Apa kamu terlalu menganggur sampai menawarkan barang di jam kerja? Lebih baik urus administrasi di Hrd dan ambil gaji terakhir mu." Suara dingin Angga membuat punggung Cecil menjadi dingin. Apalagi tatapannya yang tajam dan menusuk. Nyali Cecil langsung ciut melihat Angga. "Maaf, Pak. Saya tidak akan mengulangi lagi." Tanpa memperdulikan Cecil, Angga kembali berjalan menuju ke mobil. Nila pun segera mengekori nya agar tidak membuat Angga marah. "Astaga kamu nekat sekali. Kenapa kamu nekat menghadang Nila saat bersama Pak Anggara?" teman teman Cecil mulai mengerumuni Cecil yang shok. "A- aku tidak tahu kalau Pak Anggara sangat menakutkan." "Haah, semua orang takut dengannya. Pak Anggara sangat tegas kecuali sama Nila. Kamu ini cari penyakit saja." Cecil yang percaya diri karena ia merasa lebih cantik dari Nila, menunduk dan meratapi kebodohannya. Tadinya ia mengira kalau Anggara adalah orang yang genit dan suka bermain perempuan seperti gosip yang beredar. Tentunya pria seperti itu akan mudah dirayu. Nyatanya ia salah besar. Aku kapok. Di sisi lain, Nila dan Anggara berpangutan dengan intens di hotel. Tentunya Angga memilih hotel milik nya sendiri sehingga tidak repot mengurus administrasi. "Aku benar benar tidak sabar, Nila..." Kali ini Nila tidak bisa menolak. Ia hanya membiarkan Anggara menaruh bibirnya di kulitnya yang tidak tertutup apapun. Rasa hangat dari tangan Angga yang besar membuatnya merinding. Ia bahkan merasakan sensasi geli dari lidah Anggara yang menjalar ke mana mana. "Kamu cantik, Nila. Kamu sangat cantik..." Anggara menatap bagian paling pribadi Nila seolah menemukan berlian sebesar telur. Dengan serakah ia mengagumi sesuatu yang beraroma wangi bercampur aroma khas benda itu. "Pak, saya malu." Tentu saja Nila merasa malu miliknya di tatap oleh Anggara. Pria ini sangat menyebalkan sampai tidak merasa bersalah sudah membuat perasaannya tidak karuan. "Tidak apa apa. Biarkan aku menikmati keindahan ini. Sungguh cantik aku tidak sabar untuk mencicipinya. " Nila hanya mencengkeram bantal nya kala benda kenyal dan basah Anggara mulai menjelajah di sana. "Pak, Ugh..." Nila tidak bisa menahan erangannya lagi. Suara suara memalukan pun keluar tanpa bisa ia kendalikan. Ia sangat menyukai nya. Meski memalukan tapi ia tidak bisa menahan perasaan bahagia karena melakukan hal ini dengan pria yang ia cintai. "Terus mend3sah sayang. Aku suka suara mu yang lembut." "Pak, rasanya geli." "Tapi kamu menyukainya kan..." Nila tidak menjawab karena serangan Anggara menjadi lebih kasar tapi nikmat. Gadis itu hanya memejamkan mata merasakan kesenangan demi kesenangan yang ditawarkan oleh Angga. Aku memang tidak tahu malu. Padahal aku tahu dia tunangan Jennifer. Nila ingin kembali egois dan melupakan status Anggara. Setidaknya ia bertujuan untuk mendapatkan uang demi pengobatan ayahnya, bukan untuk merusak hubungan Anggara dan Jennifer. Yah aku hanya menginginkan uang. Tidak lainnya. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN