Rasa Terbagi

1185 Kata
Tok, tok. Tok, tok. Ada telepon, ada telepon. Keduanya membeku. Dengan refleks Anggara mendorong Nila sampai terjungkal. Lalu berdiri tegak tanpa merasa bersalah sedikitpun. Ketika ia melihat ke arah suara telepon barulah ia sadar kalau ternyata suara yang mengejutkan mereka tadi adalah bunyi dering ponsel Nila. Anggara pun terlihat nanar kala mengetahuinya. Hanya karena suara dering konyol itu, ia harus menahan sakit karena libido tak terlampiaskan. "Apa - apaan bunyi dering aneh ponsel mu itu," gerutu Anggara. Nila yang terjungkal harus menahan sakit hati diperlakukan seperti barang tak berharga. Ia hanya berdiri membenahi pakaiannya seolah tidak ada yang terjadi. Lalu mematikan nada dering itu yang berasal dari Seno. "Maaf," sekali lagi Nila harus meminta maaf akan hal yang bukan salah nya. Memangnya kenapa kalau dia memakai suara artis untuk nada dering ponselnya. Itu hak nya. Brak! Sungguh kebetulan Jennifer datang berkunjung. Dia membuka pintu dengan keras dan sambil mengayun pinggulnya. Pakaian yang sangat jelas dari merek ternama menempel ditubuhnya dan mempercantik dan menandakan statusnya yang tinggi. "Yuhuuu!" Seperti gerakan slow motion, tunangan Angga pun menempel pada Anggara. Dia memeluk leher pria itu tanpa ampun seolah mencekiknya. "Jenny, jangan peluk aku seperti ini!" "Babe, aku mau belanja. Temani donk..." ucap manja Jennifer. Gadis itu masih mendesak dengan agresif pada Angga hingga pria itu jatuh terduduk ke sofa. Sementara Nila yang tadi berdiri di sofa sebelah nya hanya bisa menggigit bibirnya. Hatinya berkedut melihat interaksi Jennifer dan Anggara. Ia pun tidak tahan setelah melihat Jennifer yang duduk di perut Angga dan memainkan pipinya. "Kalau tidak ada hal lain, saya pamit," ucap Nila. "Jangan lupa niat mu tadi. Tunggu aku di rumah, " kata Anggara dengan tegas sebelum Nila pergi. Nila sungguh merasa hina. Meski tahu Anggara memiliki tunangan tapi ia masih jatuh cinta pada Angga. Dia seperti gadis masokis yang menyukai tindakan kasar. Kini dirinya harus menahan rasa cemburu melihat Jennifer dan Angga bercengkrama. Jennifer melirik gadis itu yang berlalu dengan wajah menunduk. Ia hanya tersenyum sinis lalu fokus pada Anggara. Dengan cepat Jennifer bangun sebelum Anggara menendangnya. "Dasar kecoa got. Sampai kapan kamu menyiksa gadis itu?" tanya Jennifer. Ia tidak lagi bersikap centil melainkan mengeluarkan sesuatu dari jas yang menutupi apel besarnya. Benda itu nampak seperti flash disk. Anggara ingin sekali menggantung gadis yang seenaknya ini. Semuanya kacau gara-gara dia yang datang seenaknya. "Bukan urusan mu, apa ada kamu datang dan mengganggu ku. Apa ada informasi dari Mr Marquist?" tanya Anggara. Sebagai pemimpin mafia kartel Asia, ia masih dibawah para mafia kelas atas yang memiliki kode sandi layaknya bangsawan Eropa. King, Queen, Princes, Princess, Duke, Marquist dan Count. Dia sendiri berada di golongan Mr Marquist dan harus patuh padanya. Tentu saja imbalan atas semuanya adalah kekayaan dan kekuasaan tak terlihat yang berada di balik layar. Inilah mengapa ia bisa membalas dendam pada Sanjaya yang dulu pernah membuatnya merasakan hidup seperti di neraka. "Hanya membuat pria ini lenyap. Lakukan seolah kecelakaan." Anggara menatap foto itu dengan senyum miring. "Bukankah dia pengusaha kaya raya itu?" "Yah, dia alat untuk mencuci uang Marquist. Tapi setelah menerima uang dari Marquist dia memutuskan hubungan seolah tidak terjadi apa apa." Anggara mengangguk seolah mengerti apa yang harus dilakukan. "Baiklah, sekarang pergi. Aku masih ingin bermain main dengan gadis itu," Anggara melihat ke arah Nila dari balik kaca kantornya. "Tsk kalau kamu menyiksa ia terus, kau akan kehilangan dia. Apalagi yang ia tahu aku adalah model dan aktis sekaligus tunanganmu," pesan Jennifer. Dengan darah blasteran yang ia miliki, gadis itu terlihat mahal dan cantik. "Bukan urusanmu. Pergilah." "Dasar stundere. Jangan menyesal kalau dia kabur," kata Jennifer sebelum pergi. Padahal hatinya sangat marah. Ada rahasia besar yang ia sembunyikan dari Anggara, yaitu perasaannya. Sejak lama Jennifer jatuh cinta pada Anggara. Namun ia berpura pura tidak memiliki perasaan padanya karena tahu obsesi balas dendam Anggara. Anggara bahkan tidak tahu jika Jennifer yang meminta Marquist untuk mengikat mereka dalam pertunangan agar Jennifer memiliki ikatan pada Anggara dan mencegah pria itu menikahi Nila. Oh ternyata ini gadis yang membuat Anggara tergila gila, batin Jennifer. Gadis itu menuju ke meja Nila lalu menyuruh Nila masuk. "Nila, kamu dipanggil Anggara. Titip dia ya, aku akan ke luar negeri untuk beberapa hari," ujar Jennifer sambil mengedipkan bulu matanya. Tidak ada wajah marah atau cemburu di mata Jennifer. Hanya matanya yang menajam. Hal ini membuat Nila merasa semakin bersalah. Padahal dia adalah simpanan Anggara tapi justru dirinya yang cemburu saat Jennifer dan Anggara bersama. Nila mengetuk pintu lalu masuk. Ada rasa kesal ketika membayangkan pria di depannya ini begitu mudah bermain-main dengan gadis. "Apa anda membutuhkan sesuatu, Pak?" tanya Nila dengan nada dingin. Angga mengangkat alisnya lalu menarik pinggang Nila sampai gadis itu menempel padanya. "Kita belum selesai," ucap Angga. Tubuhnya terasa panas di kulit Nila. "Pak, jangan di sini. Saya takut ada yang tiba tiba masuk seperti tadi," tolak Nila yang sedikit mendorong tubuh Angga. "Kamu menolakku?" Angga justru menarik Nila hingga gadis itu menabrak tubuh Angga. Pria merasa tubuhnya dihantam benda lembut nan empuk di d4danya. Pria itu pun menyeringai dan memeluk Nila dengan erat. Tak ayal Nila merasa apelnya penyet karena terhimpit tubuhnya dan badan berotot Angga. "Pak, jangan begini," cicit Nila. Wajahnya memerah karena posisinya yang seperti ini. Apalagi kancing bajunya terbuka. "Kamu sangat seksi, Nila." Angga berusaha mencium Nila. Melihat betapa cantik dan mulus bagian tubuh Nila membuatnya hampir gila. Angga pun tak sabar untuk mencicipi apel yang menyembul dan terlihat merona itu. "Pak, saya mohon jangan di sini. Tadi saja ada mbak Jenny yang datang tiba tiba," kembali Nila menolak dan mendorong Angga. Tentunya gadis itu tidak mendorong dengan keras. Semua yang ia lakukan hanyalah ungkapan cemburu karena Angga begitu playboy. "Tapi aku tidak tahan, sebentar saja, okey." "Hmmfft..." Angga tidak lagi menghiraukan penolakan Nila. Ia merenggut bibir Nila yang terbuka. Lidah pria itu masuk dan menjelajah di sana. Tak lupa tangan Angga bergerak bebas ke tempat tempat yang ia sukai. Nila pun akhirnya luluh. Rasa cintanya membuat ia tidak bisa menolak apapun yang Angga inginkan. Apalagi selama ini ia yang menanggung pengobatan ayahnya. "Pak, oh jangan di sini. Sebentar lagi Pak Seno datang membawa makan siang, " ucap Nila. Akibat rasa kesal karena cemburu tadi, Nila tidak lagi berniat melakukan hal yang diinginkan Anggara di kantor. Ia memilih memainkan tarik ulur pada Angga. Yah meski ia membutuhkan uang tapi ia tidak mau bertransaksi karena sakit hati seperti ini. Anggara berhenti. Akan sangat menyebalkan jika Seno datang dan mengganggu seperti bunyi ponsel Nila tadi. Pria itu pun melepaskan Nila. Dan membuat Nila mengira dia lolos dari terkaman Angga. Syukurlah, ucap Nila dalam hati. Ia menghela nafas panjang sejenak dan melihat Angga yang berjalan dengan santai ke arah pintu. Apa yang akan dia lakukan? tanya Nila dalam hati karena penasaran saat melihat Angga berdiri di depan pintu seolah mengamatinya. Ceklek. Dan akhirnya terjawab sudah, Anggara rupanya mengunci pintu itu. Lalu tersenyum sinis pada Nila. "Sekarang tidak akan ada yang mengganggu kita. Jadi jangan berontak lagi. Kamu mau uang, kan?'' Kata Angga dengan tatapan tegas. Nila seolah dibuat mati kutu oleh pertanyaan Angga. Namun ia sadar jika memang tidak memiliki pilihan. Dia pun hanya menunduk ketika Anggara berjalan mendekatinya seperti singa yang mendekati daging lezat. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN