bc

Persimpangan Jalan

book_age16+
712
IKUTI
7.1K
BACA
possessive
family
goodgirl
drama
comedy
humorous
serious
friendship
secrets
spiritual
like
intro-logo
Uraian

Ketika hati harus dipaksa ikhlas untuk melihatnya bahagia, apakah bisa?

Aara harus mengubur harapannya untuk bersama dengan Dhanis, karena laki-laki yang selama ini diperjuangkannya itu memilih menikah dengan perempuan lain. Namun, apa yang bisa dilakukannya jika Dhanis sendiri masih memintanya untuk menunggu. Menunggu ketidakpastian yang selalu dia tawarkan.

Harist, melihat seorang perempuan berada di taman dekat persimpangan dengan wajah sedih ketika menatap sepasang suami istri yang ada diseberang. Dia mengesampingkan kepentingannya dan memilih duduk disamping perempuan itu.

Semuanya berawal dari sana. Aara dan Harist dipertemukan dalam keadaan yang tidak disengaja.

chap-preview
Pratinjau gratis
Persimpangan Jalan (1)
Seorang perempuan terlihat bersedih ketika menatap sepasang laki-laki dan perempuan keluar dari mobil diseberang jalan dan memasuki sebuah rumah. Dia terus menatapnya meski kedua orang tersebut sudah hilang dibalik pintu. Seolah dia dapat melihat semua aktivitas di dalam rumah itu. Tanpa disadari, disampingnya sudah ada laki-laki duduk dibangku yang sama dengannya. Meski sedikit terhenyak, namun perempuan itu masih bisa menetralisirnya. Dan tak lagi menghiraukan laki-laki itu. Perempuan bernama Eshal Maida Aara menatap ponsel yang ada dalam genggamannya. Dia membuka sebuah pesan yang terakhir dilihat pada 16 Agustus 2020, pesan terakhirnya yang hingga saat ini belum ada balasan. Kegusaran itu dimulai dari sebuah kesalahan. Awal yang sudah salah, tapi berusaha dia teruskan. Harusnya dia menyadari bahwa semua itu semu dan akan selalu menyakitinya. Tepatnya 4 tahun yang lalu, Aara bertemu dengan laki-laki bernama Dhanis Fawwaz. Karena Dhanis, Aara menjadi perempuan yang lebih kuat. Dan Dhanis lah yang membuatnya menjadi perempuan tidak tau diri. Terus menjalani hubungan, meski laki-laki itu telah memiliki kekasihnya, yang sekarang telah berubah statusnya menjadi seorang istri. Menyadari bahwa yang dilakukannya adalah salah, namun Aara tetap menunggu Dhanis. Bukan untuk merebutnya, hanya ingin mendengar ucapan terakhir laki-laki itu. Masih jelas diingatannya, ketidak bahagiaan Dhanis bersama istrinya lah yang menjadikan Aara bertahan, meyakini bahwa dengan mereka bersatu, mereka akan bahagia bersama. Tapi kenyataannya, laki-laki itu hanya berseloroh dan tidak dapat melakukan apapun selain melanjutkan pernikahan itu. Satu hal yang membuat Aara sangat menyedihkan. Menjadi perempuan yang berada dalam persembunyian masih belum bisa membuatnya memiliki Dhanis. Bahkan sekarang dia menjadi perempuan kurang ajar yang terus mengharapkan suami orang Kembali padanya. Aara hanya ingin bertemu dan berbicara sekali saja dengan Dhanis, menuntaskan hubungan mereka jika memang harus berpisah.   Aara teringat laki-laki disampingnya, dia menoleh dan masih mendapati laki-laki itu disana. Kini dia menatap seberang jalan seperti yang dilakukan oleh Aara. "Apa kamu mengenalnya juga?" Kini Aara berpikir mungkin laki-laki itu salah satu orang yang ada dalam kehidupan istri Dhanis, dan dia sedang merasakan seperti yang Aara rasakan sekarang. "Tidak, aku hanya sedang melihat sesuatu yang membuatmu bersedih." Jawab laki-laki itu yang membuat Aara mengernyitkan alis. Dasar laki-laki tidak jelas, pikir Aara. Siapa dia, sampai bisa mengatakan Aara sedang bersedih. Meskipun sebenarnya yang dikatakan laki-laki itu benar. Tiba-tiba Aara terhenyak karena laki-laki itu menyodorkan tangannya. "Ayo kita kenalan, aku Harist." Ucapnya yang membuat Aara ingin sekali tertawa. Bagaimana laki-laki dewasa sepertinya bisa bersikap seolah anak remaja SMA yang bertemu dengan gadis dikantin dan mengajaknya berkenalan. "Maaf, aku tidak bisa berkenalan dengan sembarang orang." Ucap Aara sedikit menjaga diri. "Tapi aku memaksa, siapa namamu?" Keras kepala. Aara bisa menebak sikap laki-laki itu untuk pertama kalinya. "Aku tidak keras kepala, aku hanya ingin berteman. Rumahku tidak jauh dari sini, dan aku tidak punya teman." Ucapan laki-laki itu semakin aneh. Aara menatapnya dari atas sampai bawah dan kembali lagi keatas, tidak ada ciri-ciri yang mencurigakan. Bahkan bisa dibilang laki-laki itu terlihat berpendidikan, apalagi jam tangannya merk ternama. "Apa kamu tidak pernah berkenalan dengan orang ya? Caramu sedikit menakutkan." Ucap Aara. Harist menurunkan tangannya, dan menghempaskan tubuhnya dipundak bangku. Dia sedikit berbisik, "Jadi cara ini salah." Sekarang Aara semakin yakin laki-laki itu tidak pernah berkenalan dengan orang. Tapi mana mungkin. Atau dia hanya bisa bersikap formal saja, sampai berkenalan dengan santai saja dia kebingungan. Dia masih memperhatikan laki-laki itu yang terlihat bingung, namun Aara terhenyak karena Harist menatapnya lagi. Mata itu, sudah berapa lama dia tidak mendapat tatapan seperti itu. Sampai Aara sedikit gelagapan dan salah tingkah. Akh ada apa ini, Harist adalah orang yang baru dikenalnya. "Perkenalkan, nama saya Harist. Saya tidak tau bagaimana cara berkenalan dengan orang untuk mengajaknya berteman. At least saya benar-benar ingin berteman dengan anda." Ucapnya kini seperti seorang eksekutif muda yang berwibawa dan sangat keren.   "Siapa sih sebenernya kamu ini?" Aara semakin heran bagaimana ada orang seperti itu. "Sudah saya bilang, saya Harist." Jawabnya. "Bukan bukan," Aara menggaruk tengkuknya karena bingung. "Apa anda ini termasuk orang yang anti sosial, sampai cara ber..." "Sepertinya. Bagaimana? Mau jadi temanku?" Kini nada suaranya sedikit bersahabat. "Sebentar, aku tidak bisa berteman dengan sembarang orang ya." "Kamu orang apasih? Kenapa nggak bisa berkenalan dan berteman dengan sembarang orang. Aneh." Ucap Harist. "Kamu yang aneh. Mana bisa kita berteman dengan orang yang nggak dikenal." "Lah kan aku sudah ngajak berkenalan, artinya kita sudah kenal bukan?" "Siapa juga yang mau kenal denganmu?" "Kenapa kamu jadi menyebalkan." Tiba-tiba hening. Mereka menyadari satu hal, bahwa mereka sedang berdebat ditengah keramaian dan menjadi pusat perhatian. Tidak lama, wanita paruh baya datang dengan sekotak jajanan pasar. "Getuknya, Nak.." Ucap wanita itu pada Aara, kemudian pandangannya tertuju kearah Harist. "Terima kasih yaa, Nak." Ucapan itu membuat Harist mengernyitkan alisnya bingung, kenapa wanita itu tiba-tiba mengucapkan terima kasih kepadanya, padahal yang membeli martabak itu adalah Aara. "Sama-sama Bu Jum.." Jawab Aara. Setelah wanita itu pergi, Aara mendorong sekotak getuknya kearah Harist. "Makanlah, aku Aara." Ucapnya yang sengaja memperkenalkan diri. Setidaknya laki-laki itu bisa menghiburnya beberapa menit yang lalu, kenapa tidak menerimanya jadi teman saja. Terlepas dari itu, dia tetap akan jaga diri, karena bisa saja Harist memiliki maksud tertentu yang membahayakannya. "Mmm, tidak terima kasih." Harist tersenyum garing. "Kenapaa? Apa kamu ini orang kaya beneran?" sebenarnya itu adalah pertanyaan Aara dari beberapa menit tadi. "Ha? Nggak, bukan, aku nggak seperti yang kamu bilang. Itu rumahku," Harist menunjuk rumah yang tidak jauh dari rumah Danish. Rumahnya hampir sama dengan sekitarnya, terlihat besar tapi sederhana. "Baiklah, aku makan." Harist mengambil sepotong getuk dan kelanting, kemudian langsung memakannya. Menghiraukan penolakannya tadi.   Setelah menghabiskan jajanan pasar yang dilahapnya tadi, Harist mengambil lagi potongan lain. "Oh ya, apa kamu sungguhan mau berteman denganku?" tanyanya. "Ya, kenapa nggak. Rasulullah saja berteman dengan banyak orang. Tapii, beliau hanya memilih beberapa yang menjadi sahabat." "Kalo gitu, pilih aku jadi sahabatmu." "Jangan maruk. Sudah makan gih, kamu kayak nggak pernah makan getuk saja." Ucap Aara antara melarang Harist menjadi sahabatnya atau melarang laki-laki itu menghabiskan makanan miliknya, karena Aara melihat Harist sudah menghabiskan 3 potong getuk, 2 kelanting dan 1 gempo dalam sekejap. "Oh ya, aku habis ini mau pulang. Kamu masih disini atau balik juga?" Tanya Aara setelah melihat jam ditangannya menunjukkan pukul 8 malam. "Aku balik juga." "Oke." "Mmm, kamu kerja?" "Hmm." Aara mengangguk sembari memakan gempo. "Dimana?" "Di Pureclow.net, tapi aku sedang mengajukan resign sih. Bulan depan sudah nggak kerja." "Kenapa? Kerja ditempat lain?" Aara menggeleng, "Aku sedang ingin istirahat saja. Cari kerjanya berjalan, kalo langsung dapet ya Alhamdulillah." Harist menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Kenapa?" Tanya Aara, karena laki-laki itu antusias sekali bertanya. "Apanya?" "Kenapa kamu tanya mulu?" Aara memperjelasnya. "Kan aku temanmu, setidaknya dimulai dari itu aku mengenalmu." Aku menemukan kebahagiaan sederhana dari mengenalnya, seseorang yang kukenal hanya sebatas nama.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.8K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.3K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.7K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.3K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.5K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
46.1K
bc

Pengganti

read
301.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook