Gerimis tipis jatuh di luar jendela rumah Dewi, memercik pelan di genteng. Suara tetesan air bagai musik muram yang mengiringi suasana hati penghuni rumah itu. Ryan duduk di tepi ranjang, merapikan selimut di tubuh Dewi yang masih pucat. Sesekali ia melirik Nu yang duduk di sudut kamar, memeluk lutut, tatapannya kosong. Hening itu akhirnya pecah saat Ryan menarik napas panjang. “Bu… Nu… aku harus pamit sebentar.” Nu langsung menoleh cepat. “Pamit? Mas mau ke mana? Jangan tinggalkan aku di sini…” suaranya serak, matanya memohon. Ryan mendekat, duduk di samping Nu, lalu menggenggam tangannya. “Sayang, aku nggak pergi jauh. Aku harus pulang sebentar, ambil barang, lalu ke apotek untuk obat yang diresepkan Dokter Ria. Kalau tidak, Ibu bisa makin lemah. Selain itu… aku juga harus mengambil s

