Bagian 02

1085 Kata
KYAAAA!!! Teriakan itu menggema di seantero kamar bernuansa pink dengan menyebalkannya, membuat seorang laki-laki yang tengah terlelap di bawah selimut menggeliat tak nyaman lalu dengan kesal ia mencoba untuk merubah posisinya menjadi duduk. "Ngapain sih masih pagi buta gini teriak-teriak?!" tanya Dimas pada gadis yang kini tengah membelalakan mata memandangnya. "Harusnya Sasya yang tanya! Ngapain Om ada di kamar Sasya?!" Dimas yang tadinya memasang ekspresi kesal kini berganti dengan seringai menyebalkannya. "Kamu enggak ingat kalau semalam kamu yang memohon-mohon meminta saya untuk tidur bersama kamu?!" "Apa, enggak mungkin!!!" pekik Sasya matanya melotot ngaris ke luar. "Kalau enggak percaya enggak apa-apa!" ucap Dimas menyingkap kain tebal yang menyelimutinya kemudian melempar kain itu hingga menimpa wajah Sasya membuatnya berteriak kesal. "Saya pinjam kamar mandi kamu ya?" Dimas langsung melesat masuk ke dalam kamar mandi yang terdapat di dalam kamar Sasya meninggalkan Sasya yang sedang menggerutu. "Dasar om-om tua menyebalkan!" Sasya menendang selimut yang menyelimuti tubuhnya hingga selimut itu terenggok di lantai, gadis itu kemudian berjalan menuju cermin besar yang terdapat di kamarnya kemudian bercermin di sana, memeriksa tubuhnya yang terbalut piyama panjang bermotif doraemon. "Baju sama celana gue masih terpasang pada tempatnya terus enggak ada yang kurang sama enggak ada yang aneh sedikit pun, berarti gue masih aman sentausa sampai pagi ini," gumam gadis itu sembari membalik-balikan tubuhnya ia mengembuskan napas lega. "Awas aja kalau si om-om tua itu sampe grepe-grepe tubuh gue, hiiiiyh." Sasya bergidik ngeri membayangkannya. Bagaimana tidak? Bayangkan ketika kamu terbangun dari tidur nyenyakmu ternyata ada manusia lain di kamarmu terlebih itu adalah seorang laki-laki, kamu tentu akan berpikir macam-macam jugakan? "Memangnya siapa yang mau grepe-grepe kamu?" Sasya langsung membalikan tubuhnya ketika seseorang sedang berkata. Namun, ia langsung menjerit histeris sembari menutup mata dengan kedua tangannya ketika memandang orang itu. "Kenapa Om telanjang?!" pekik Sasya dengan masih menutup matanya ketika Dimas keluar dari kamar mandi dengan hanya sehelai handuk menutupi pinggang sampai ke pahanya. Reaksi Sasya tentu membuat Dimas terkekeh. "Saya enggak telanjang, masih ada handuk yang menutupi tubuh saya!" Sasya merenggangkan jari-jarinya untuk menatap tubuh Dimas yang ternyata hanya bertelanjang d**a saja kemudian ia merapatkannya lagi. "Ya tetep aja itu namanya telanjang!" "Kalau telanjang itu enggak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh," jelas Dimas. "Jangan ngajak saya berdebat! Tolong pinjamkan saya baju papa kamu!" Dengan amat sangat terpaksa Sasya keluar dari kamar sembari menghentak-hentakan kakinya membuat Dimas yang melihat itu menggelengkan kepalanya. "Hati-hati nanti kamu keseleo!" Beberapa menit kemudian Sasya kembali ke kamarnya dengan membawa beberapa pakaian milik papanya untuk dikenakan oleh Dimas. "Ini pakaian papa, kayaknya masih baru. Om pakai aja nanti Sasya yang minta izin, pilih aja yang cocok Sasya mau mandi dulu, bye!" cerocos gadis itu sembari berlalu dari hadapan Dimas. Dimas menggumamkan terima kasih sembari menggelengkan kepalanya kemudian memilih pakaian untuk dikenakannya. Di dalam kamar mandi Sasya membuka pakaian hinga menyisakan pakaian dalamnya saja ia membasuh wajahnya terlebih dahulu kemudian menggosok giginya sembari termenung. "Apa iya ya semalem gue yang mohon-mohon minta Om Dimas nemenin gue tidur?" "Ah enggak mungkin! Gak mungkinlah gue kayak gitu!" "Tapi kalau iya gimana? Muka gue mau di taro di mana? Harga diri gue?!" Aaaargh! Sasya berteriak frustrasi memikirkan itu, kenapa sih dunia seakan berkonspirasi membuatnya kesal! Tidak papa dan bundanya, tidak nenek dan kakeknya, tidak juga dirinya sendiri semuanya membuat kesal. Sasya berdiri di bawah shower lalu mengguyurkan air dingin ke seluruh tubuhnya untuk melenyapkan emosinya itu. Setelah menyelesaikan ritual mandinya Sasya membungkus tubuhnya dengan dibalut kimono sampai ke pahanya, ia lupa membawa pakaian ke kamar mandi. Sasya membuka sedikit pintu kamar mandinya untuk mengintip sedikit kamarnya apakah masih ada Dimas atau tidak. "Om?" panggil Sasya namun tidak ada sahutaan. "Udah keluar kali ya?" Sasya melangkah perlahan keluar dari kamar mandi ia bernapas lega ketika tak ada seorang pun di dalam kamarnya bahkan kamarnya terlihat rapi selimut yang tadinya terenggok tak berdaya di lantai kini sudah terlipat rapi di atas ranjangnya. "Apa si om yang rapiin ya? Ah bodo amat deh, gue jadi enggak perlu cape-cape rapiin kamar." Sasya kemudian mengeluarkan pakaian-pakaian yang akan dikenakannya dari dalam lemari kemudian memasakan ke tubuhnya, ia mengerutkan keningnya ketika melihat beberapa bercak kemerahan di atas dadanya. "Apa ini?" tanya Sasya kepada dirinya sendiri. "Apa gue digigitin nyamuk ya semalem?" Sasya menggedikan bahunya tak acuh kemudian melanjutkan acara berpakaiannya. Setelah selesai Sasya keluar dari kamarnya, menuruni tangga kemudian masuk ke dapur, ia mengerutkan kengingnya ketika memandang punggung lebar seseorang yang tengah duduk di meja bar di dekat kitchen seat sembari menyeruput segelas kopi, Dimas. Sasya pikir laki-laki itu sudah pulang. "Om?" panggil Sasya membuat Dimas menoleh. "Bikinin sarapan dong, saya laper!" ucap Dimas. "Enggak!" Sasya menggeleng tegas. "Sasya enggak bisa masak!" Gadis itu jadi teringat ketika terakhir kali ia memasak, ketika bundanya mengidam ingin memakan masakannya itulah terakhir ia berkutat dengan bahan makanan, ia bersumpah tak akan memasak lagi apalagi sampai harus memakannya, lidahnya langsung mati rasa ketika itu. "Kalau begitu saya aja yang masak." "Memangnya Om bisa masak?" "Jangan ngeremehin saya!" "Efek kelamaan jones ya Om, enggak ada yang masakin jadi masak sendiri?" Sasya terkikik ketika Dimas mendelik akibat perkataannya. "Semua bahan makanannya udah ada di kulkas, bikinin buat Sasya juga ya Om?! Dimas meneliti isi kulkas milik Sasya yang komplit itu, pilihannya jatuh pada deretan telur yang tersusun rapi kemudian mengambil beberapa dari telur itu dan bahan-bahan lainnya untuk diolah. Dimas melipat kedua lengan bajunya hingga ke siku agar tidak mengganggu pekerjaannya kemudian memakai apron berwarna pink milik Diandra, hal yang dilakukan Dimas itu tak luput dari pandangan Sasya yang kini tengah tertawa geli memandang Dimas, bayangkan saja laki-laki bertubuh kekar mengenakan apron berwarna pink, sangat lucu. "Jangan ngetawain saya!" "GR!" ucap Sasya ketus padahal dalam hati ia sangat ingin tertawa bahkan ingin berguling-guling. Beberapa menit kemudian makanan yang dimasak Dimas sudah tersaji di atas meja bar, walaupun hanya omelet alis telur dadat tetapi aromanya mampu membuat perut Sasya bergemuruh. "Kamu lapar?" Dimas tertawa ketika Sasya mengangguk lengkap dengan wajahnya yang memerah. "Dari kemarin Sasya belum sempet makan." Dimas menyodorkan salah satu piring berisi telur dadar itu ke hadapan Sasya. "Makanya kamu harus bisa masak jadi bisa masakin buat diri sendiri!" Sasya mulai melahap masakan Dimas yang terasa nikmat di lidahnya. "Kata iklan di tipi juga enggak bisa masak itu enggak apa-apa, yang penting bisa makan!" "Enggak masak berarti enggak makan dong!" Dimas yang duduk di hadapan Sasya langsung menyuapkan sesendok makanannya ke mulut Sasya saat Sasya membuka mulut hendak memprotes ucapannya. "Kamu hobi banget sih mendebat saya!" ucap Dimas membuat Sasya mengerucutkan bibirnya sembari mengunyah makanan dimulutnya dengan kesal. "Hati-hati nanti kamu suka!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN