Bagian 03

963 Kata
"Oi, Sya!!!" teriakan disertai dengan tepukan di bahunya membuat Sasya yang tengah memakan bakso sembari melamun akhirnya tersedak dan terbatuk-batuk. "Bisa enggak sih lo enggak ngagetin gue, enggak liat apa kalau gue lagi makan, gimana kalo gue langsung mati pas kesedak tadi?!" cerocos gadis itu tanpa henti sembari memelototkan matanya memandang tajam seorang pemuda yang kini sedang duduk di hadapannya sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa bersalah karena sudah membuat gadis di depannya terkejut. "Sory, Sya gue enggak sengaja!" ucap pemuda itu. "Lagian kebiasaan banget sih makan sambil ngelamun, bagus-bagus enggak kesambet lo!" "Mana beranilah hantu sama cewek cantik kayak gue!" "Pede banget sih lo!" laki-laki itu tanpa permisi menyeruput hingga habis minuman milik Sasya yang menganggur di atas meja membuat Sasya mendelik. "Minta ya!" "Iiish Rendy! Nyebelin banget sih lo kalau minta tuh izin dulu, gue enggak mau tau pokoknya lo yang harus bayarin semua makanan gue!" "Tenang aja, gue yang bayar!" ucap Rendy. Laki-laki itu adalah sahabat Sasya semasa sekolah menengah atas dulu. "Ngomong-ngomong kenapa tadi lo ngelamun?" "Itu Ren, masa gue ditinggal bulan madu lagi sama papa sama bunda gue." Sasya memelankan suaranya ketika mengucapkan kata bulan madu sembari memandang ekspresi Rendy, takut-takut kalau pemuda itu akan marah. Dulu ketika masih SMA Rendy menyukai Diandra, sahabatnya yang kini sudah menikah dengan papanya karena dijodohkan oleh dirinya sendiri, Sasya takut Rendy belum melupakan Diandra dan akan marah lagi kepadanya seperti awal-awal Rendy mengetahui bahwa Diandra dan papanya sudah menikah. "Oh, ke mana emangnya?" tanya Rendy dengan biasa-biasa saja membuat Sasya diam-diam mengembuskan napas lega. "Ke pulau gitu Ren, gue heran deh kenapa mereka ke sana mulu emangnya enggak bosen apa? Gue aja yang cuma denger mereka mau ke sana udah bosen!" cerocos Sasya lagi membuat telinga Rendy agak pengang. Laki-laki itu meringis. "Ya mending ke sana setiap hari sih Sya daripada denger suara lo yang kayak kenalpot bajay itu, bikin sakit telinga tau enggak?" "Eh sialan lo ya!" ujar Sasya sembari melempar beberapa lembar tisu ke arah Rendy. "Lo enggak tau aja gimana ngenganggunya suara lo itu!" ucap Rendy. "Udah yok ke kelas sekarangkan matkulnya si killer, lo tau sendiri doi masuknya sepuluh menit sebelum ngajar." Sasya bergidig ngeri ketika teringat bahwa sekarang adalah mata pelajarannya Pak Bima, dosen killer di fakultasnya. "Ya udah yuk buru jangan lupa lu bayarin," ucap Sasya sembari bangkit dari duduknya kemudian mereka berjalan bersisian setelah Rendy selesai membayar makanan yang dimakannya. Rendy merangkul bahu Sasya selama berjalan ke kelas, mereka memang memiliki kelas yang sama. Selama di perjalanan itu banyak yang memandang mereka iri, banyak yang menyangka bahwa Sasya dan Rendy itu berpacaran saking dekatnya mereka, bahkan ada yang berkata bahwa mereka sangat cocok membuat ada sedikit rasa bahagia yang menyusup ke dalam hati Sasya. Sejak sekolah menengah atas dulu Sasya memang sudah menyukai Rendy. Rendy bukannya tidak tahu bahwa Sasya menyukainya, ia bahkan sudah tahu ketika gadis itu selalu bersikap tidak biasa kepadanya. Namun, Rendy sudah menyukai Diandra terlebih dahulu dan ia hanya menganggap Sasya sebagai sahabatnya saja. Ya, sebelum ia mengetahui bahwa Sasyalah yang telah menjodohkan gadis yang disukainya dengan orang lain. "Sebelum pulang nanti gue mau ngomong penting sama lo, lo bisakan?" tanya Rendy sembari memandang tepat di mata Sasya ketika mereka sudah berdiri di depan kelas. Jantung Sasya berdetak lebih cepat ketika memandang bola mata Rendy. "I-iya bisa," jawabnya ia mendadak gugup ketika Rendy menatapnya dengan serius. Rendy menyeringai puas tanpa Sasya sadari. "Oke! Selamat belajar kelinci lucuku!" ucapnya sembari mencubit kedua pipi gendut Sasya hingga mengundang siulan menggoda dari teman-teman sekelas mereka. "Apa sih lo?!" ucap Sasya sembari menepis kedua tangan Rendy di pipinya. Wajah Sasya merona malu sekaligus bahagia, bahagia karena Rendy memanggilnya kelinci lucuku, panggilan yang sudah lama sekali tak Rendy alamatkan kepadanya. Rendy memanggilnya seperti itu karena katanya Sasya itu seperti kelinci, memiliki dua gigi depan yang mirip dengan hewan pemilik telinga panjang tersebut. Selama pelajaran berlangsung Sasya terlihat sedang memperhatikan apa yang sedang di jelaskan oleh Pak Bima pandangannya lurus ke depan. Namun matanya kosong, ia sedang memikirkan apa yang akan Rendy katakan kepadanya, ia sungguh penasaran, sepenting apakah sehingga laki-laki itu berkata sembari menatap kedua bola matanya. Apa Rendy mau .... Sasya menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menyentuh dadanya yang tiba-tiba saja berdetak menggila, berusaha menepis kemungkinan-kemungkinan yang ada di dalam pikirannya tentang apa yang akan Rendy katakan kepadanya nanti. Stop it Sya! Jangan terlalu berharap nanti jatuhnya sakit. Beberapa puluh menit kemudian kelas Pak Bima sudah selesai, Sasya segera membereskan barang-barang di atas mejanya lalu setelah selesai ia bangkit dari duduknya bertepatan saat Rendy juga menghampirinya. "Udah selesai?" tanya Rendy dijawab anggukan Sasya. "Ayo!" Rendy menggenggam jari jemari Sasya kemudian menariknya hingga Sasya mengekorinya dari belakang. "Kita mau ke mana?" tanya Sasya sembari memperhatikan tangannya yang digenggam oleh Rendy. "Ikutin aja, nanti juga lo pasti tau." Lo mau ajak gue ke mana sih Ren, lo mau ngomong apa? Jangan bikin gue berspekulasi sendiri. "Taman?" ucap Sasya begitu Rendy berhenti melangkah. Keduanya kini tengah berdiri di hadapan bunga-bunga yang bermekaran. Tempat ini masih satu area dengan kampus mereka, bisa dibilang kalau tempat ini tempat yang paling bagus di kampus mereka karena ditumbuhi bunga berwarna-warni sepanjang waktu. "Bunga-bunganya indahkan Sya?" tanya Rendy tiba-tiba sembari memandang hamparan bunga itu membuat Sasya ikut memandangnya. "Iya Ren indah," jawab Sasya. Tiba-tiba sebuah benda menyelip di daun telinganya. Rendy menyelipkan sebuah bunga di telinganya! Mata Sasya membulat sempura memandang Rendy yang kini tengah memandangnya, jantung Sasya berpacu dengan cepat ketika Rendy tiba-tiba saja menggenggam erat kedua tangannya. Laki-laki itu menarik napas lalu membuangnya perlahan sebelum mengatakan yang akan membuat jantung Sasya berhenti berdetak dan kupu-kupu terasa berterbangan di dalam perutnya. "Kita udah sama-sama saling tahu, udah sama-sama saling mengenal, lo tau kalau gue bukan orang yang romantis, lo juga udah tau kalau gue enggak bisa berbasa-basi." "Lo maukan jadi pacar gue?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN