BRAAKKKK....
“Aaarrghhh!!!”
Teriakan kekesalan yang di suarakan bersamaan dengan gebrakan tangan kasar hingga berantakanlah sudah meja para penyidik tempat bertumpuknya banyaknya laporan-lapran kasus itu. Dan itu jelas membuat semua wajah jadi tegang, takut dengan amukan pria yang sedang di kuasai ledakan amarahnya itu.
“Sudah kukatakan untuk menjaganya! Kenapa tak ada satu pun yang becus untuk menjaga satu tikus saja hah?!!”
“Maaf kapten...”
Ucap salah seorang anggota detektif, namun sayangnya maafnya itu sungguh tak berguna kini di mata seorang Detektif Jonathan, atau yang lebih di kenal dengan julukan Si Gila Jo, karena tingkahnya yang selalu sembrono, jarang sekali dirinya menataati aturan juga tata laksana penangkapan yang menjadi ketetapan kepolisian. Baginya apapun itu sah-sah saja untuk di lakukannya, asalkan pelaku kriminal di luaran sana bisa di bekuknya.
“Shhh... malang sekali mereka semua harus memiliki kapten seperti dirinya ckckk...”
Gumamku sambil kugeleng-gelengkan kepalaku, setelah menyaksikan hampir keseluruhan keributan yang sudah terjadi di ruang satuan tim narkoba itu.
“Anda harus bercermin Pak, bukankah anda pun sama gilanya dalam memburu seorang kriminal seperti Det. Jo”
Tiba-tiba saja seseorang menyahuti gumamanku seperti itu, dan tentu aku langsung menoleh untuk melihat siapa gerangan itu.
“Oh, Pak... Selamat siang”
Sapaku kepada kepala kepolisian yang ternyata tak kusadari keberadaannya yang entah sejak kapan berdiri di belakangku.
“Kami dengar Jaksa hebat seperti anda sedang mengalami kesulitan karena si bandar asal Meksiko itu”
Sialnya ia malah mengungkit persoalan yang satu itu.
Dan yang harus aku akui adalah saat ini memang kepolisian tengah selangkah lebih maju dari proses penyelidikan yang kulakukan, karena usaha detektif gila mereka yang sedang mengamuk sedari tadi itu.
“Ehm, kami hanya masih dalam mode diam dan mengamatinya... satu serangan setelah rencana yang matang, hati-hati dan teliti sepertinya lebih cocok untuk berburu buron yang satu itu”
“Ya, anggaplah agar tak sampai terjadi keributan karena tikus mati seperti yang terjadi di ruangan itu...”
Balasku menyeret bawahannya yang saat ini memang sedang meributkan si pengedar yang harus meninggal dan gagal menjadi kunci penangkapan si Leon itu.
“Ahahahah.... benar, mereka memang sedang kesal karena tikus itu harus mati, tapi kupastikan mereka tak akan berburu tikus lagi... akan kuperintahkan mereka langsung memenggal kepala singa yang menjadi target buruan kami saat ini...”
Tak ekor, tak kepala, angkuhnya memang mengakar dalam organisasi ini.
“Benarkah kalau begitu mungkin ini saatnya bagiku untuk mengasah senjata pula untuk ikut terjun ke dalam perburuan ini... “
Balasku menyingsingkan lenganku, tak akan aku kalah dari mereka.
“Tapi harus kuingatkan yang satu ini pada anda, juga para detektif anda... jangan sampai salah memanah hewan buruan... biarkan singa itu di buru oleh orang-orang yang lebih handal dalam melakukan tembakannya, dan saya sarankan untuk tetaplah focus pada herbifora yang cepat larinya namun tak cukup berani untuk menggigit, saya hanya tak ingin kalian terluka, itu saja...”
Ingatku padanya, karena jika sampai kutahu mereka mengambil bagian dari apa yang seharusnya kutangani kembali, aku akan dengan sangat terpaksa mengambil paksa semua hal yang berurusan dengan si Leon itu dari tangan mereka.
“Wah wah waaah... sepertinya seorang Bryan Dinatakusuma merasa memiliki saingan sekarang...”
Balas seseorang dengan suara dan nada bicaranya yang sudah sangat kukenal itu.
“Saingan? Tchhh... jangan harap kau ini hanya lalat, yang kerjanya terus mengganggu fokusku untuk melesatkan senjata untuk mematikan buruanku”
Ucapku tak kenal takut, sambil kutatap dirinya yang sedang berdiri, bersandar, berpangku tangan pada tembok dengan wajah menyebalkannya itu.
“Meski kau katai aku lalat, tapi sepertinya lalat ini sudah lebih hebat dalam mengintai buruanmu yang satu itu... Kita lihat siapa yang akan lebih dulu mendapatkannya...”
Sial! umpatku dalam diamku, berani sekali seorang kapten sepertinya menantangku seperti itu.
“Tak perlu aku harus berkompetesi denganmu, karena sudah pasti Si Leon akan berkahir di kantor kejaksaan...”
“Benarkah? Kenapa repot-repot? Kalian seharusnya membantu saja orang-orang politik yang ingin bebas dari ulah mereka yang korup itu...”
“Apa-“
“Detektif Jo, hentikan! Bukankah kau memiliki pekerjaan yang lebih berguna untuk di kerjakan...”
Kepala Kepolisian tiba-tiba memotong pembicaraan yang mulai memanas antara diriku dengan Si Gila Jo dengan mengingatkannya seperti itu.
“Ah, benar aku harus pergi ke kantor forensic, mungkin saja mayat itu mau berbicara dan mengatakan di mana si leon berada...”
Ucapnya sambil langsung pergi begitu saja melewati diriku.
Amarahku benar-benar sudah di sulutnya saat ini. Dadaku sampai panas, terbakar, sudah sepantasnya aku tak tinggal diam di saat ia sudah selangkah di depanku untuk menangkap si bandar narkoba itu.
“Ahhh...”
Langsung kukeluarkan handphoneku dan kuhubungi seseorang di sana.
“Roy, kirimkan semua data Si Gadis itu padaku...”
“Sekarang!!”
Dan setelah kudapatkan data dari Roy, langsung saja aku melesat pergi dengan cepat menuju ke tempat di mana di sanalah aku yang mungkin bisa mendapat sedikit titik terang atas kasus yang sudah seperti benang kusut ini.
.
.
.
“Sepertinya benar di sini alamatnya...”
Kuperhatikan lingkungan sekitar dari rumah sederhana dengan nomor yang sama, yang ada pada data diri wanita muda yang harus kutaklukan hatinya.
Meski k****a berulang kali semua tentangnya, sepertinya benar-benar akan sulit sekali untuk membujuknya jika tidak langsung kuserang titik lemahnya, yaitu hutang ibunya beserta bunganya yang terbilang cukup tingi pada seorang lintah darat yang sempat kutemui malam itu.
Catatan buruknya banyak sekali bahkan berderet panjang pada data yang kupegang saat ini, ia berkali-kali keluar masuk penjara remaja karena selalu ribut dengan beberapa anak di sekolahnya tiga tahun yang lalu.
“Kalau seperti ini ceritanya mungkin ia akan langsung meninjuku jika aku terlalu membujuknya agar mau menjadi mata-mataku...”
Gumamku sambil kugaruk-garuki leher belakangku yang mendadak tak nyaman karena memikirkan cara untuk bisa bekerja sama dengan si Gadis itu.
“Ahhh... dia ini preman atau apa? Tunggu, tapi bukankah dengan bekerja di club M, yang mengharuskannya bersikap ramah bahkan lembut pada tamunya... mungkin saja sikapnya mulai sedikit berubah bukan...”
Aku berpikir keras untuk yang satu itu, karena jujur saja, aku tak handal jika harus berurusan dengan seorang wanita. Jika ia sampai kesal lalu memelih untuk meninjuku, tak mungkin kubalas dengan menijunya balik. Seorang jaksa sepertiku yang memang lebih mengutamakan kemenangan di pengadilan, tetaplah seorang penengak keadilan dan masih memiliki perasaan balas kasih pada seorang perempuan, sejahat apapun itu perbuatan yang di lakukannya.
“Ah, kenapa aku malah terjebak dalam kebingungan seperti ini...”
Padahal biasanya aku langsung saja meminta dengan tegas, tapi kenapa aku malah harus bertingkah rumit seperti ini. Dilema bagaimana harus mengahadapi Si Gadis itu, karena dirinya yang memiliki sikap seperti gangster, namun di lain sisi juga ia tetaplah seorang perempuan, yang bahkan sangat kubutuhkan peranannya.
“O-oh itu dia...”
Mataku menemukan sosoknya yang terlihat tengah berjalan entah dari mana sambil mengemuti sebuah ice cream di tangannya.
Dan sudah tentu aku segera turun dari mobilku untuk menemuinya.
Langsung saja kudapati tatapan tajam darinya yang jadi menghentikan langkahnya karena kehadiranku yang tiba-tiba seperti sekarang ini di hadapannya.
“Sepertinya anda benar-benar seorang jaksa...”
Ucapnya padaku
“Lencanaku cukup untuk mewakili identitasku bukan?”
“Ehmm... benar, tapi kudengar beberapa jaksa itu tak berguna di kursi pemerintahan dan hanya memakan gaji buta saja... dan rupanya itu benar, karena kutemukan satu di sini yang seperti itu...”
Aku sudah harus mendapat perkataan tak mengenakan seperti itu darinya. Mulutnya itu benar-benar cukup untuk menyulut keributan.
“Dengar, aku hanya datang untuk memberikanmu tawaran... kau mungkin akan bisa hidup bebas jika kau menerima untuk mau bekerja sama denganku...”
Langsung saja kuutarakan niatku padanya, agar tak lebih banyak waktu terbuang untuk meladeni mulutnya yang selalu mengeluarkan perkataan yang membuatku naik darah.
“Kau ingin membuatku jadi santapan b******n itu hah? Kau ingin menjadikanku cacing untuk menangkap ikan kakapmu itu? Di mana otakmu? Kau ingin aku terbunuh??? Dasar gila!!”
Ia sampai memakiku seperti itu. Padahal aku tak memintanya dengan cuma-cuma tapi kenapa dia sampai bereaksi begitu padaku.
“Berapa hutangmu padanya? Akan kubayar langsung beserta bunganya”
“Kalau kukatakan 1M kau akan tetap membayarnya hah?”
“.....”
Aku menarik jeda napasku karena mendengar angka itu.
“Cihhh.... lihat, tidak bukan? Dasar mulut besar... aku tahu manusia sepertimu hanya ingin memanfaatkan manusia tak berguna sepertiku untuk bisa mendapatkan kepentinganmu!”
Ucapnya semakin jauh, meski aku tahu sejak awal ini tak akan mudah, tapi tak kubayangkan akan sampai semenjengkelkan ini untuk menghadapinya.
“Pergi atau akan kulaporkan kau pada polisi sebagai penguntit”
Ancamnya sambil menabrakan diri pada bahuku, lalu pergi melewatiku begitu saja melangkah masuk ke dalam rumahnya.
Brakkkk
Lagi-lagi aku mendapat suara bantingan yang cukup keras darinya. Entah apa definisi yang cukup untuk menggambarkan perasaan kesal yang sudah berada di ambang batasku ini. Sudah benar-benar overload sekali aku karenanya.
“Waaahhh!!!”
“Aiuhhhh!!!”
Trangggg
Sampai jadi kutendang kaleng yang tergeletak malang, yang menjadi pelampiasan amarahku atas tingkah Si Gadis menyebalkan dan tak sopan itu.
“Hey!!!”
“Berisik! Kau ini gila ya??!!!”
“O-oh maaf Bu, saya- saya tak sengaja...”
Sialnya aku malah mendapat protes dari seorang wanita tua yang sepertinya amat terganggu atas apa yang baru saja kulakukan pada kaleng yang samai membunyikan suara kelentrang yang cukup keras mengenai tembok salah satu bangunan komplek perumahan ini.
“Maaf Bu...”
Aku lantas cepat-cepat berlari saja untuk kembali masuk ke dalam mobilku, bersembunyi sebelum mendapat amukan yang lebih parah lagi dari yang baru saja itu.
“Hhh... sepertinya orang-orang di lingkungan ini memiliki tempramen yang cukup tinggi...”
Gumamku sambil kuelusi dadaku yang jadi memompa lebih cepat karena harus mandapat panic attack.
Drttt
Drttt
Drttt
Kulihat kepala penyidik menghubungiku, dan segera kuraih handphoneku itu dengan cepat
“Oh? Ada apa? apa ada perkembangan?”
“Apa? Dia terlihat bersama siapa??”
Mendegar berita update pengintaian Leon selalu menjadi satu alasanku untuk ingin cepat-cepat menancap gas mobilku dengan kecepatan tinggi sampai melupakan pengendara lainnya di jalanan.
.
.
.