Day 30 Kasus Leon

2348 Kata
Bryan Pov Entah ini keberuntunganku atau benih dari masalah baru nantinya. Tapi yang pasti aku butuh nona muda cantik yang sedang berbalutkan gaun minim khas wanita malam, bernama Gadis ini. Kuperhatikan bagaimana dirinya. Kini mataku melakukan sedikit profiling singkat untuk mendapat gambaran karakter dirinya. Dari lenjang kaki, dan lengan kurus namun memiliki cukup otot, juga paras dengan garis wajah yang amat mempesona, aku pikir cukup untuk dijadikan sebuah umpan manis untuk memancing tangkapanku yang cukup besar. “Tutupi itu” Ucapku sambil kulemparkan jas hitam yang tak tadi kukenakan, untuk menutupi area tubuhnya yang cukup sensitive di mata laki-laki normal dan masih memiliki nafsu sepertiku. Ia tak membalas, hanya melemparkan tatapan tajam padaku. “Kau akan masuk dan menemani pria di samping bukan? Berapa lama biasanya mereka mabuk-mabuk di dalam? Apa mereka langsung membawamu ke kamar hotel-“ Brakkkk Suara gelas wiski yang berada di tangannya tiba-tiba di taruhnya keras di meja, sampai menimbulkan suara keras bahkan hampir memecah tempat gelas itu mendarat, yang terbuat dari kaca. “Dengar, semua wanita di sini, tak ada satu pun yang di perbolehkan bahkan sudi membaringkan tubuh mereka di ranjang yang sama dengan tamu-tamu mabuk di club ini” Ucapnya tegas. Dan untuk pertama kalinya kutemukan tatapan yang lebih tajam, dari yang selalu kulemparkan pada semua terdakwa kasus kejahatan yang pernah kutemui. Bahkan tak tersiratkan getir-getir ketakutan darinya. Aku tebak dia bukanlah jenis wanita yang akan menangis hanya karena satu tamparan atau perlakuan menyebalkan seorang pria. Bahkan kini ia terlihat bisa mencabik-cabik mulutku yang sudah menyinggung hatinya itu. “Aku tak peduli dengan itu, yang aku ingin adalah kau menemani Leon di ruangan itu dan bawa ini” Kuserahkan satu penyadap suara kecil untuk di pasang di telinganya. “Apa ini?” “Penyadap, cukup pakai saja di telingamu agar aku bisa mendengar semua percakan mereka di dalam” Mendengar jawabku itu, ia kini membuka matanya lebar-lebar dengan alis kanan yang juga tengah di naikannya. Ia menujukan wajah herannya atas apa yang kuperintahkan padanya itu. “Kau ingin aku memata-matai tamu di sebelah? Begitu?” Tanyanya pelan dengan suara rendah menatapku lekat seolah butuh kepastian lebih atas kata-kataku baru saja itu. “Benar, mudah bukan? Tenang, aku akan membayarmu malam ini dua kali lipat lebih banyak dari malam-malam biasanya” Bukankah tawaranku ini menarik, tapi kulihat itu bukan apa-apa untuknya. Ia bahkan memejamkan matanya dengan napas yang di hembuskannya panjang. “Kau ingin aku mati? Madam Jennie akan menggantungku jika aku bekerja untuk pria yang juga bukan pelanggan di club ini, dan jika kau ingin memata-matai, carilah detektif atau wanita lain, aku tak mau!” Tolaknya sambil berdiri dan melemparkan Jas hitamku yang tadi menutupi pahanya itu. “Hhh... Jika semua detektif itu becus memata-matai bandar narkoba di ruangan itu, maka jaksa sibuk sepertiku tak akan turun tangan sampai di lempari jas oleh wanita sepertimu” Ungkapku, tatapan matanya berbeda dengan sebelumnya, tak lagi tajam, melainkan sorot bercabang-cabang antara keheranan, bingung, penasaran, dan ada juga keraguan. Jelas aku bisa membaca semua itu, sudah 10 tahun lamanya aku bekerja sebagai jaksa veteran dengan deretan kemenangan di setiap pengadilan. Kulihat kini ia menyunggingkan satu ujung bibirnya, bukan senyum menawan yang di tampilkannya melainkan wajah yang terlihat sedang meremehkan. “Jaksa? Tch, kalau kau jaksa aku hakimnya, bagaimana?” Balasnya, sudah pasti ia tak percaya pada diriku. “Kau sungguh tak percaya padaku? Apa kau tak pernah melihat wajahku di pemberitaan? Asal kau tau aku ini terkenal, dan lagi... Kenapa kau tak sopan begini pada tamu?” Tanyaku, rasanya harga diriku turun sekali harus memperkenalkan diri seperti ini. Padahal di luar sana siapa pun itu akan langsung membungkuk, hormat pada diriku yang seorang penegak keadilan ini. “Karena anda sendiri Pak yang lebih dulu tak sopan padaku, anda sadar itu?” “Tak sopan? kapan aku-“ “Hhh, dengar, seberapa berkuasanya dirimu, seberapa tinggi jabatanmu, aku sungguh tak ingin di jadikan alat untuk memata-matai pria di ruang sana...” “Dan satu lagi, aku tak ingin bekerja pada pria yang begitu merendahkan kaum wanita!” Tegasnya sambil langsung berjalan keluar ruangan. Brakkk Itu kedua kalinya ia membuat suara bising dan keras seperti itu. Entah kenapa aku merasa sangat kesal di perlakukannya seperti itu. “Kalau sampai hari ini juga aku masih belum tahu di mana gudang narkoba Si Leon itu, bagaimana aku menangkapnya di waktu yang sudah kujanjikan” Aku benar-benar merasa menyesal sekali telah terlalu percaya diri kemarin di hadapan Jaksa Agung. Mungkin tak seharusnya aku mengambil kasus barang haram ini, jika tahu manusia Si Bandar Narkoba asal Meksiko itu pintar sekali bermain petak umpat. Jenis kokain yang di coba dipasarkannya secara besar-besaran di negara ini masih sulit untuk di lacak pengedarannya. Dan sialnya selalu tumpang tindih dengan pencarian jaringan peredaran narkoba yang memang seperti benang kusut kasusnya di negara ini. “Halo” “Ya, baik saya akan segera memeriksanya” Aku sangat kebingungan setelah kudapat panggilan ini. Lalu bagaimana dengan Si Leon di ruangan itu? Aku tak mungkin kehilangannya. Tapi container yang baru saja transit di pelabuhan sudah di sinyalir ada hubungannya dengan semua narkoba itu. ‘Bagaimana ini, akan sia-sia sekali aku duduk 4 jam lamanya di sini...’ Kalau saja Si Gadis itu mau menuruti pintaku, pekerjaanku akan jadi terbantu sekali. Dia bisa menjadi kunci untuk aku bisa membekuknya dengan semua bubuk kokain itu. “Aku tak bisa diam saja begini...” Akhirnya kuputuskan untuk keluar saja dari ruangan ini, sepanjang lorong club sampai parkiran, bertebaran pria-pria berbadan besar yang sudah pasti adalah orang-orang Leon yang tengah berada di dalam. “Sial!” Seseorang menatapku dengan mata yang sedikit di sipitkannya, sudah pasti ia curiga padaku yang belum lama ini muncul di pemberitaan akan mengambil alih kasus kokain asal Meksiko yang kini menargetkan negara ini sebagai pasar utamanya. Mereka sudah pasti akan langsung mengenali diriku dari wajahku ini. Tahu aku dalam bahaya akhirnya dengan menyelusup di antara beberapa tamu, aku berhasil berjalan ke arah belakang gedung club ini. Namun selagi kumelangkah, kudengar sepertinya ada sebuah pertengkaran yang tengah terjadi tak jaduh dari tempatku berada saat ini. “Lepas! Sudah kukatakan aku tak dapat tamu hari ini, ada orang gila di dalam” “Mana ada orang waras di dalam? Kau ingin aku menaikan bunga hutangmu dua kali lipat hah?” Ancam seorang pria berwajah bengis itu pada wanita yang tak bisa kulihat wajahnya karena tengah berdiri memunggungiku. “Terus saja naikkan sesukamu, apa yang harus kuberikan jika aku tak memegang uang sepeserpun saat ini!!” Plakkkk Satu tamparan dilayangkan pria itu pada wanita yang kutebak tengah terjerat hutang padanya. Hingga wanita itu pun terjatuh, bersimpuh, di bawah kaki Pria yang berperan sebagai si penagih hutang itu. “Seharusnya kau ingatkan ibumu yang sudah berada di alam baka itu, kalau tak punya uang untuk membeli narkoba, tak usah terus memimjamnya dariku!” Tangan Si Pria itu dengan teganya kini bahkan menjambak rambut si wanita sampai kemudian wajahnya jadi menengadah ke atas dan tersinari remang-remang pantulan cahaya ruangan dari dalam gedung. “Tunggu! itu- itu wanita tadi, dia-“ Selagi aku berpikir soal benar tidaknya wajah cantik yang kini jadi berpipi merah, setelah mendapat tamparan itu adalah wanita yang bersamaku tadi, Si pria itu kabur pergi saat sadar akan keberadaanku saat ini. Dengan langkah yang besar aku berjalan ke arahnya. Kuraih tubuh yang terlempar dengan keras tadi itu. “Bangun” Sambil meringis ia mencoba membawa tubuh lemasnya beridiri. “Terimakasih-“ Ucapan terimakasihnya itu berhenti di ujung katanya, wajahnya seketika berubah begitu menemukan siapa yang baru saja membantunya bangun itu. Aku tahu ia merasa canggung sekali, setelah aku yang harus menjadi saksi dirinya, yang baru saja di tagih hutang dengan kasarnya. “Ikut aku, kita obati pipimu itu” Ucapku sambil berjalan lebih dulu darinya. Tapi setelah beberapa langkah, ternyata ia tak mengikutiku, ia hanya terus diam menatap tajam ke arahku. “Jika sekarang kau sedang mengasihaniku, kau tak perlu melakukan itu” Aku mulai kesal dengan dirinya yang ternyata cukup angkuh untuk seseorang yang tengah terlilit hutang seperti itu. “Dengar nona, aku ini seorang penegak hukum, kau baru saja di perlakukan dengan semena-mena, jadi sudah jadi panggilan hatiku untuk memberikan pertolongan padamu” Dan lihat sekarang, Ia malah terkehkeh dan terbaca jelas wajah yang tengah menganggap remeh kata-kataku barusan itu. “Pertolongan katamu? Panggilan hati? Setelah ingin memasukanku ke kandang macan di dalam dengan alat penyadap? Wahh...” “Kalau ku pikir lagi mungkin kau memang bekerja untuk badan pemerintahan dan pastilah kau ini pejabat public yang hebat sekali berpolitik dan membalik-balikan fakta, bukan begitu?” Ucapnya padaku, wanita ini benar-benar membuat darahku mendidih saat ini. Tadi ingin kupekerjakan ia malah berlaku kasar, sekarang ingin kutolong mulutnya malah berkata seenaknya, dia ini ingin apa sih sebenarnya, heranku dalam hati. “Tch, terserah atau...” Kulemparkan Jasku yang sempat di pakainya tadi. “Pakai itu” Sisi perut kanan mini dress yang di kenakannya mendapat robekan yang cukup besar, jadi tak bisa ku abaikan. “Pintaku yang tadi, aku harap kau mempertimbangkannya, ada satu kartu namaku di saku jas itu, hubungi aku” Ucapku sambil berjalan pergi lebih dulu meninggalkannya. *** “Halo” Sapaku dengan malas pada seseorang yang menelponku sampai aku jadi terbangun dari tidurku pagi ini. “Apa?? Ya, tunggu aku segera ke kantor” Aku langsung terbangun, duduk tegak di atas ranjang tempat tidurku. Dan saat mataku kulirikan pada jam di sampingku, betapa kagetnya aku ternyata sudah pukul 8 saja sekarang ini. “Ouhh shitt!!” Aku langsung berlari ke kamar mandi, membasuh wajahku seadanya dan mencari pakaian untuk pergi ke tempat penyelidikan di Kantor Kejaksaan tinggi. Bisa-bisanya aku kesiangan di saat penyelidikan penting seperti ini. Aku bersiap secepat yang kubisa, sampai akhirnya kubuka pintu rumahku dan menaiki mobilku. Selama perjalanan tak henti-hentinya kuhubungi seseorang yang kutugaskan untuk menyiapkan semua berkas yang kubutuhkan untuk melapor pada Jaksa di atasku. Hingga akhirnya mobilku terparkir dan segera aku berlari ke dalam. Brakkk “Ada apa? kenapa tiba-tiba ada laporan dari kepolisian soal Si Leon? Ini sudah bukan kasus mereka??” Tanyaku, rasanya tak suka sekali jika wilayah kerjaku di campuri oleh mereka yang sudah tak lagi memiliki hak atas kasusku ini. “Tapi... mereka berhasil menangkap satu pengedar jaringan Leon” “APA???” Bagaimana bisa aku sampai kecolongan seperti ini. Brakkk Pintu ruanganku di buka lebih keras dari yang kulakukan tadi, “Bryan! Kau lihat apa yang mereka lakukan??!! Mereka lebih dulu menemukan tangan dari buruanmu! kau sadar itu?? Kau terus mengendusi jejaknya tapi belum menemukan apa-apa sampai saat ini!” “Maaf Pak, tapi aku-“ “Aku tak butuh alasanmu, cepat ringkus si Leon itu” Perintahnya keras, aku benar-benar terdesak sekali dan malah terlihat seperti seorang jaksa amatiran di depannya saat ini. “Katakan apa yang kau lakukan untuk menangkapnya?” Aku coba memutar otakku, berpikir keras untuk tanyanya yang satu itu. Tak mungkin kukatakan kalau aku baru saja gagal lagi, karena container semalam adalah zonk dan hanya tipu daya dari trik Si Leon yang menyelundupkan narkoba yang di tolak dari negara transitnya Amerika. “Aku- aku... akan mengirimkan mata-mata untuk selalu berada di dekatnya, jadi kita bisa tahu kapan tepatnya transaksi besar-besarannya itu akan terjadi, berikut juga dengan lokasinya” “Mata-mata? siapa? apa dia terpercaya?” Karena terpepet, aku hanya bisa mengatakan rencana gilaku ini. “Dia, Gadis, wanita yang kuperintahkan untuk mendekati dan menggoda Leon” “Gadis? Siapa dia?” “Gadis... Gadis, gadis di kamar 501” Aku tahu, mungkin aku hanya akan membuat kekacauan dengan melibatkannya ke dalam kasus ini. Tapi apa boleh buat, Leon dia harus kutangkap, bagaimana pun caranya. . . . “Roy, carikan aku data wanita ini, cepat” Perintahku pada orang yang bekerja untukku, tak ada jalan lain selain menggunakan umpan cantik untuk memancing bandar narkoba itu. Mungkin aku akan mendapat peringatan besar karena melibatkan warga sipil atas masalah ini. Tapi sungguh aku pikir jika ada cara mudah untuk kutangkap target incaranku itu, kenapa tidak bukan. “Oh? Kau ingin berkencan? Siapa ini cantik sekali” “Dengar, kuperintahkan kau untuk mencari datanya, semua tentangnya, dan... pastikan kau ketahui soal pada siapa dia memiliki hutangnya, beserta jumlahnya...” “Hutang? Gadis secantik ini berhutang? Pada siapa?” Kalau bukan karena dia ini cukup kompeten menutupi semua cara illegal yang selalu kulakukan untuk menangkap semua buron-buronku, sudah kupecat dari lama Roy, si asistenku ini. “Aku tak tahu, karenanya kuperintahkan kau untuk mencari tahu itu” Untunglah kemarin aku sempat menyaksikan Gadis yang sedang berseteru, atau tepatnya dirinya yang sedang di sudutkan karena tak mampu untuk membayar hutang beserta bunganya itu. ‘Uang... Benar, akan kuberikan apa yang sedang di butuhkannya, jadi dia juga bisa memberikan apa yang kubutuhkan’ Aku pikir ini akan jadi sebuah permainan yang fair, tak ada yang akan di rugikan. “Ah, aku harus pergi ke kantor polisi, pastikan semua datanya ada dan lengkap, ingat, leng-kap!” Ucapku tegas, karena aku sedang sangat mendesak, aku sudah tak memiliki banyak waktu. Kuhubungi penyidik yang kutugaskan untuk terlibat dalam kasus ini, karena aku harus mengambil seorang pengedar yang di duga memiliki hubungan dengan Si Leon itu di kantor polisi. Tapi sesampainya di kantor polisi. Ambulans memarkir dan beberapa orang terihat sangat panik, di tengah mereka-mereka yang menonton keributan yang masih belum kuketahui tentang yang sedang terjadi sekarang ini. “Ada apa?” “Pengedar yang tadi pagi di tangkap, tiba-tiba mengalami kejang dan sedang dalam keadaan kritis sekarang” “Apa?? Kenapa? Bagaimana bisa???” Tanyaku heran. Tapi kemudian polisi itu mendekat siap akan membisikan sesuatu di telingaku. “Bandar narkoba itu sepertinya memerintahkan orang untuk membunuhnya, karena ia menjadi kunci keberadaan dan transaksi nerkobanya itu, polisi sepertinya telah kecolongan dan gagal melindungi saksi kuncinya...” “Tapi- tapi kenapa?” “Hhh... Mereka lebih kejam dari mafia-mafia Rusia, jadi mereka tak segan-segan membunuh atau mematikan ekor mereka yang di anggap cukup berbahaya untuk bisnis mereka...” Seketika aku terdiam, Aku tahu aku egois sekali melibatkan seorang wanita ke dalam penangkapan ini dan berencana akan membayarnya saja, tanpa sadar aku akan membuatnya berada dalam bahaya. “Bagaimana ini, aku... apa aku akan menyeret gadis itu ke dalam jurang berbahaya...” .....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN