Godaan Kesetiaan
"Kuota aman?"
"Aman."
"Uang jajan?"
"Aman."
"Anak pintar!"
"Yang gak aman hatiku, Kak."
"Kenapa, Sayang?"
"Hatiku terlampau merindukan kakak, sampai hampa rasanya hidup aku."
Terdengar suara kekehan di seberang. Rinjani mengerucutkan bibir.
"Sabar, Sayang. Nanti kakak pulang."
"Udah satu tahun loh, Kak, kita gak ketemu. Jamuran dong aku, nungguin kakak terus."
Ada senyum geli yang terpancar dari wajah tampan di sana. Terlihat gemas pada gadis yang tengah melakukan panggilan video dengannya.
"Kakak gak kangen aku?" tanya Rinjani lagi, ingin tahu alasan kekasihnya itu tidak pulang setahun lamanya. Mendengar pertanyaan Rinjani, gurat di layar pipih itu terlihat muram, seperti ada sesuatu beban yang menghimpitnya. Ia menghembuskan nafas panjang,
"Kangen banget, amat sangat kangen malah. Nanti kakak pulang, kalau uang yang ditabung sudah cukup, kakak langsung nikahin kamu, Rinjani." ucapnya sambil melirik ke samping, terkesan seperti tidak yakin. Entah apa yang terjadi.
Dan setiap kali mendengar kalimat itu, gadis dengan surai panjang hitam itu langsung berbinar senang.
"Beneran, ya? Ditunggu lamarannya secepatnya." sahutnya dengan riang.
Sayang sekali, Rinjani tidak bisa melihat raut ragu di wajah kekasihnya itu lantaran gadis itu sudah kadung mempercayai Wira lebih dari apapun. Padahal jauh di lubuk hati Wira, sebenarnya pria itu sedang gamang antara memilih untuk mempertahankan cintanya pada Rinjani atau menerima tawaran Pak Handoko, untuk menikahi putri semata wayang atasannya tersebut dan menggantikan Pak Handoko menjadi manager di gudang tempatnya bekerja. Semenjak dirinya diangkat jadi kepala gudang, kabar burung itu memang mulai terdengar bahwa ia akan dijadikan mantu oleh managernya. Semula ia tidak percaya, tapi kini semuanya terbukti.
"Sudah malam, bobo gih!" titahnya tenang. Rinjani mengerutkan alis, baru setengah jam panggilan video berlangsung, laki-laki itu sudah menyuruhnya tidur. Biasanya, kalau sudah video call mereka bisa sampai menghabiskan waktu tiga jam untuk saling melepas rindu. Pernah Rinjani sampai merengek ingin tidur karena sudah ngantuk, tapi laki-laki itu malah melarang karena masih sangat rindu katanya. Maklum, waktu senggang untuk bertukar kabar seperti ini hanya seminggu dua kali, malah kalau lagi lembur seminggu sekali. Itu pun di hari Minggu saja. Selain dari hari itu, Wira sibuk kerja pulang malam, sudah terlalu lelah untuk menghubungi Rinjani.
Tapi kali ini ada yang berbeda. Pria itu lebih cepat mematikan telepon. Meski heran, Rinjani menurut. Gadis itu memang sangat penurut. Gadis desa yang lugu dan polos masih melekat kental dalam dirinya.
Sepuluh tahun lamanya gadis itu menautkan hati pada seorang laki-laki bernama Wira. Dari jaman Rinjani masih kelas dua SMP dan Wira kelas dua SMA, sampai sekarang usianya 23 tahun ia masih setia meski sudah lima tahun lamanya mereka terpisah jarak lantaran Wira memilih merantau ke kota, mencoba peruntungan nasib.
Wira sendiri teramat menyayangi Rinjani, gadis desa dengan kulit seputih s**u dan bermata bening dengan lesung pipi di kedua pipinya saat tersenyum. Rambutnya hitam lurus dan terawat. Dia adalah kembang di desanya. Semua warga desa memuji kecantikannya.
Andai Wira tahu, semenjak lulus dari sekolahnya, sudah dua puluh laki-laki mencoba meminangnya untuk dijadikan istri, tapi semuanya ditolak demi Wira, demi cintanya pada Wira, dan rasa setianya pada pria itu. Sayang sekali, cinta yang diperjuangkan mati-matian itu saat ini mulai retak di satu sisi, mungkin ini adalah godaan untuk Wira apakah ia akan setia ataukah bermain api?
***
[Mas?] Pesan bermula dari Sera di sebuah aplikasi chat dengan lambang hijau. Buru-buru Wira membuka dan mengetik pesan balasan.
[Ya?]
[Emmm mau nanya, dua hari yang lalu papah kelihatan bicara serius sama Mas.]
[Betul.]
[Bicarain apa, Mas? Aku penasaran.]
[Hmmmm, mas boleh telepon?]
Tersenyum melihat pesan balasan dari Wira, memang inilah yang Sera harapkan.
[Boleh, Mas.]
Padahal Sera tahu hal yang sebenarnya, mengenai permintaan ayahnya pada pria tersebut untuk menikahinya. Hanya saja gadis itu sedang berbasa-basi. Dua hari menunggu Wira yang juga belum memberikan jawaban ke ayahnya, gadis dengan rambut sebahu itu memiliki ide untuk menanyakan kesanggupan Wira secara langsung dengan berpura-pura menanyakan pembicaraan ayahnya dengan Wira itu dua hari yang lalu.
"Halo, Mas." sapanya sambil menempelkan benda pipih tersebut tepat di daun telinga saat telepon sudah tersambung.
"Hmmm kamu mau tau pembicaraan Pak Handoko sama Mas waktu itu?"
"Hu'um."
"Mau tau banget apa mau tau aja?" tanya Wira sambil tertawa seakan sedang menggoda lawan bicaranya.
"Ihh Mas, jahil ahh. Aku mau tau banget, Mas. Sumpah!"
Terdengar tawa merdu Wira, hingga gadis yang sedang tengkurap di atas kasur dengan seprai berwarna pink itu berdebar-debar. Hanya dengan mendengar suara kekehannya saja, jantungnya terasa mau lompat. Lalu laki-laki itu berdehem beberapa saat.
"Papah kamu menawarkan mas untuk menikahi kamu, Sera." ucapnya kemudian.
Hening sesaat sebelum akhirnya Sera bersuara, "Terus jawaban Mas apa?"
Memejamkan mata, Wira mengumpulkan keberanian dan mengusir ragu. Bayangan Rinjani menari-nari di kepala. Senyumnya, cara bicaranya yang lembut, wajahnya yang jelita serupa rembulan di tengah pekatnya malam dan perangainya yang disukai banyak orang.
Rinjani memang sempurna, secara fisik dan pembawaan. Tapi Sera juga tidak kalah sempurna. Sera juga cantik, meski masih kalah cantik dari Rinjani. Point lebihnya, Sera gadis berpendidikan dan dia anak dari seorang manager di gudang tempatnya bekerja. Membayangkan hal apa saja yang didapatnya jika memilih Sera, hidupnya jauh lebih sempurna. Harta, tahta dan wanita akan tergenggam sekaligus.
Harta Pak Handoko banyak, yang pasti akan diwariskan pada Sera anak satu-satunya.
Wira juga sudah dijanjikan jika mau menikah dengan Sera, sudah pasti jabatan Pak Handoko sebagai manager akan diturunkan kepadanya. Sebab laki-laki berusia 55 tahun tersebut sudah bilang ingin sekali pensiun, tapi enggan melepas karirnya. Ide itu pun tercetus, untuk mewariskan jabatannya tersebut pada calon mantunya kelak. Alasan Pak Handoko memilih Wira adalah selain laki-laki itu begitu giat, dia juga bisa diandalkan, bertanggung jawab dan memiliki sederet point plus lainnya di mata Pak Handoko. Apalagi Sera anaknya, seperti menyukai laki-laki itu juga. Tidak bisa menyangkal, Wira memang memiliki paras yang tampan. Begitu mudah disukai wanita.
Sera juga bukan gadis jelek apalagi gendut, tubuhnya proposional idaman semua pria. Selama ini Wira tidak pernah bermain-main dengan kesetiaannya pada Rinjani, bahkan untuk sekadar bergaul dengan lawan jenis di tempatnya bekerja saja sangat ia batasi demi cintanya pada Rinjani. Tapi sungguh, kali ini godaannya begitu berat. Bukan dia yang sengaja mengkhianati, tapi tawaran ini begitu menggiurkan untuk ditolak. Katakanlah ia memang silau dengan harta dan tahta, tapi sebetulnya cintanya pada Rinjani adalah cinta yang benar-benar cinta.
Setidaknya selama dua hari berpikir keras sampai kekurangan tidur, laki-laki itu telah memikirkan dengan matang. Satu, tidak akan menolak tawaran emas Pak Handoko. Dua, meski akhirnya ia akan menikah dengan Sera, tapi sampai kapan pun laki-laki itu tidak akan melepaskan Rinjani. Yang terpenting adalah bagaimana caranya agar Rinjani tidak tahu mengenai pernikahannya dan selanjutnya ia akan memikirkan bagaimana caranya agar gadis desa yang sangat disayanginya itu tetap berada di sisinya, tanpa harus melepas Sera. Dan ia akan mendapatkan cinta sejatinya dari Rinjani juga kesempurnaan hidup dari Sera.
Memejamkan mata, Wira berucap:
"Mas bersedia, hanya laki-laki bodoh yang bisa menolak wanita sempurna seperti kamu, Sera."