-Meet-

1951 Kata
-THE GANGSTER KING EPS 1 ; MEET, START-   BRAK "Bersihkan seluruh ruangan ini atau kau tidak akan dapat makan malam selama 2 hari!" Gadis dengan baju lusuh itu hanya menganggukan kepala, iris onyxnya mengikuti jejak seseorang yang dipangilnya 'ibu', bibirnya melengkungkan senyum tipis saat sang ibu keluar dari ruangan penuh debu yang menjadi alasan dirinya tidak makan 2 hari. Sejurus kemudian dia menyeringai tipis, menatap penuh ambisi pada kaca dengan kerangkeng besi yang tetap tidak berhasil membuatnya merasa terkurung. "Dasar orang tua sialan."  Senyum miring menghiasi wajah putihnya. *** "Yo! Sorry terlambat," suara kursi digeser mengalihkan atensi gadis yang sedari tadi menyesap cappuccino-kopi favoritnya, "aku harus bersihkan gudang yang benar benar membuatku nyaris patah tulang. Tsk, dasar orang tua sialan," ujarnya setelah menghempaskan bokongnya dikursi, berhadapan langsung dengan gadis dengan surai pirang. "Ah, Vania," bibir tipis itu melengkungkan senyum hangat, membuat aura kecantikannya menjadi berlipat ganda. "Jangan memaki, tidak baik," ungkapnya dengan senyum bak malaikat, tangannya menggengam secangkir teh dengan anggun, membuat beberapa pria dicafe itu terpesona. Namun alih-alih ikut terpesona, Vania justru mengernyit jijik. "Sedang bertingkah jadi putri konglomerat ya?" ucapnya. Seketika gadis angguk tadi tertohok dan nyaris menyemburkan minumannya. Perempatan imajiner terpatri dipelipisnya, ia menaruh cangkir teh dan menatap lawan bicara dengan pelototan tajam. "Aku ini memang putri konglomerat, bodoh." Green Al Wright, gadis cantik yang tingginya berkisaran 170 itu merupakan anak konglomerat, ayahnya merupakan seorang pengusaha sukses, sementara itu ibunya mengelola banyak hotel bintang lima, baik hotel yang berada di dalam negri maupun hotel di luar negeri. Green sendiri merupakan salah satu anak yang berhasil mengharumkan nama bangsa dengan prestasinya dalam bidang musik, gadis yang sangat sempurna bukan? Ngomong-ngomong, entah karena faktor nama atau tidak. Tuan putri satu ini merupakan maniak warna hijau! Warna kamar, pakaian, celana da--maaf mari kita lewatkan itu-- dan bahkan barang elektronik saja harus berwarna hijau. Lebih parah lagi dia pernah mencat rambut pirangnya menjadi hijau, memakai soflens emerald, dan memakai pakaian serba hijau. Siapapun yang melihat dia pasti berfikir bahwa Green ini kodok hijau Alaska. Untung aja cantik.  "Yeah sempurna, kalau saja sikapmu tidak seperti ini." "Apa kamu bilang?!" "Nona Green, 2 jam lagi anda harus mewakili nyonya besar untuk peresmian hotel baru di Jerman," lelaki yang diketahui bernama 'Ben' merupakan asisten pribadi Green, yang tiap hari pekerjaanya hanya mengekor pada nona bebalnya itu. "Hoo... kita tidak punya waktu lagi, cepat beri kunci apartemen mewahmu itu kawan ku," goda Vania seraya menaik turunkan alis tebalnya.  Green menggertakan bibir, ingin sekali ia menghajar gadis yang sudah bertahun-tahun bersamanya itu. "Nona muda kita tentu tidak akan mengingkari janjinya 'kan," smirk evil menghiasi wajah jelita Vania "Apartemen seharga 140 juta dolar itu tentu tidak ada apa apanya untuk nona kita yang kaya raya," sambungnya. Sebuah kartu terlempar didepan meja Vania, si empu pemilik kartu berdoa supaya kartu itu patah sehingga sahabat karib sialannya tidak akan bisa memasuki apartemen kesayangannya yang merupakan salah satu hadiah ulang tahunnya yang ke 10 tahun lalu. Sedetik kemudian Green berdiri, mengacungkan jari tengahnhya seraya berkata, "lihat saja nanti Van, sepulang dari Jerman aku yang akan menang taruhan dan merobek mulut berbisamu itu." "Kutunggu itu my beloved sister." "Aku bukan saudarimu sialan!" u*****n Green mengundang gelak tawa yang kemudian mengiringi kepergian Green dengan wajah memerah menahan kesal. Kenapa aku punya sahabat seperti ini sih?! batinnya meraung raung, berbanding balik dengan fisiknya yang nampak kalem-kalem saja. Namun tenang saja. Sekarang Vania boleh tertawa, tapi kupastikan untuk selanjutkan aku yang akan tertawa! Green terkekeh. Membuat Ben menghela nafas panjang. Mungkin ia harus bersiap untuk membereskan kekacauan nona mudanya. *** “Ya tuhan aku terlambat! Bisa mati dihajar Green nih aku!” Suara derap langkah terdengar memenuhi ruangan, gadis semampai dengan wajah jelita itu nampak tak terlalu memperdulikan penampilannnya, ia hanya memakai bedak tipis dan lip balm peach. Manik onyxnya menatap resah pada jam tangan yang melingkar anggun ditangan putihnya, dimana jam itu telah menunjukan angka 7.50 menit yang artinya sekitar 10 menit lagi ia akan terlambat, kau dengar itu? TERLAMBAT! Dengan buru buru ia menggendong tas putih dan menggigit sepotong roti tawar tanpa selai kacang. Walaupun sejujurnya ia membenci rasa hambar yang kini menggulati lidahnya, ia jauh lebih benci jika nanti ia terlambat dan diejek oleh Green habis-habisan. Sejurus kemudian ia berlari secepat yang ia bisa, hingga pada jarak 20 meter itu ia dapat melihat gerbang megah dengan ukiran mewah berwarna emas, berukir 'Skylight' dengan desain sayap putih di kedua sisinya. Konon katanya bahannya menggunakan emas murni. Dengan dahi bercucuran keringat ia mempercepat langkah kakinya. “C'mon Van! Sebentar lagi kamu akan sampai!” jeritnya dalam hati. Crat!  Seketika Vania menghentikan langkahnya, dirinya membeku melihat sweter hijau kesayangannya itu telah basah oleh lumpur. Hey! Sweter ini merupakan pemberian Green pada ulang tahunnya yang ke 16 tahun lalu. Sweter mahal seharga 5 juta dolar itu telah kusut dan basah, padahal selama ini ia telah menjaga sweter itu dengan segenap jiwa dan raga, bahkan Vania rela tidak makan demi melaundry satu-satunya baju termahal yang ada dilemari pakaiannya. “BRE*GSEK!” maki Vania dengan wajah memerah menahan amarah, lalu ia mengambil satu batu besar dan melemparnya penuh rasa balas dendam ke mobil Lamborghini hitam yang merupakan pelaku utama kotornya sweter mahal favoritnya. Namun sungguh disayangkan lemparannya meleset dan itu membuat Vania nyaris saja menjerit dan mengamuk, tapi sebisa mungkin ia berusaha mengendalikan dirinya. Anak baik ga boleh ngamuk ngamuk dijalan kan? “Argh, aku terlambat!”  Vania kembali ia memacu langkah, 10 detik lagi gerbang akan ditutup. Disana sang satpam nampak menyeringai lebar, menikmati penderitaan Vania. 5 4 KRIET~ Oh tuhan apa suara decitan gerbang memang sehoror ini? 3 2 1 BRAK!  “YAH PAK KOK DITUTUP?!” “Salah kamu datangnya telat.” Satpam tersebut hanya mengangguk-angguk, tangannya sibuk mengunci gembok gerbang. Sementara itu Vania menarik-narik gerbang kasar, mengabaikan dirinya yang basah kuyup oleh keringat atau nafasnya yang tidak beraturan, terengah-engah sebab berlari sejauh 1 km. Beruntung ia bisa menumpang pada orang lain sejauh 500 meter sebelum akhirnya manusia yang penuh rasa pertolongan itu menangis sebab ban mobilnya bocor.  “Ayolah pak! Kasih toleransi, pliss! Saya hanya telat 1 detik!” Vania mengantupkan kedua tangannya, memohon dengan wajah memelas, namun nampaknya satpam SHS itu memiliki keimanan sekuat baja. “Tidak ada tolerasi, sekali terlambat ya terlambat.” “Itu tidak sepenuhnya salah saya, bapak tidak lihat sweter kesayangan saya jadi kotor karna b******n tidak punya mata tadi?!” Nyaris saja Vania membuka sweternya dan menggelarnya didepan satpam, kalau saja ia tidak melihat motor hitam yang berhenti tanpa bersalah didepan gerbang--terlambat seperti dirinya. “Buka gerbangnya.” Hanya dengan satu kalimat pak satpam tadi langsung membuka gerbang dan mempersilahkan pria mistrerius yang sok bossy itu masuk. Tentu saja langsung dihadang oleh rentangan tangan Vania. “Tunggu tunggu tunggu! Kenapa orang ini boleh masuk sementara saya tidak!” oceh Vania seraya menunjuk nunjuk lelaki misterius tersebut dengan jemari lentiknya yang. Lelaki itu mendegus, nampak jengah. “Apa saya harus membawa mobil Lamborghini Veneno atau motor MV Agusta supaya bapak bisa mengizinkan saya masuk?!” Satpam tersebut hanya berdiri kaku. Pria paruh baya itu meringis sebab tertohok akan ucapan Vania.  Sementara itu si gadis kembali berujar, “Oh ayolah! Aku tau ini sekolah super elit tapi apa kalian tidak ada toleransi bagiku yang hanya remah remah uang kalian itu!”  Laki laki misterius tadi kembali mendengus, sedetik kemudian ia membuka helm hitamnya. Menampakan wajah bak patung dengan pahatan sempurna, dengan alis tebal, bibir tipis serta kulit seputih porselen membuatnya mirip seperti boneka hidup. Namun bukan itu yang menarik perhatian Vania. Manik legam bagai langit malam itu menyedot seluruh atensinya. Membuat Vania terhipnotis selama beberapa detik. Warna mata itu begitu kontras dengan kulit putihnya. “Jika kau ingin masuk, masuk saja nona, tak perlu menghalangi jalanku,” ungkapnya datar nan dingin. Vania mengerjap, tersadar akan kelakuan konyolnya beberapa detik yang lalu. Bagaimana mungkin ia bisa terpe—tidak, tidak siapa pula yang terpesona dengan manik hitam itu. Menyebalkan. Begitu fikirnya seraya memasuki sekolah dengan kaki dihentak hentakan--pertanda ia masih kesal. “Sudah tampan, cerdas, sudah begitu kaya raya lagi! Kenapa hidup tidak adil sih?!” Ya benar, lelaki misterius tadi merupakan salah satu anak jenius yang memenangkan olimpiade sains tingkat nasional, salah satu calon pewaris perusahaan yang masuk jajaran perusahaan besar didunia, salah satu most wanted di negara ini, salah satu orang yang masuk jajaran lelaki tertampan, Intinya gelar yang berawalan 'salah satu'. Benar kata Vania, dunia tidak adil. -Skylight High school, 08.05.- Dalam lautan manusia dengan seragam khas yang sama; jas hitam dengan rok kotak kotak merah dan dasi pita dengan warna senada, sementara untuk laki laki adalah jas hitam dengan celana kotak kotak merah. Pada jas bagian d**a mereka terdapat logo khas sekolah berwarna emas dengan ukiran SHS ditengahnya. Tak lupa ada pin khusus yang menunjukan dimana mereka akan 'berada’, tersemat rapih pada dasi yang mereka kenakan. “s**t, dimana gadis ceroboh itu sih.” Gadis dengan kulit seputih salju itu nampak bergumam, sekilas kerutan kesal nampak diwajah ayunya. Ia menggigit bibir pinknya sembari menatap sekeliling, hingga kemudian manik safirnya menangkap sesosok gadis dengan penampilan berantakan nampak sedang berjalan mengendap-endap dibarisan paling belakang. Refleks ia berteriak, “VAN!—” Sedetik kemudian Green menutup bibirnya, menyesali pekikannya yang lolos begitu saja. “—ups….” gumamnya seraya kembali mengigit bibir bawahnya, menyesal telah membuat Vania menjadi pusat perhatian semua orang dilapangan luas ini. Ia meringis kala mendapati sahabat sehidup-sematinya tengah membeku dengan wajah pucat pasi— —Ah tidak tidak, Vania tidak pucat karna takut pada kepala sekolah yang kini menatapnya tajam sebab mengganggu upacara penerimaan siswa baru yang beberapa detik lalu terlaksana begitu khidmat. Melainkan ia takut uangnya tidak akan cukup untuk melaundry sweternya. “Green sialan.” Terkutuklah sahabat pirangnya itu. “Wahh lihat itu, gadis yang sangat rajin ya, saking rajinnya jam segini baru berangkat, dasar Koala,” senyum sinis nampak terlukis dibibir seorang gadis dengan surai merah, mata tajammnya menatap Vania dari atas sampai bawah, seperti yang biasanya dilakukan semua orang untuk menilai penampilan. Catty namanya. Gemuruh tawa membaha dalam lapangan luas itu, banyak diantaranya yang mengejek, memaki atau mengumpat Vania. Sementara itu Green yang merupakan alasan ketahuannya Vania hanya terdiam, matanya menatap tajam sosok Catty beserta antek-anteknya yang sedang menertawakan sahabat karibnya. 'Yang boleh ngejek Vania cuma aku!'  batin Green tanpa melepaskan tatapan tajamnya. “Diam!” Hening seketika saat kepala sekolah yang dikenal penuh wibawa dan anggun membuka mulutnya. ”Kamu kemari.” Vania menghela nafas kasar, dengan santai ia maju kedepan podium. Namun seketika itu bibirnya kelu saat melihat banyak pasang mata yang menatapnya dengan tatapan yang berbeda-beda. Hey, bisakah sekarang vania menenggelamkan dirinya ke Sungai Nil? Ah, mungkin dia akan melakukannya usai memukuli sahabat pirangnya itu. “Siapa namamu?” “Vania.” Manik violet itu menelisik penampilan berantakan dari gadis yang nampak cuek sembari mengunyah permen karet. Apa-apaan sifat tidak tahu sopan santun itu? “Ini merupakan perilaku yang sangat tidak patut kalian contoh. Jika sampai ada yang melakukan hal seperti ini lagi, maka saya pastikan kalian akan mendapatkan brosur sekolah lain sebelum kemudian angkat kaki dari sekolah saya,” kepala sekolah itu bersuara lantang, “Karna ini hari pertama, aku memaafkanmu. Kembalilah ketempat, ” ujarnya dengan intonasi yang sedikit turun. Setelah itu Vaniapun kembali dibarisan belakang, tetap memandang datar kepala sekolah yang kembali melanjutkan ceramahnya. Walaupun ia tau, dari samping kanan kiri banyak komentar negatif tentangnya. Sejujurnya ia tidak peduli, ocehan dari anak-anak manja itu tidak ada keuntungannya sama sekali dan tidak berbobot.  Vania tegaskan, ia sangat tidak perduli. Someone POV ”Kamu kemari!” Suara lantang wanita tua itu menarik perhatianku, refleks mataku yang sedari tadi menatap layar handpone langsung terpaku pada gadis dengan baju berantakan dan sweter kotor yang tersampir dibahunya. Sejenak aku menatap wajahnya yang datar dan nampak tak peduli. Badgirl huh? “Wah, gadis itu benar-benar tipe ku! ”  Aku mendengar kala mendengar perkataan yang terlontar dari lelaki disamping ku. Sialnya ia merupakan salah-satu teman masa kecil ku yang selalu begitu kerap kali melihat gadis cantik. “Hm,” timpal lelaki cebol dengan gumaman seadanya, namun yang mengejutkan adalah ia nampak tidak lagi tertarik dengan gadget canggih yang berada ditangan kanannya. Wow, itu momen langka, mengingat si cebol dan gedgetnya itu bagaikan pasangan sehidup-semati. “Siapa namamu?” “Vania.” Seluruh siswa nampak berbisik bisik begitu suara gadis yang diketahui bernama vania itu mengalun dingin nan datar, dan bahkan sedari awal bibirnya tidak menyunggingkan senyum. Baru kali ini menemukan gadis yang sedikit menyaingi kedataranku. “Wah, bahkan suaranya pun seindah wajahnya. Sial, harus aku dapatkan!” lagi-lagi dia mengoceh, membuat kepalaku sakit saja. “Ah, tapi apa dia tidak memiliki marga?” Kalimat yang terlontar dari si cebol membuatku tersentak, sekali lagi aku menatap wajah tanpa ekspresi gadis itu, hingga tanpa kusadari senyum iblis terlukis dibibirku, “Menarik.” TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN