bc

The Last Song

book_age16+
772
IKUTI
3.6K
BACA
second chance
drama
tragedy
sweet
lighthearted
serious
like
intro-logo
Uraian

Mencintai seseorang bukan berarti harus memilikinya seutuhnya. Mencintai seseorang adalah membiarkan orang itu bahagia.

Harold Arash harus kehilangan cintanya karena sebuah kesalahan yang ia perbuat. Kesalahan itu mengajarkan ia akan arti kehidupan yang sebenarnya.

Harold meninggalkan dunia musik setelah karirnya perlahan-lahan meredup. Dia memulai karir menjadi petani, hanya untuk menyembuhkan hatinya yang luka.

Siapa yang menyangka, bahwa itu menjadi awal yang baru untuknya. Bak terlahir kembali, Harold mampu keluar dari zona patah hatinya.

***

"Ah... Jangan lakukan. Kumohon."

"Ini tidak akan sakit maka belajarlah."

"Ini yang pertama kali buatku."

"Tidak apa-apa. Nikmatilah."

***

"Setiap hari aku selalu menyapu rumah sampai bersih. Tapi mengapa aku malah mendapat lelaki berewokan seperti ini?" gumam Malika dengan nada candaan.

Kata orang tua Malika, jika seorang anak gadis membersihkan rumah, tetapi tidak bersih maka gadis itu akan mendapatkan pria berewokan. Sebaliknya jika seorang gadis membersihkan rumah sampai bersih maka ia akan mendapatkan lelaki dengan wajah bersih tanpa berewok.

Malika sebenarnya seorang wanita yang menyapu sampai bersih. Namun, anehnya ia malah mendapatkan pria berewokan seperti Harold bukannya pria dengan wajah mulus seperti aktor Korea Selatan.

"Astaga, kamu masih percaya mitos itu!"

Gambar: Unsplash.com

Font: Canva

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1: Harold Arash
*** Cahaya kamera berhasil menyoroti seorang penyanyi pria dengan kaos oblong berwarna gelap andalannya. Jeritan bahkan riuh tepuk tangan menggema seiring lelaki itu menyanyikan lagu ballad ceria. Sesekali dia menampilkan senyuman yang mampu melelehkan hati wanita. Harold Arash! Siapa yang tidak mengenali penyanyi Indonesia berbakat dengan suara serak khas. Bukan hanya dari segi bagusnya suara pria itu saja. Wajah rupawan blasteran Jerman-Indonesia milik Harold membuat para gadis muda jatuh hati. Sorot matanya yang abu-abu menobatkan pria itu sebagai pria dengan mata paling indah di Indonesia. Sangat berbeda dengan mata penyanyi pada umumnya. Sehabis menyanyi, Harold langsung meninggalkan panggung. Dia berlari menuju ruang ganti. Keringat tak berhenti bercucuran membasahi tubuhnya. Menjadi penyanyi benar-benar melelahkan. Harold meraih minuman yang disodorkan oleh managernya, Raffi. Melihat Harold, sang manager tersenyum puas. Reaksi penonton hari ini membuktikan kalau Harold semakin dicintai oleh penggemarnya. "Apakah masih ada jadwal lagi setelah ini?" Harold kembali meneguk minumannya sampai habis. Mata indahnya tak berhenti memperhatikan sang manager. Pria itu selalu menanyakan jadwalnya sebab ia tidak sabar kembali ke Jakarta. Dia selalu merindukan suasana rumah, di mana Khadija akan memasak makan kesukaannya. Kemudian Harold akan mengajak dua putranya Zander dan Zul bermain bersama-sama. Momen yang jarang terjadi setelah dirinya menjadi penyanyi sukses. Seandainya saja, kehidupan seseorang bisa damai tanpa uang. Mungkin Harold sudah memilih untuk tinggal di rumah bersama istri dan juga anaknya. Sayangnya, hidup tak sesederhana itu, hidup butuh biaya. "Kau bekerja maka kau akan dapatkan uang." Itulah hukum alam yang sudah ada sebelum Harold dilahirkan. Harold bertanggung jawab menafkahi anak dan istrinya. "Ada pertemuan dengan fans VIP. Kemudian kembali ke hotel," ujar Raffi sembari mengunyah kacang polong di tangannya. Anggukan kepala diberikan oleh Harold setelah mendengarkan perkataan manajernya. Lelaki itu memiliki jalan hidup yang sudah terorganisir dengan baik. Dia tidak mempunyai pilihan selain mengikuti jalan itu. Harold duduk di kursi ketika Raffi menunjukkan pakaian ganti untuk bertemu penggemar beratnya sebentar lagi. "Masih ada jadwal menyanyi di Maros besok pagi, kemudian di Pinrang sore harinya." Raffi mengumumkan jadwal selanjutnya. Lagi-lagi hanya helaan napas yang keluar dari mulut Harold. Inilah hidupnya. Dia terlahir sebagai bintang, yang menghibur banyak penggemar di Indonesia. "Apa kita tidak bisa mengambil job di Jakarta saja?" Berada di luar kota tidak terlalu menyenangkan hati Harold. Bayangkan saja, setiap minggu ia hanya bisa bertemu anak-anak serta istrinya dua kali. Ini sudah berlangsung selama dua bulan tepat lagu terbaru berjudul "Song of My Self" miliknya trending di platform musik dan situs berbagi video. Lagu itu diciptakan Harold karena perasaan bahagianya memiliki istri cantik dan dua putra yang mengagumkan. "Bayaran untuk job luar kota jauh lebih besar. Ini kesempatan besar, Harold." Raffi menjawab pertanyaan Harold sebelumnya. "Kau benar." Harold menatap kosong pantulan dirinya di cermin, membiarkan para stylish merapikan dirinya. Jika Harold bisa memilih maka ia tak akan pernah menjadi robot. Keadaan memaksanya hidup terstruktur layaknya robot. Harold selalu memikirkan itu mana kala dirinya merenungkan makna hidup. Sebenarnya apakah uang adalah segalanya? *** Setelah semua jadwal yang diberikan Raffi rampung, Harold akhirnya kembali ke rumah mewahnya. Di rumah itu, bukan hanya Harold serta anak istrinya melainkan saudara iparnya juga tinggal di sana. Ada kakak lelaki Khadija yang menumpang hidup dengan mereka. Harold mendapati pria itu tengah makan camilan sambil bermain game di lantai bawah. Hari ini, Harold sangat lelah. Dia memperhatikan kakak iparnya yang duduk manis dengan camilan di sampingnya. Ada banyak bungkus plastik di samping lelaki itu. "Baru pulang?" sapa Randy ketika melihat kehadiran Harold. "Sudah. Baru sampai," jawab Harold santai. Dia berdeham lalu melanjutkan kata-katanya. "Lain kali, kalau abang Randy makan camilan. Tolong buang sampah di tong sampah ya, Bang. Kasian Santi harus beresin ulang." Niat Harold baik. Namun, sepertinya teguran itu tidak membuat Randy merasa bersalah. Dia memelototi Harold dengan tatapan tajam. Muka pria itu merah padam. Dia tidak bicara apa-apa. Tetapi kemarahannya, sangat jelas terlihat. Harold tak ingin mengambil masalah, jadi dia minta maaf saat itu juga. Dia menjelaskan bahwa dirinya hanya ingin lingkungan rumah bersih. *** Harold menanyakan keberadaan Khadija, yang ternyata sedang keluar mengadakan pertemuan dengan temannya. Harold memaklumi, lantas ia memasuki kamar anak-anaknya. Zander dan Zul sangat gembira. Mereka mulai mencari perhatian ayah mereka dengan menceritakan hari-hari mereka beberapa lalu yang jalan-jalan ke mall. Harold hanya mendengarkan. Dia berusaha meluangkan waktu untuk menjadi ayah yang baik. "Aku lihat Daddy di TV. Daddy sangat tampan," celoteh Zander. Lalu Harold mengacak rambut putranya. "Daddy sedang menyanyi. Ibu mengajak kami menonton Daddy. Kami senang melihat Daddy di TV. Aku ingin seperti Daddy." Zul menambahkan. Perkataan putranya meluluhkan hati Harold. Dia merasa semakin menyayangi putranya. Pria itu menyempatkan waktu mengajari putra-putranya bermain piano selama beberapa jam, sampai Harold tidak tahan untuk tidur. Hari ini sungguh melelahkan. *** Hampir dua jam Harold ketiduran. Dia bangun saat mendengar dengungan di lantai. Ada botol parfum yang sedang jatuh ke lantai. Ketika pria itu membuka mata. Dia menyaksikan Khadija sedang bercermin. Wanita itu memakai pashmina berwarna merah maroon dipadukan dengan gamis dengan warna yang sama. Harold bangkit dari tidur. Dia nyaris melompat, dan mendekap tubuh istrinya dari belakang. Khadija tidak hanya tersenyum. Wanita itu masih sibuk mengolesi krim di wajahnya. Krim itu bening, sebuah pelembab wajah. "Kamu sudah cantik. Tak usah berhias," bisik Harold. "Merias wajah itu sudah kebutuhan, Mas. Bukan masalah cantik atau tidaknya seorang wanita." Khadija melepaskan rengkuhan suaminya. Dia sedikit mendorong tubuh Harold. "Mas Harold sudah selesai istirahat-nya?" Khadija menatap serius ke arah sang suami. "Ada hal penting yang mau aku bicarakan," katanya "Apa?" Khadija menghela napas panjang. Dia menghentikan kegiatan meriasnya. Dia menarik tangan suaminya duduk di sofa kamar mereka. Tampaknya permasalahannya sangat serius sebab Khadija terlihat tegang. "Bang Randy mau menikah, Mas. Dia bilang kalau Mas Harold tidak keberatan. Bolehkah Mas membiayai seluruh pernikahannya? Kebetulan Mas Harold 'kan banyak uang." Sejenak Harold mengernyitkan alisnya. Dia baru saja bangun tidur saat mendapatkan informasi tentang rencana pernikahan Randy. "Aku tidak masalah soal biaya pernikahannya, Sayang. Aku hanya khawatir bagaimana abangmu menafkahi istrinya nanti? Menikah itu tanggung jawab loh, Sayang. Bukan permainan." Harold hanya memberi pandangan sebab ia tahu persis, Randy hanya akan menghabiskan hari-harinya dengan main game setiap hari. Pria itu tidak memiliki pekerjaan tetap. Bagaimana seorang pengangguran yang tidak bisa bekerja malah menginginkan sebuah pernikahan? Itu terdengar menggelitik telinga. "Aku sudah tanya Bang Randy. Kata dia, soal nafkahi istrinya. 'Kan ada Mas Harold yang kerja. Nanti istrinya akan menumpang di rumah kita." Khadija memberikan senyum lebar. Harold menyeringai. Hah? Bagaimana bisa begitu? Harold mempertaruhkan kebahagiaan keluarganya demi mendapatkan uang. Lalu, dengan gampangnya ada manusia yang mau terima beres? Hanya bermodalkan menumpang di rumahnya? Benar-benar komedi yang tidak lucu. "Mas akan setujui persyaratan pernikahan itu, asalkan abangmu mau bekerja. Aku bisa meminta bantuan managerku Raffi untuk mencarikannya pekerjaan." Setidaknya Harold ingin berbuat baik. "Baiklah. Aku akan katakan pada bang Randy. Semoga dia mau menerima tawaran Mas." Harold tidak mau membahas iparnya lebih lanjut. Jadi, ia mengajak istrinya bermesraan, mumpung mereka bisa melakukannya. . Instagram: Sastrabisu

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
217.1K
bc

My Secret Little Wife

read
114.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
18.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
199.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.4K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook