Jam dinding masih menunjukkan pukul 7 pagi. Ricko yang masih nyenyak dalam tidurnya terpaksa bangun karena terkejut mendengar suara gedoran pintu yang sangat kuat. Belum sempat ia membalikkan badan, tiba-tiba seseorang menarik tubuhnya lalu mendaratkan sebuah pukulan tepat di wajahnya. Sontak Riko pun sangat terkejut.
"Dasar bangsat... bangun lho" bukk
"Gua salah apa Tove?"
"Lho masih bisa nanya salah lho apa?"
"Sumpah gue nggak ngerti kenapa lho tiba-tiba nyelonong masuk ke kamar gue terus ninju gue, emang gue salah apa?"
Cristove benar-benar emosi dan Sangat marah. Sehingga dia menarik kerah baju Riko yang membuat laki-laki itu mengikuti gerakan tangannya.
"Sumpah bro gue nggak tau!"
"Brengsekk.."
Kali ini Cristove melempar badan Riko ke lantai. Hampir saja Riko terantuk ke dinding.
"Lho masih nggak tau salah lho apa? Setelah apa yang udah lho lakuin ke Diana? Lho udah buat dia hamil dan lho masih bisa nganggap lho nggak bersalah?"
"Tove, gua nggak sengaja Tove. Lagian lho tau kan kalau malam itu cuman sebuah insiden"
"Insiden lho bilang? Lo itu udah nafsu, lo nyadar nggak sih !?"
Cristove menarik nafas dalam kemudian dia berusaha untuk mengatur emosi yang sedang memuncak. Sedang Riko dia hanya meringkuk kan ke dua kaki dekat d**a lalu dia melingkarkan ke dua tangan ke kaki sambil menenggelamkan kepalanya di paha. Dan ia pun menangis.
"Gua minta maaf Tove... sumpah gue nggak pernah bermaksud buat mencelakai Diana. Gue tau dia perempuan baik-baik"
"Itu dulu. Lo sadar nggak sih kalau sekarang lo udah ngubah dia jadi perempuan yang nggak berguna. Lo udah ngerusak harkat dan martabatnya sebagai wanita baik-baik"
"Terus gua harus apa sekarang?"
"Ya lo harus tanggung jawab"
"Tove lo tau kan kalau gue sama Diana itu masih 19 tahun, dan kita berdua sama sama lagi kuliah. Nggak mungkin kami nikah Tove. Belum lagi keluarga gue dan juga keluarga Diana bakalan ribut dan pasti nanti mereka bakalan keberatan kalau kami nikah sementara kuliah kami belum selesai. Lo ngerti nggak sih?"
"Lo nanya ke gue apa gue ngerti atau nggak tentang kalian? Lo ngerti nggak sih kalau masa depan Diana itu bukan hanya sebatas lulus kuliah atau nggak
Dan lagian emang lo pernah mikir sebelum lo ngerusak Diana, pernah nggak lo mikir apa yang akan terjadi pada Diana? Apa lo pernah mikir kalau sampai Diana hamil bagaimana nasib kalian berdua? Pernah Lo MIKIR?"
Cristove berteriak, dia sangat marah bahkan ia terlihat kesulitan mengatur nafasnya.
"Gue nggak sengaja Tove, hari itu gue sama Diana sama-sama galau terus kita berdua minum sampai mabuk. Dan gue bener-bener nggak nyangka kalau gue sama Diana bakalan ngelakuin hubungan intim. Gue nggak tau kalau ini bakalan terjadi Tove"
"Tapi kenapa lo ngajak Diana ke bar buat mabuk? Lo bisa kan nggak ngajak dia waktu itu"
"Diana frustasi banget waktu itu tove, dan dia nggak keberatan gue ajak"
"OK, sekarang lo nggak usah mikirin yang sudah berlalu. Gue mohon sama lo please be gentleman. Lo harus tanggung jawab"
"Tapi gue nggak siap"
Kali ini emosi Cristove benar-benar memuncak. Dia menarik kerah baju Riko dan menarik badan Riko ke atas lalu memberi ancaman dengan mata yang melotot. Kemudian dia menghempaskan tubuh Riko yang tengah gemetar ketakutan ke lantai. Riko terjungkal hampir saja kepalanya terantuk dengan lemari.
"Kalau lho masih bilang lo nggak siap, gue pastiin lo akan mati di tangan gue. Ngerti?"
"Gue ngerti. Ok gue bakalan bertanggung jawab. Gue bakalan nelpon nyokap bokap gue, biar mereka mau nikahin gue dengan Diana"
"Bentar usia kandungan Diana berapa bulan?"
"Belum sampai sebulan. Paling juga masih satu minggu, karena kita ngelakuin itu seminggu yang lewat"
"Ok... berarti belum terlalu jelas kalau Diana hamil"
Hening sejenak. Cristove sepertu sedang mempertimbangkan sesuatu. Dia terlihat sedang berpikir keras.
"Ko, lo nggak boleh ngasih tau ke siapapun kalau Diana tengah hamil. Termasuk keluarga lo, cukup kita bertiga aja yang tau, lo gue Diana"
"Maksud lo?"
"Yaa.. lo harus ngelamar dia seolah kalian itu mau nikah karena cinta bukan karena Diana hamil"
"Jadi gue sama Diana harus akting gitu?"
"Iya, ini demi kehormatan Diana, coba lo bayangin kalau Diana nikah sama lo dengan alasan karena hamil. Diana pasti akan dapat cibiran dari keluarga, kerabat, tetangga dan semua orang bakalan buli dia habis-habisan. Lo nggak kasihan sama Diana kalau dia di hina terus di ejek karena hamil, seolah dia udah sering ngelakuin itu?"
Riko berusaha mencerna penjelasan dari sahabatnya itu. Setelah ia pikir-pikir dia pun setuju. Dan akhirnya Riko bangkit dari tempat duduk nya, kemudian duduk di atas dipan.
"Gue setuju dengan pendapat lo. Ok sekarang gue bakalan diskusi dengan Diana buat ngelurusin semua ini"
"Bagus. Gue tunggu kabar baik dari kalian berdua. Gue cabut dulu ya?"
Cristove menepuk pundak Riko sembari memberikan semangat pada Riko agar dia percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja. Lalu Cristove pun pamit pulang ke rumahnya.
Tinggallah Riko seorang diri di dalam kosnya dengan kondisi tubuh yang hampir babak belur. Tapi bukankah seorang laki laki biasa mengalami hal seperti ini. Intinya Cristove hanya ingin memastikan sahabat nya Diana mendapatkan keadilan dan dapat mengembalikan harkat dan martabatnya yang hampir saja hilang.
Sementara itu Riko merenung seorang diri di kamar. Dia merenung kan nasib buruk mereka berdua yang sedang menanti di hadapan mereka. Riko berusaha berpikir keras untuk berani mengambil resiko dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Karena ada dua nyawa yang harus diselamatkan. Meski ia tidak mencintai Diana bukan berarti dia tidak bisa menikahi nya. Walau bagaimanapun Diana tengah mengandung darah daging nya sendiri. Maka dengan penuh kesadaran dia akan bertanggung jawab.
Tanpa terasa waktu telah berlalu, kini matahari pun telah pamit pulang. Riko merenung hingga malam menjelang. Tanpa terasa ia pun terlelap dengan beban di kepala. Berharap tidak menjadi mimpi buruk.