Alya duduk di sofa, dengan tangan memegang gelas berisi air mineral. Kepalanya juga sudah tertutupi dengan kerudung berwarna hitam. Matanya memandang ke sekeliling kamarnya. Entah mengapa, Alya baru menyadari kalau kamarnya telah disulap menjadi kamar pengantin baru.
Dekorasi putih, dengan banyak rangkaian bunga yang mengelilingi tempat tidur. Bahkan di atas kasurnya pun penuh kelopak bunga mawar merah. Aroma yang diberikan di ruangan ini pun bukan aroma hotel pada umumnya, melainkan wangi pengantin baru.
Alya terkesiap, begitu melihat suaminya yang keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Buru-buru Alya mengalihkan matanya ke samping.
Althaf yang menyadari tingkah Alya, tersenyum kecil. Dengan gerakan santai, ia mengambil bajunya dari dalam koper dan kembali masuk ke kamar mandi. Selesai memakai bajunya, Althaf keluar. Ia menyisir rambutnya dan memakai kopiahnya. Ia juga sudah memakai baju muslim berwarna putih.
"Sayang," Alya meletakkan gelasnya dan menoleh, siapa yang barusan dipanggil sayang?
"Sayang, ayo kita solat Isya, setelah itu kita solat dua raka'at setelah akad."
Dengan wajah polosnya, Alya menujuk dirinya sendiri. Menanyakan apakah yang dipanggil sayang barusan adalah dirinya atau bukan.
Althaf tersenyum geli, dan melangkah maju mendekati Alya. Tangan Althaf terangkat, berniat untuk memegang tangan Alya, tapi Alya sudah terlebih dahulu menarik tangannya. "Mas, aku udah wudhu."
Althaf tertawa lebar dengan tingkah laku Alya. Gemas sekali rasanya melihat istrinya yang bertingkah seperti itu. "Makanya ayo kita solat sekarang.” Ia menunggu Alya berdiri. "Ayo kita solat. Allah sudah menunggu sejak tadi."
Alya mengangguk kecil, dan mengikuti Althaf. Ia memakai mukenanya yang berwarna putih. Sedangkan seperangkat alat solat dari mahar yang diberikan Althaf masih terbungkus rapih di atas meja.
Alya membentangkan sajadahnya di belakang Althaf. Ia mengikuti gerakan suaminya, imam hidupnya, imam untuk keluarga barunya. Althaf memulai solat Isya mereka dengan bacaan surat al-Baqoroh. Selesai solat Isya, Althaf kembali melanjutkan solat sunnah 2 raka'at setelah akad yang belum sempat mereka kerjakan.
Selesai solat, zikir dan do'a, Althaf memutar tubuhnya ke belakang. Ia duduk berhadapan dengan istrinya. Alya menggapai tangan Althaf dan menciumnya. Kemudian Althaf menyentuh ubun-ubun Alya dan menurunkan sedikit kepala istrinya ke dekatnya, dan membacakan do'a untuk istrinya. Alya mengamini dalam hati segala do'a yang dipanjatkan oleh suaminya.
Althaf kembali duduk dan tegap, begitupun dengan Alya. Althaf menatap setiap inci wajah istrinya, seolah tak mau melewatkan indahnya ciptaan Tuhan di hadapannya. Althaf mendekatkan wajahnya ke arah Alya, dan mencium lama kening istrinya.
"Mas mau lunasin mahar Ar-Rahman untuk kamu yang belum Mas selesaikan tadi pagi."
Alya mengangguk mengiyakan. Saat mendengar 10 ayat dari suaminya setelah akad saja, rasanya Alya tidak mau berhenti mendengar. Perlahan Althaf memulai bacaannya dengan ta'awudz dan bismillah. Matanya sampai terpejam, saking khusyuknya. Alya menatap wajah suaminya dengan tersenyum haru. Bersyukur ia bisa mendapatkan suami yang soleh seperti Althaf. Lelaki yang memiliki hafalan al-quran.
Alya menitikkan air matanya, setiap mendengar lantunan ayat suci yang dibacakan oleh suaminya. Rasanya merinding, dan membuat jantung berdebar. Begitu indah dan menenangkan.
Althaf membuka matanya perlahan, dan melihat istrinya yang tampak tersenyum untuknya. "Terima kasih, Mas. Bacaanmu sungguh sangat bagus," ucap Alya dengan semakin tersenyum lebar.
"Terima kasih sudah mau mendengarkan." Tangan Althaf naik untuk menyentuh pipi Alya, ia mengusap lembut pipi yang basah karena air mata itu.
Perlahan Althaf memegang ujung mukena Alya, berniat melepaskannya. "Mas.." Alya menahan tangan Althaf.
Althaf kembali tersenyum dan tak melepaskan tatapannya dari mata perempuan halal di hadapannya. "Kenapa? Kan solatnya udah selesai."
"Ak.. Aku bisa lepas sendiri." Jawab Alya yang terlihat jelas kegugupannya oleh Althaf.
Althaf masih tersenyum dan mengangguk kecil. "Ya udah kalau gitu lepas sekarang." Althaf sungguh meminta Alya melepas mukenanya. "Mau Mas lepasin atau kamu yang lepas sendiri?"
"Lepas sendiri," jawab Alya secepat kilat. Sebelum Alya melepas mukenanya, ia berniat mengambil kerudung hitam yang tadi ia lepas saat akan memakai mukena.
Namun, tangan Althaf sudah lebih dahulu menahan kerudung yang akan Alya kembali pakai. "Kok pake kerudung?" tanya Althaf dengan kening mengkerut. "Kan sama Mas, jadi di buka aja."
Alya menghela napas perlahan, akhirnya ia menuruti perintah suaminya. Alya melepas mukena atasnya, dan menundukkan kepalanya.
Althaf tersenyum, tangannya terulur merapihkan rambut istrinya dengan jemari miliknya. Membuat Alya mematung di tempat. “Kamu cantik,” puji Althaf sepenuh hati yang membuat kepala Alya sontak menunduk semakin dalam. "Kita tidur yuk." ajak Althaf dengan suara lembutnya. Membuat Alya merinding seketika.
Alya membuka matanya lebar-lebar. "Tidur?" pikirannya langsung melayang melalang buana.
Althaf masih memainkan rambut istrinya. "Iya tidur," ucap Althaf santai. Melihat wajah istrinya yang semakin merah padam karena malu, Althaf tersenyum geli. "Kita langsung tidur sayang. Emang kamu nggak ngantuk?"
"Oooh.." Alya mengangguk canggung.
Althaf terkekeh kecil. "Emang kalau nggak langsung tidur, mau ngapain?"
"Ya… ya emang mau ngapain? Langsung tidur aja." Jawab Alya dengan berusaha keras menetralkan degup jantungnya. Althaf sungguh pandai membuat jantungnya dag dig dug tidak karuan.
Althaf tersenyum geli melihat wajah istrinya yang sudah seperti kepiting rebus. "Mas nggak akan ngapa-ngapain kamu. Kamu pasti lelah dan butuh tidur,” kata Althaf seolah tahu apa yang sejak tadi Alya pikirkan.
Seper-sekian detik, kedua pasangan itu saling menatap dalam diam.
Cup!
Kejadiannya begitu cepat, hingga Alya bahkan tidak sadar bahwa wajah Althaf tadi sungguh sangat dekat dengannya. Althaf mengecup bibirnya tanpa isyarat. Dalam waktu yang singkat itu, Alya bahkan bisa merasakan deru napas teratur dari lelaki di hadapannya.
Althaf menarik wajahnya dari Alya, dan menatap wajah istrinya yang tampak diam mematung. Tanpa mengucap sepatah kata pun, Althaf langsung berdiri dan bergegas ke kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Althaf langsung menyentuh dadanya yang sebentar lagi mungkin akan meledak. Ia masih tidak menyangka ia akan mengambil ciuman dari bibir Alya secepat itu. Menyadari respon istrinya yang sangat tampak terkejut, membuat senyumnya kian lebih lebar.
Alya yang masih tampak terkejut, menyentuh bibir merah mudanya. Ciuman pertama yang sudah ia jaga selama ini, kini telah diambil oleh sosok yang halal baginya, yaitu suaminya.
Alya langsung menutupi wajahnya dengan telapak tangannya, dan menggeram malu di dalam sana. Alya butuh udara segar untuk mencukupi pasokan udaranya yang kian menepis karena tragedi dadakan barusan. Dengan cepat Alya melepas bawahan mukenanya, dan melipat semua alat solat yang sudah ia gunakan bersama suaminya. Setelahnya, Alya langsung berdiri dan mematung di samping tempat tidur. Harus ia kemanakan semua bunga mawar yang ada di atas kasurnya? dibuang? dibiarkan, atahu seperti apa?
Akhirnya dengan gerakan terburu-buru, Alya langsung merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga sebatas lehernya. Mengabaikan bunga-bunga yang ada di atas kasur. Dengan jantung yang masih berdebar hebat, ia memejamkan matanya erat, dan memiringkan tubuhnya, membelakangi Althaf.
Alya membuka matanya sedikit, saat mendengar pintu kamar mandi terbuka. Lampu kamarnya bahkan ikut dimatikan. Tanpa suara, Alya merasakan ranjanganya bergerak. Sepertinya, suaminya juga sudah naik ke atas kasur.
Hampir 1 menit Alya diam membelakangi suaminya. Karena tidak kunjung ada suara, akhirnya Alya berbalik. Ternyata manik mata itu masih terbuka. Dari cahaya lampu yang dihasilkan dari celah-celah ventilasi, ada wajah yang tampak menatapnya intens. Apa Althaf menatapnya dengan posisi itu sejak tadi?
Karena Althaf diam, Alya juga ikut diam. Keduanya hanya diam saling menatap dalam gelap. Alya jadi teringat kejadian singkat tadi saat suaminya mengecup bibirnya tanpa ragu.
Tangan Althaf bergerak untuk menggenggam tangan Alya. Sesekali ia memainkan jemari Alya, hingga Alya menahan geli. "Terima kasih karena sudah mau percaya sama aku. Takdir Allah itu memang manis ya, kalau aja aku nggak dikasih keberanian ungkapin niat untuk menikahimu di kafe, mungkin kita masih berjalan sendiri-sendiri." Althaf tersenyum tipis, mengingat Masa awal pertemuannya dengan Alya.
"Kamu yang berhasil meyakinkan aku, Mas. Kamu berhasil mengikis keraguan dalam hati aku. Kamu, adalah lelaki pilihan Allah untuk aku."
"Makasih ya sayang.."
"Aku juga makasih sama, Mas. Mas mau memilih perempuan yang masih labil kaya aku. Padahal Mas bisa cari yang lebih dewasa, dan lebih solehah."
Tangan Althaf bergerak ke atas menyentuh pipi Alya, dan mengusapnya lembut. Menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik istrinya. Sentuhan yang tidak mampu Alya tolak. "Se-soleh apa aku, berharap mendapat wanita paling sempurna di dunia ini? Tingkat dewasa seseorang juga nggak berpatokan dengan umur, sayang. Buat aku, dengan keputusan kamu untuk menikah di usia muda itu sudah menunjukkan bahwa kamu adalah perempuan yang dewasa. Kita bisa belajar menjadi lebih baik sama-sama." Alya tersenyum mendengarnya.
"Mas akan berusaha bimbing kamu dan keluarga kita nantinya menuju Jannah-Nya. Kamu, istri Mas, ingatkan Mas jika Mas salah, dan tegur Mas jika suatu saat Mas menyakitimu."
Alya tersenyum simpul dan mengangguk. Althaf merentangkan tanggan kanannya dengan lebar. Ia ingin sekali memeluk istrinya saat ini.
Alya yang mengerti bahasa tubuh Althaf, dengan malu ikut mendekat. Membuang semua jarak di antara mereka berdua, hingga tubuh mereka akhirnya bersentuhan. Althaf mendekapnya erat, dan sesekali mengecup puncak kepala Alya.
Alya merasa nyaman di posisinya. Ia bahkan bisa mendengar detak jantung cepat milik suaminya. Aroma mint ini, mungkin aroma yang akan menjadi favoritnya mulai hari ini.
Lama mereka bertahan di posisinya itu. Athaf tidak mendengar suara lagi dari istrinya yang saat ini masih berada di dalam pelukannya. Althaf sedikit mengurai pelukannya, melirik wajah Alya yang tampak sudah terpejam lelap. Ia tersenyum dan kembali mendekap istrinya. Sepertinya Alya sudah tertidur.
Althaf membacakan surat Al-Mulk sebagai pengantar tidur untuknya dan sang istri. Surat Al-Mulk, sebuah surat ke-67 dan terdiri dari 30 ayat. Surat yg terletak pada juz ke-29 ini memiliki banyak keutamaan. Hal itulah yang membuat surat Al-Mulk menjadi salah satu amalan yang Rasulullah SAW selalu baca sebelum beliau tidur.
Manfaat mengamalkan surat Al-Mulk sebelum tidur diantaranya adalah agar terhindar dari siksa kubur, diampuni dosanya, menjauhkan diri dari maksiat, dan menjadikan diri sebagai orang yang bertawakal.
"Inni uhibbuki fillah, ya Zawjati.." bisik Althaf pelan, tepat di telinga istrinya. (Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah, wahai Istriku). Althaf ikut memejamkan matanya, tangannya menepuk-nepuk pelan punggung istrinya yang berada dalam pelukannya.
Sungguh, Althaf sangat bersyukur pada Allah yang telah melancarkan semua prosesnya, hingga akhirnya ia bisa membawa Alya menuju pelaminan. Menyatukan dua keluarga besar dengan adanya ikatan status halal di antara mereka.
***
Tok tok!
"Alya! Kamu masih lama?"
Alya yang masih berada di dalam kamar mandi, menoleh ke arah pintu yang tertutup. "Ya Mas. Sebentar lagi!" balasnya sedikit berteriak karena shower yang sedang menyala deras. Karena teguran suaminya, Alya mempercepat seluruh gerakannya. Ia juga langsung memakai bajunya di kamar mandi. Pagi ini setelah sarapan, mereka akan langsung pindah ke rumah Althaf. Althaf hanya mengambil cuti menikah selama 3 hari karena Alya yang tetap harus kuliah.
Tak berselang lama Alya keluar dari kamar mandi. "Mas, aku udah selesai."
Althaf yang sedang memainkan handphonenya menghentikan aktivitasnya dan menatap istrinya yang berdiri di samping tempat tidur. Althaf meletakkan handphonenya, berdiri, dan berjalan mendekat ke arah Alya. Ia duduk di atas kasur, berhadapan dengan Alya yang sedang berdiri.
Alya menutupi sebagian wajahnya dengan handuk saat menyadari tatapan suaminya yang begitu intens terhadapnya. "Mas.. nggak mandi?" tanya Alya, berusaha keras mengatur tingkat kegugupannya.
Althaf tersenyum tipis, dan menggeleng kecil. Tatapan matanya tidak bergeser sedikitpun dari mata bening berwarna hitam di hadapannya. "Kamu kok makin cantik dilihat ya, kalau habis mandi?" Merah padam sudah. Wajahnya telah memerah sepenuhnya. Alya tidak sanggup menghadapi pujian suaminya yang terlontar begitu saja. Entah itu hanya gombalan belaka atau pujian yang jujur, Alya tetap menyukainya.
Althaf berdiri, dan membuat tubuh Alya refleks mundur ke belakang. "Makin cantik lagi kalau malu-malu begitu," ucap Althaf dengan mata masih menatap Alya dan bibir yang terus menyunggingkan senyum manisnya.
Cup!
Althaf mengecup singkat pipi Alya. "Siap-siap ya. Selesai aku mandi, kita langsung turun untuk sarapan dan pulang ke rumah." Ia mengacak gemas rambut Alya, dan terkekeh kecil karena melihat ekspresi terkejut istrinya.
Alya langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan miliknya, saat Althaf telah masuk ke dalam kamar mandi. Ia kembali menggeram malu di dalam sana. Perlakuan suaminya pagi ini, sungguh membuat hatinya melayang hingga ke atas langit. Berwarna dan indah, membuatnya secara tidak sadar tersenyum lebar.