"Cucumu bukan...? Apa urusannya denganku...? sudahlah itu tak penting, sekarang cepat bereskan semuanya, Aku mau rumahku kembali bersih seperti sedia kala...!"kata Kia yang membuat ibu Imah membelalakkan matanya tak percaya.
Dia masih mengira jika menantunya itu akan bersikap seperti biasanya yaitu patuh dan tak melawan sama sekali.
"Maksudnya apa...? kamu menyuruhku untuk membersihkan semua ini...? dasar mantu tak tahu diri, sudah Mandul tak ada gunanya pula...!"
"Dan jika putramu itu ingin menceraikanku, silahkan...! aku tidak takut...!" Dia memotong ucapan dari Ibu mertuanya tersebut. kata-kata itu sangat hafal di luar kepalanya, hinaan dan makian itu seolah menjadi lalapannya setiap hari.
"Sombong...! dicerai beneran baru tahu rasa kamu...!"sinis bu Imah.
"Silahkan saja kalau mau coba...!"tentang Kia.
"Dalam 1 jam ke depan rumahku belum kembali seperti sedia kala, maka silakan kalian angkat kaki semua dari rumahku...!"kata Kia mengancam.
Setelah mengatakan itu, Kia langsung berjalan menuju kamarnya, tempat ternyamannya untuk melepas semua lelahnya selama ini karena bekerja seharian di rumahnya sendiri.
"Heh mau ke mana kamu, semua ini bukanlah pekerjaanku, kamulah yang lebih pantas untuk mengerjakan semua ini, kalau kamu menginginkan rumahmu bersih, tentu saja kamu yang harus membersihkannya...!"hardik bu Imah bermaksud menghentikan langkah menantunya tersebut.
"Ibu tuli...? Ibu tak dengar apa yang aku katakan tadi...? dalam waktu 1 jam jika rumahku tidak kembali seperti sedia kala, maka silakan angkat kaki dari rumahku...! rumahku...! Ibu dengar itu...?"jawab Kia dengan menekankan kata rumahku yang itu artinya semua yang ada di sana hanyalah menumpang.
Bu Imah mengepalkan tangannya dengan sangat kuat, saat beliau hendak mengeluarkan kata-katanya lagi, tangan putranya lebih dulu memegang bahunya dan mencegahnya.
"Sudahlah Bu, kali ini kita mengalah saja, mungkin Kia sedang amnesia jadi tidak menurut dengan apa yang kita katakan...!"kata Gani.
"Tapi siapa yang akan membersihkan semua ini...? Ibu mana sanggup untuk mengerjakannya...!" kata Bu Imah menghiba.
"Ibu panggil orang saja untuk mengerjakan semuanya, nanti Gani yang bayar... apalagi Ibu tahu kan kalau sekarang Kia sudah kembali, itu artinya uang kita akan mengalir kembali seperti biasanya...!"kata Gani menenangkan.
Akhirnya bu Imah memanggil seseorang yang biasa membantunya untuk membersihkan rumah sejak Kia tak ada di rumah tersebut. Alasan yang mengatakan bahwa Gani tak terbiasa dengan orang lain yang memasuki rumahnya pun ternyata hanya omong kosong belaka.
Itu semuanya alasan untuk menindas seorang Kia yang seharusnya dimuliakan sebagai seorang istri. tapi malah diperlakukan sebagai seorang pembantu tanpa bayaran, bahkan kebutuhan semua orang di rumah itu dialah yang ikut andil memenuhinya.
Dari arah kamar Kia terdengar suara yang sangat berisik, terdengar seperti barang-barang yang dilempar keluar dari kamar, sesaat kemudian Gani sadar jika mungkin barang-barang yang dibuang adalah milik Tria dan juga putranya.
"Apa yang kamu lakukan Kia...? kenapa kamu membuang semua barang-barang ini...?"tanya Gani Dengan bodohnya.
"Bukan milikku... kalau kamu merasa ini milik Gundikmu, silakan kamu pungut, tapi kalau tidak, ya sudah... buang saja di tempat sampah, sepertinya aku mencium bau busuk dari semua barang-barang ini...!"jawab Kia dengan entengnya.
"Kamu tak perlu membuangnya seperti ini, apalagi barang-barang ini milik seorang anak kecil yang tak tahu apa-apa, anak kita...!"kata Gani yang menyebut sebagai anak kita membuatnya teringat akan janin yang tak sempat disadarinya ada di rahimnya yang telah tiada. Dan itu mampu membuat Kia naik pitam.
"Anak kita...?"Tanya Kia dengan menatap tajam ke arah suaminya.
"Aku tak merasa melahirkan seorang anak, itu adalah anak haram kalian, bukan anakku...!" mendengar kata anak haram membuat Gani tersulut emosi, sehingga dia mengangkat tangannya hendak berbuat yang sama seperti yang dilakukannya dulu.
Dengan sigap dia menangkap tangan tersebut, dicenggramnya dengan kuat untuk memberikan efek sakit di pergelangan tangan tersebut.
"Jangan coba-coba melakukan hal yang sama seperti yang pernah kamu lakukan kepadaku, atau tanganmu ini akan patah...!"kata Kia mengancam.
Gani merasakan sakit yang luar biasa di tangannya oleh cengkraman istrinya tersebut, namun saat Gani hendak menariknya justru tangan itu dipelintir ke belakang dan membuat tangan itu semakin sakit.
"Sakit bodoh...!"umpat Gani dengan kerasnya.
"Baru seperti ini sakit...? kamu lupa kejadian di ruangan belakang itu...? Apa kabar tubuh wanita lemah yang kamu sakiti saat itu...? bodohhh...!" Gani hampir tak percaya jika yang ada di hadapannya ini adalah istrinya, masih teringat dengan jelas Apa yang dilakukannya kepada Kia saat itu. namun egonya menolak untuk menerima kesalahannya, menurutnya Kia pantas menerima semua itu.
"Jawab...!"kata Kia semakin mengeraskan pelintirannya, Gani merasakan efek dari pelintiran itu sakit menjalar di seluruh tubuhnya.
"Ampun Kia, tolong maafkan aku...!"Tak mau merasakan sakit yang lebih lagi Gani lebih memilih meminta maaf agar cekalan tangan Kia dilepaskan.
Kia pun melepaskan cekalan tangannya, dan saat itu juga Gani merasakan lega karena terlepas dari rasa sakit tersebut. Gani yang masih merasa tidak terima pun langsung hendak ingin membalas perlakuan Kia tadi.
"Mau tanganmu patah...? Sini... dengan senang hati aku akan mengabulkannya...!"kata Kia menantang.
Nyali Gani menciut dan memilih mundur seketika, tak diperdulikannya barang-barang milik Tria dan juga putranya, ia akan mengurusnya nanti jika dia sudah masuk ke dalam kamarnya.
Kesalahan Gani adalah membawa Tria ke dalam kamar utama yang selama ini ditempati oleh dirinya dan juga Kia, ia tak menyangka jika Kia akan tega membuang barang-barang tersebut, mengingat sikap Kia yang selama ini lemah lembut dan tak pernah menyakiti orang lain, namun apa yang dilihatnya hari ini seolah membuat asumsi di kepala Gani bahwa wanita yang ada di hadapannya bukanlah istrinya.
Di dalam kamar tak henti-hentinya Kia memilah-milah barang-barang yang ada di dalam kamar tersebut, box bayi peralatan bayi serta baju-baju seksi yang bukan miliknya ia keluarkan dengan sembarangan dari dalam kamarnya, iya sama sekali tidak peduli dengan kerusakan yang akan terjadi oleh ulahnya tersebut. Ia merasa marah dan muak saat melihat kamar pribadinya ditempati oleh gundik suaminya. Bahkan beserta dengan anak haramnya.
Sebenarnya ia tak pernah menaruh benci kepada bayi yang berstatus anak dari suaminya tersebut, namun kehadirannya yang lahir dari rahim perempuan yang sangat dibencinya itu membuat Kia mau tak mau menyembunyikan rasa sayangnya kepada seorang bayi.
Tak hanya barang milik Tria dan juga anaknya, dia pun mengeluarkan semua barang-barang yang menjadi miliknya yang dulu sering dia gunakan untuk melayani sang suami, seperti baju tidur malam yang tembus pandang, dan juga baju-baju kesehariannya yang lebih pantas digunakan oleh orang yang tak memiliki uang.
Daster daster kumuh itu mengingatkannya kepada kesalahan masa lalunya yang terlalu lembek menghadapi keluarga suaminya bahkan suaminya sendiri, sehingga memberikan celah kepada wanita lain untuk merusak rumah tangganya. Ingin rasanya Dia mengumpat kebodohannya tersebut, namun apa daya, semuanya dah pun berlalu, yang kini dia rencanakan adalah dia ingin merubah hari-hari yang akan dilaluinya nanti.
Bukan penindasan yang selama ini seperti yang dia terima, namun sebaliknya, dia akan menjadi peran utama yang memegang kendali atas kehidupannya sendiri, membalas semua perlakuan tak baik dari seluruh anggota keluarga suaminya.
Setelah semuanya selesai, dia membuka lemari yang selama ini selalu dikuncinya rapi, lemari yang berisi seluruh pakaiannya saat dia bekerja dulu, saat dia masih aktif dan berkecimpung di perusahaan milik papanya tersebut. lemari itu tidak akan pernah bisa dibuka oleh siapapun karena hanya menggunakan kode iris mata milik Kia sendiri.
"Mulai sekarang aku harus berpenampilan selayaknya tuan rumah, bikan seorang art...!" batin Kia dalam hatinya.
"Mari semua, kita lihat apa yang bisa kalian lakukan setelah lahirnya kia yang baru...!"