2

725 Kata
'Aku hanyalah sebagian kecil dari masa lalumu, yang mungkin tak perlu diingat' Sasi menatap nanar gerbang yang bertuliskan SMA KEBANGSAAN, gerbang setinggi entah berapa meter itu sudah tertutup rapat, dengan artian Sasi terlambat, dan ini semua salah kakaknya. "Elo sih kak, gue terlambat kan jadinya" onel Sasi memanyunkan bibirnya sebal. "Enak aja salah gue, ini tuh derita elo. Hahahaha" ejek Rian puas. "Taik lo" umpat Sasi menghentakkan kakinya sebal. "Lo gak pake dasi?" Tanya Rian. "Allahuakbar, gue lupa" Jarit Sasi menepuk jidatnya. "Karma tuh, karena elo udah nendang b****g gue" kata Rian sangat-sangat puas. "Kak, anterin gue ke aula kek, tuh upacaranya udah selesai" pinta Sasi memelas. "Ogah gue, sono turun gue mau pulang, gue ngantuk mau tidur. Hus cepet, hus hus" usir Rian kepada Sasi. "Jahat lo, gue do'a in elo ileren" sebal Sasi lalu keluar dari mobil dan menutup pintunya dengan membanting keras. Dengan perasaan dongkol Sasi melangkah kan kakinya dengan ragu mendekat kearah gerbang. Ia melirik kebelakang, kakaknya itu ternyata benar-benar pulang. "Sialan" umpat Sasi saat melihat seorang satpam berkumis tengah duduk menikmati kopinya. Gadis itu memutar otaknya, ini hari pertamanya. Memikirkan bagaimana ia akan dihukum saja sangat memalukan. Bibirnya tersenyum tipis, lalu langsung mendorong dengan halus gerbang besi itu. Mumpung satpamnya lagi sibuk, itu pikir Sasi. Setalah masuk ia menutup kembali pintu gerbang tanpa mengeluarkan suara. Matanya mendelik saat melihat tiga orang OSIS yang tengah berdiri tak jauh darinya. Gadis itu tak habis akal. Ia berjalan mindik-mindik lewat belakang OSIS yang tengah berjaga, berharap agar mereka tak melihatnya. Sasi panik karena ini sudah jam setengah delapan dan upacara juga sudah selesai sedari tadi tapi ia baru sampai disekolah, ditambah lagi ia tak mengenakan dasi SMP-nya. Dengan langkah yang berhati-hati namun pasti Sasi clinagk-clinguk kesana-kemari mengamati sekitar seperti orang yang mau maling. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat telinganya mendengar suara tegas yang sepertinya tertuju untuk gadis itu. "Hey, kamu" jerit salah satu OSIS yang tak jauh dari Sasi. "Mampus gue" umpat Sasi dalam hati. Bengong, itu yang dilakukan Sasi sekarang. Pati mukanya terlihat konyol. "Dipanggil bukannya kesini malah bengong, cepetan" bentak OSIS tersebut. "Saya kak?" Tanya Sasi menunjuk kan jarinya kearah dirinya sendiri. "Iya lah, cepet!" bentaknya lagi, dia berparas cantik dengan almamater yang pas di badannya di bagian dadanya tertulis namanya -Kintan-. "I-iya kak" mau tak mau, Sasi menghampiri kintan. "Siapa yang suruh kamu masuk? Hah" bentak Kintan. "Inisiatif kak" jawab polos Sasi. "Berani jawab ya kamu?" Tanya Kintan melipat kedua tangannya didadanya. "Ya kan kakak tanya, ya saya jawab lah" cari mati namanya, Sasi tak tahu kalau dia salah. Ada yang bilang kalau senior ngomong gak usah dijawab, apapun alasannya pasti adik kelas lah yang akan di salahkan. Dan Sasi percaya itu. "Mana dasi kamu" tanya Kintan membentak. "Dasi gue ketinggalan di Bandung" Jawab Sasi lagi. "Gue? Cih gak ada sopan-sopannya ya kamu" bentak Kintan. Kini Sasi menjadi tontonan para ospek lainnya, dan ini membuat Sasi sedikit malu. Namun gadis itu tak terlihat takut. Bahkan ia menatap langsung kearah bola mata Kintan yang seakan-akan hendak keluar itu. "Sopan? Buat apa kalo lawan bicara kita gak sopan" celetuk Sasi, membuat Kintan semakin geram. "Pompa bumi lima puluh kali" perintah Kintan. "Gak bagus buat perempuan" suara bariton terdengar dari arah belakang Sasi, namun Sasi tak berani menengok. "Lima kali keliling lapangan dan bersihin Aula stelah MOS selesai hati ini!" ketus Kintan. "Kalo bareng kakak gimana?" Tantang Sasi dan disambut tepuk tangan semua OSIS yang tengah menontonnya. Sasi bingung kenapa bertepuk tangan? Emangnya dia sedang pentas dan harus diberi apresiasi? "Kamu gak tau? Saya wakil ketua OSIS disekolah ini! Harusnya kamu turuti apa kata saya! Udah telat! Gak pake dasi, ngeyel lagi!" Ucapnya. Sasi terkekeh "Saya akui saya terlambat dan gak bawa Dasi. Tapi maaf kalo masalah ngeyel saya pikir saya gak salah" ucap Sasuke santai. Terlihat Kintan tersenyum miring lalu memajukan langkahnya agar tepat didepan Sasi, baru saja tangan dengan kuku penuh kutek itu mendorong tubuh kecil Sasi. Gadis itu terlebih dahulu memegang nya. "Kakak pikir saya bakalan diem aja kalo ada orang yang nyakitin diri saya? Buat apa wajah cantik, badan modis tapi akhlak nya gak ada?" Ucap Sasuke penuh penekanan. Dari kejauhan banyak OSIS yang memperhatikan kelakuan Sasi. Banyak yang mencibir namun ada juga yang salut. Sasi tak mengharapkan penilaian itu, yang ia lakukan hanyalah mencari keadilan perihal dirinya. Ia tak suka jika ada orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan hanya untuk menindas. Sasi akui bahwa dirinya juga salah. Namun tingkah kakak kelasnya itu sudah melebihi batas menurut gadis bertubuh mungil itu. Setelahnya Sasi memilih langsung pergi dari tempat sebelum Kintan meledak nantinya "Lima kali kan?" Jerit Sasi lalu meletakkan ranselnya dipinggiran lapangan. See you next part
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN