AWAL TRAGEDI DIMULAI
Di sebuah ruangan kantor dengan nuansa rapi dan elegan seorang wanita terlihat sibuk dengan layar komputer dan laptop yang ada di meja kerjanya. Wanita itu bernama Anindira Arsyana Dwyne Victor. Seorang gadis cantik yang mempunyai gigi gingsul dan lesung pipi yang sangat indah untuk dipandang.
Sedang sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba atasannya memanggil melalui sambungan telepon. “Arsyana. Ke sini sebentar.”
“Baik, Tuan.” Arsyana langsung masuk ke dalam ruang kerja sang atasan.
Arsyana menyapanya dan menanyakan ada apa dia memanggilnya. “Saya ada acara keluarga mendadak, tolong kamu bereskan meja saya. Lalu simpan file yang sudah saya buat. Dan jika sudah jam pulang kantor, kamu pulanglah jangan lembur,” ucap sang atasan.
Arsyana mengangguk. “Baik, Tuan Pendi.”
Laki-laki yang dipanggil tuan Pendi langsung berdiri dari duduknya memakai jas kerjanya setelahnya meninggalkan Arsyana sendirian di ruang kerjanya.
Beginilah pekerjaan Arsyana. Dia seorang sekretaris pribadi di perusahaan cabang yang ada di kota tempat tinggalnya.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya Arsyana langsung kembali ke meja kerjanya lagi. “Kurang setengah jam lagi sudah waktunya pulang. Lebih baik aku bereskan meja kerjaku lalu menyimpan pekerjaanku dan aku lanjutkan besok saja,” gumamnya.
Arsyana selalu semangat menjalani harinya. Dia begitu mencintai pekerjaannya yang sebagai seorang sekretaris. Dan setengah jam kemudian Arsyana bangkit dari duduknya untuk berjalan ke arah lift perusahaan.
Di dalam lift Arsyana mencoba menghubungi sang suami. Ya, Arsyana sudah punya suami yang bernama Dewa Sami.
“Halo, Mas Dewa. Mas Dewa sudah pulang belum?” tanya Arsyana.
“Belum, Sayang. Mas akan pulang sedikit terlambat karena ada rapat sebentar sama para staf hotel,” jawabnya dengan suara yang sedikit berbisik tertahan.
“Oh baiklah. Kalau sudah mau pulang kabarin ya,” kata Arsyana.
“Siap,” jawab Dewa dan sambungan telepon itu berakhir.
Arsyana memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas tangannya sambil menunggu lift yang dinaiki sampai di lobby kantor.
Arsyana tidak merasa curiga sama sekali dengan suara suami yang seperti menahan sesuatu. Arsyana berpikir positif saja karena mungkin sedang berada di ruang rapat bersama yang lainnya. Padahal yang sebenarnya Dewa sedang memadu kasih dengan rekan kerjanya yang selama ini menjadi selingkuhannya.
“Ah, Mas Dewa. Pelan sedikit,” desah dari Dwi.
“Punyamu lebih sempit dari milik istriku, Dwi. Dan kamu selalu membuatku ketagihan untuk mengulanginya lagi dan lagi,” Dewa terus membuat Dwi melayang.
Desahan demi desahan terus terdengar dari mulut mereka berdua yang menguasai ruang kerjanya Dewa.
Perselingkuhan itu sudah terjadi selama dua bulan lamanya dan Arsyana tidak menyadarinya.
“Kamu selalu bisa membuatku puas, Dwi,” Dewa sambil memakai kembali semua pakaiannya.
Dwi tersenyum sambil meraba wajahnya. “Apapun demi Mas Dewa.” Dewa hanya tersenyum tipis menatap Dwi yang sedang mengecup bibirnya.
Kesetiaan Arsyana tergadai. Arsyana belum menyadarinya karena sikap Dewa masih selalu baik kepadanya.
Sesampainya di rumah Arsyana langsung memarkirkan mobilnya di dalam garasi dan masuk ke dalam rumah untuk menghilangkan penatnya.
Arsyana mengirimkan pesan kepada sang suami. “Mas. Arsyana sudah sampai rumah.”
Arsyana lalu mandi dan ganti baju. Sambil menunggu sang suami pulang ke rumah, Arsyana mencoba memasak untuk makan malam nanti. Capek dan lelah tapi semua itu demi baktinya sebagai seorang istri dan di rumah itu tidak ada pembantu sama sekali, semuanya Arsyana kerjakan sendirian selepas pulang kerja atau weekend.
Ting tung!
Suara bell rumah berbunyi. Arsyana yang sedang memasak langsung meninggalkannya mematikan kompornya untuk membuka pintunya.
Arsyana sangat senang karena dia sudah mengira jika yang memencet bell pintu adalah Dewa. Benar sekali jika itu sang suami.
“Mas. Akhirnya kamu pulang. Bagaimana rapatnya?” sapa Arsyana.
Dewa tersenyum. “Baik berjalan lancar.” Jawabnya.
“Iya sudah sana mandi dulu biar Arsyana selesaikan memasaknya,” kaya Arsyana.
Dewa mengangguk lalu masuk ke dalam kamar untuk mandi dan ganti baju. Sedangkan Arsyana menyelesaikan memasaknya.
Ketika semua masakannya itu sudah matang Arsyana mencoba memanggil Dewa yang sejak tadi belum ke luar kamar.
“Mas … “ panggilnya sambil mencari Dewa.
“Mas. Ayo kita makan, masakannya sudah matang,” ujar Arsyana sambil berjalan ke arah kamar mandi.
Ceklek. Pintu kamar mandi dibuka oleh Arsyana tapi tidak ada Dewa. “Di mana mas Dewa?” gumamnya.
“Mas.” Panggilnya lagi menuju ke ruang walk-in closet tapi juga tidak ada.
“Lho di sini juga tidak ada mas Dewa.”
Arsyana ingin mencari di tempat lainnya namun ketika dia akan berbalik badan matanya melihat kemeja yang dipakai oleh sang suami tergeletak di atas meja.
“Kebiasaan deh selalu lupa menaruh di keranjang kotor,” Arsyana sambil mengambil kemeja tersebut.
Namun di saat Arsyana mengambilnya, dia mencium parfum dan aroma yang berbeda di kemeja milik Dewa. Arsyana menciumnya. “Ini parfum perempuan?” gumamnya.
Arsyana menciumnya lagi lebih tajam. “Aku tidak punya aroma parfum seperti ini.”
Arsyana yang merasa kurang yakin dengan instingnya lalu mencari celana, kemeja plus dompet milik Dewa. Setelah ketemu Arsyana mencari petunjuk lain dan menemukan transferan begitu banyak sekali atas nama Dwi. Selain bukti transferan juga ada bukti check in hotel hari kemarin.
“Hari kemarin mas Dewa mengatakan jika di hotel sedang kedatangan tamu penting makanya dia sampai lembur dan pulang jam sebelas malam.”
“Tapi ini … ?” ujarnya.
Hati Arsyana sudah terasa panas. Pikirannya sudah melayang ke mana-mana. Ia ingin menanyakan apa maksud semua itu.
Arsyana lalu memasukkan semua pakaian kotor tadi ke dalam keranjang biasanya. Setelahnya keluar untuk mencari Dewa yang ternyata ada di ruang kerjanya sedang menelpon Dwi.
“Eh sudah dulu, Arsyana ke sini,” Dewa langsung mengakhiri sambungan teleponnya.
Arsyana mencoba bersikap biasa. “Ternyata Mas Dewa ada di sini. Arsyana sudah cari dari tadi.” Ucapnya sambil menetralkan ekspresi mukanya.
“Iya tadi sedang menelepon rekan kerja. Dia menanyakan soal file rapat tadi,” bohong Dewa.
Arsyana hanya mengangguk dan tersenyum tipis. “Ayo makan. Nanti keburu dingin dan maghrib,” ajaknya.
Dewa menganggukkan kepalanya dan mereka berjalan ke luar dari ruang kerja menuju ke ruang makan.
Arsyana mengambilkan makanan untuk Dewa seperti biasanya. “Terimakasih, Sayang.”
Arsyana hanya mengangguk saja, lalu dia makan sambil melirik ke arah Dewa yang terus memperhatikan ponselnya dan sibuk sendiri tanpa mempedulikannya.
Arsyana yang tidak tahan lalu memanggilnya. “Mas.”
“Hmm, iya.” Dewa tanpa berpaling dari ponsel yang digenggam.
“Mas!” Arsyana sedikit meninggikan suaranya.
“Ada apa sih Arsyana! Mas sedang sibuk membalas rekan kerja!” Dewa tidak kalah tinggi intonasi suaranya.
Dewa yang sadar sudah membentak Arsyana langsung meminta maaf. “Maaf. Mas tidak bermaksud untuk membentakmu. Apa yang ingin kamu katakan sama Mas?” tanya Dewa.
“Jelaskan ini sama Arsyana,” Arsyana menaruh bukti transferan tadi plus bukti check ini hotel yang Arsyana temukan di saku celananya Dewa.
Mata Dewa melotot lebar sekali. “Engh, itu milik rekan kerjanya Mas, Arsyana.”
“Dia kemalaman pulangnya lalu minta diantarkan check in di hotel.” Bohong Dewa dengan suara yang sedikit gelagapan.
“Cowok?”
“Iya dia cowok,” jawabnya masih berbohong.
“Mas! Kalian berdua ini kerja di hotel bintang lima. Kalau pun rekan kerjanya Mas kemalaman pulangnya ya dia bisa menginap di hotel itu. Kenapa harus check in di hotel lain?” kata Arsyana.
“Apa maksudmu, Arsyana?” kata Dewa.
“Kamu menuduh Mas yang check-in dan ingin selingkuh!” ujarnya.
“Arsyana nggak bilang begitu?” ucapnya membuat Dewa kalang kabut.
“Lalu transferan ini apa?” Arsyana menunjuk bukti transferan yang ada di atas meja.
“Itu milik atasan Mas. Dia pinjam uang sama Mas,” sekali lagi Dewa berbohong untuk menutupi kebohongannya.
“Lalu kenapa pakaian kerja Mas Dewa tercium parfum wanita lain.”
“Mas Dewa jujur sama Arsyana,” tegas Arsyana.
Brak!
Dewa menggebrak meja makan membuat piring dan alat-alat makan lainnya saling berdenting.
Arsyana sampai terkejut dan memejamkan matanya melihat sikap kasar yang tidak pernah Dewa lakukan kepadanya.
“Kamu menuduh Mas selingkuh!” seru Dewa.
“Atau jangan-jangan kamu yang sudah selingkuh dengan atasanmu sampai saat ini kamu belum hamil anakku, Arsyana!” tuduh Dewa tak beralasan membuat Arsyana langsung menitikkan air mata.
“Mas! Bisa-bisanya Mas Dewa berkata seperti itu. Apa buktinya jika Arsyana selingkuh sama tuan Pendi,” jawab Arsyana.
Dewa berdiri dari duduknya dan Arsyana pun mengikutinya. “Buktinya kamu belum hamil sampai sekarang. Dan Mas curiga kamu sengaja minum pil KB supaya bisa terus berhubungan dengannya!” tuduh Dewa.
Plak!
Arsyana langsung menampar Dewa sangat keras sekali. Dewa yang tidak terima ditampar oleh Arsyana langsung menatapnya tajam.
“Kamu berani menampar Mas, Arsyana?” ucapnya dingin.
Plak!
Dewa membalas menampar Arsyana sampai sudut bibirnya mengeluarkan darah. Setelah itu Dewa pergi dari ruang makan meninggalkan Arsyana yang sedang menangis bersedih.
Bersambung ....