#32

1045 Kata
"Cha... udah larut, aku pulang ya?" pamit Vic. Icha mengangguk kecil. "Oke, hati-hati di jalan." "Cepet sembuh ya... kamu udah banya bolosnya," ucap Vic dengan senyum meledek. Icha berpikir sejenak. "Iya sih, berasa udah lama enggak ke kampus... tugas-tugas juga udah menumpuk banyak banget pasti." "Bukan cuma itu loh," Vic memicingkan matanya. "Apa dong?" tanya Icha, bukan pura-pura tidak tahu, tapi memang ia lupa. "Kamu masih terikat kontrak, jangan lupa...." jawab Vic dengan senyum jahilnya. Icha menepuk dahinya ketika ia sadar akan ucapan Vic. "Iya... iya... udah kayak kang rentenir aja, sudah pulang sana," usir Icha. "Bye!" pamit Vic lagi ketika ia beranjak menuju ke mobil. Vic membunyikan klakson ketika mobilnya akan beranjak, lambaian tangan Icha mengantar kepergian Vic malam itu. *** Paginya Icha menemukan Papa, Mama, dan Daniel sudah berada di meja makan untuk sarapan pagi. "Loh? Pa... Ma... nyampe jam berapa semalam?" tanya Icha ketika ia berhasil duduk di kursi meja makan itu dibantu oleh Bik Yati. Bik Yati menemani Icha tidur semalam karena khawatir jika tengah malam Icha ingin pergi ke kamar kecil disaat ia masih kesulitan menggunakan tongkat penyangganya. "Jam setengah dua belas, Cha," jawab Pram. "Kamu udah tidur semalem, mama sempet nengok kamu di kamar," sela Dinandra. Daniel yang sudah selesai sarapan itu pun segera berdiri dari duduknya, ia berjalan melewati belakang kursi Icha dan mampir sebentar untuk mengusak rambut gadis itu. "Vic enggak macem-macem kan kemarin?" tanya Daniel dengan ekspresi wajah curiga. Icha memutar bola matanya. "Ya... jelas enggak lah, Niel." "Mau kemana deh, pagi-pagi udah rapi amat? Ga mungkin kuliah bisa sepagi ini kan?" hardik Icha dengan dua pertanyaan. Daniel terlihat salah tingkah, seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan. Namun Icha tak menyadarinya. "Lagi bantu-bantu buat acara festival anak teknik minggu depan, berangkat dulu ya... Ma... Pa... Assalamualaikum," Pamit Daniel pada kedua orang tuanya. "Wa'alaikumsalam, Hati-hati di jalan ya, Boy!" jawab Pram. Daniel pun berlalu. Kini hanya Icha, Dinandra, dan Pram saja yang berada di ruang makan itu. Pak Narto dan Bik Yati sedang pergi ke pasar untuk belanja bahan makanan. Hati Icha jadi berdebar-debar sendiri ketika ia menatap wajah ayahnya, hal itu karena ada sesuatu yang ingin Icha katakan namun ia takut. Takut dimarahi oleh papanya. "Cha, ada apa?" tanya Dinandra. "Mama liat kamu kayak ngeliatin Papa melulu dari tadi loh... ada masalah apa?" lanjut Dinandra. "Ah... enggak Ma...." Icha semakin merasa canggung dan salah tingkah, dalam hatinya masih terjadi perang yang sangat sengit, antara 'team ngomong sekarang dengan team enggak usah ngomong dulu', Icha semakin tak tenang dalam duduknya. "Pa...." panggil Icha ketika Dinandra pergi ke kamar meninggalkan ia dan papanya yang sedang fokus membaca koran. "Kenapa enggak ngomong dari tadi? Ada sesuatu yang penting banget kah? Sampai Mama Dina juga enggak boleh tau?" tanya Pram dengan raut wajah penuh tanda tanya. Icha mengangguk, Pram melipat kembali koran yang ada di genggamannya lalu menghadap ke arah Icha untuk mengobrol. Pram sudah siap untuk menjadi pendengar yang baik untuk putrinya saat ini. "Pa... sebenarnya Icha sama Vic tuh jadi dekat karena sebuah insiden, Papa mau dengar nggak cerita Icha?" tanya gadis itu. Pram mengangguk menjawab pertanyaan Icha, diikuti juga oleh anggukan setuju gadis itu. "Kejadiannya sebulan yang lalu... Icha enggak sengaja buat mobil Vic nabrak beton gerbang, Papa tau kan mobil Vic mahaaallll banget?" Pram mengangguk. "Terus gimana?" "Nah, gara-gara itu mobil Vic jadi rusak parah depannya... apa tuh namanya? Bombers mobilnya rusak sampai lampu depannya juga ikut pecah. Icha udah janji bakal ganti rugi... tapi selama belum ganti rugi maka Icha harus bersedia nemenin Vic kemana aja, entah mau buat tugas, disuruh beli jajan dan banyak banget gitu, Pah." jelas Icha. Pram mengangguk-angguk sebagai kode bahwa ia paham dengan cerita anaknya ini. "Tapi dia enggak minta yang aneh-aneh, kan?" tanya Pram tiba-tiba. "E—enggak kok, Pa... enggak mungkin lah," jawaban Icha nampak seperti orang yang sedang kelabakan. "Jadi akhirnya gimana?" tanya Pram. "Boleh nggak, Pa? Icha minjem duit buat ganti rugi ke Vic," bujuk gadis itu pada ayahnya. "Iya, boleh-boleh aja sih, emang berapa? Oh iya, nanti Papa langsung tanya aka ke Om Randy atau sama Vic aja ya? Nggak usah khawatir," jawab Pram. Icha merasa satu permasalahannya sudah selesai tapi masih ada satu lagi yang harus Icha bicarakan dengan Papanya. "Pa... kalau bisa, Papa sama Om Randy obrolin lagi deh tentang pertunangan itu, Icha bener-bener pusing deh, Pa... Icha sama Vic itu enggak dalam posisi orang-orang yang bisa bertunangan di depan khalayak ramai loh Paaaa," kata Icha, akhirnya gadis itu pun berhasil Mengatakannya pada Papanya. Pram manggut-manggut sembari menyeruput kopi di gelasnya. "Hmmm... nanti Papa akan tinjau kembali permintaan kamu yang satu ini, cukup sulit juga sih." "Icha enggak ada rasa suka sama Vic kok Paaaa...." Icha merengut. "Iya... Papa tau kok, Icha hari ini mungkin belum ada rasa yang spesial buat Vic," sela Pram. Pram memegangi dagunya, sejenak ia berpikir. Icha emang enggak pernah nanya ke Vic? Soal perasaan begitu...." "Udah pasti enggak ada sih, Pa... Vic juga orangnya aneh begitu kok, Icha nggak suka pokoknya," jelas Icha, gadis itu memasang wajah cemberutnya sebelum akhirnya ia beranjak pergi ke kamar lagi dibantu oleh Bik Yati. *** "Apa??? Icha mau menghentikan pertunangan?!" Randy terperanjat ketika mendengar kata-kata Pram siang itu. Kedua pebisnis itu sedang berada di ruangan Randy, mereka meluangkan waktu untuk membahas tentang anak-anak mereka saat ini. "Iya, anaknya bersisikuh enggak mau tunangan sama Vic, saya juga enggak paham sih kalau soal perasaan anak muda.” "Mendengar pengakuan Icha juga sih Ran. Dia sama Vic terlibat insiden, mobil milik Vic sampai nabrak karena kelakuan Icha yang slengean dan ceroboh," lanjut Pram. "Jadi mereka dekat karena masalah itu aja," tanya Randy. "Iya tentu saja, saya juga sekalian mau nanya... kira-kira berapa biaya ganti rugi atas kerusakan mobil Vic?" tanya Pram. “Hah? Kerusakan mobil Vic? Saya nggak tau tuh kalo mobilnya rusak…” bingung Randy. “Mobilnya ada empat, Pram… aku mana tau lagi,” lanjut Randy. Pram memijit kepalanya yang berdenyut. “Yang warna hitam mungkin… soalnya saya sering lihat Vic nganter Icha pulang pakai mobil warna hitam…” “Astaga… mobilnya warna hitam semua, yang warna putih itu punya kakaknya,” jawab Randy. “Begini deh, apa pun itu saya anggap lunas ya… dasar Vic itu, nanti saya akan ngomong sama dia,” lanjut Randy. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN