Yasmin tengah menyiapkan makan malam untuk majikannya, Yasmin terlihat telaten melakukan pekerjaan ini, walaupun sebenarnya ini bukan impiannya. Yasmin tersenyum ketir ketika melihat Sarah datang menghampiri meja makan. Yasmin Adalah wanita yang anggunly, dia memiliki kecerdasan yang cukup, bahkan dari segi Pendidikan ia mengalahkan Sarah yang hanya lulusan D3. Namun, menunjang kekuatannya dengan keluarganya yang kaya dan dipamerkan dimana-mana.
“Kemana semua orang?” tanya Sarah.
“Belum ada yang datang, Nyonya,” jawab Yasmin, tersenyum pahit.
“Kamu tidak menggoda suamiku, ‘kan?”
“Saya tidak berani,” jawab Yasmin lagi.
Sarah lalu duduk dikursi kebesarannya, menunggu Kaizan dan Rafka. Nur sudah memanggil mereka, jadi tinggal menunggu saja.
Yasmin kesal sekali melihat Sarah, seolah ia memiliki dendam pribadi kepada majikannya itu. Namun, hanya ia yang tahu dan hanya ia yang merasakannya.
Yasmin berusaha tenang, ia tak mau mencari perkara sebelum mendapatkan apa yang dia mau, anggap saja dia w*************a, tapi dia memiliki alasan untuk melakukan semua ini.
“Besok, aku akan liburan ke luar negeri, jadi kamu jangan macam-macam.” Sarah mendongak menatap Yasmin, Sarah juga mengakui kecantikan Yasmin dan tubuh Yasmin yang menggoda iman Kaizan.
Yasmin menganggukkan kepala.
“Kalau aku dengar kamu menggoda Kaizan, aku pastikan kamu tidak bisa menghirup udara di rumah ini dan dimanapun kamu berada.” Sarah mengancam.
“Nyonya sungguh egois,” kata Yasmin tak tahan lagi.
“Apa? Egois?”
“Ya. Nyonya Egois karena melarang Tuan untuk tergoda, sementara Nyonya diluar sana bermain api dengan pria lain,” jawab Yasmin tidak takut lagi dengan Sarah.
Sarah bangkit dari duduknya dan menghampiri Yasmin yang berdiri diantara meja makan. Sarah lalu meraih dagu Yasmin, usia keduanya memang terpaut jauh. Yasmin lalu melepaskan genggaman tangan Sarah dari dagunya.
“Jangan pernah melakukan ini pada saya lagi, Nyonya.” Yasmin menatap Sarah dengan menantangnya.
“Kamu tidak tahu diri sekali ya, kamu benar-benar wanita penggoda.”
“Saya tidak pernah menggoda Tuan, tapi saya kasihan kepada Tuan karena harus menghadapi wanita seperti Nyonya yang egois.”
Sarah lalu menampar Yasmin, membuat Yasmin harus menahan rasa sakitnya, dan tak lama kemudian, Kaizan dan Rafka datang.
Kaizan melihat sikap Sarah yang semena-mena kepada Yasmin dan itu melukai harga dirinya juga, entah mengapa rasa sakit yang dirasakan Yasmin sama rasanya dengan apa yang dia rasakan saat ini. Kaizan berusaha tenang dan tidak membela siapa pun dalam hal ini.
Kaizan menghampiri keduanya dan berkata, “Ada apa ini?”
“Kamu masih mau mempekerjakan wanita busuk ini di rumah ini?” tanya Sarah.
“Apa kesalahannya?”
“Dia berusaha menggodamu dan mengatakan aku egois.”
“Bukannya memang benar kamu egois?” tanya Kaizan.
“Apa? Kamu membela wanita rendahan ini?”
“Tak ada yang rendah dimataku, Sarah. Jadi, jangan meremehkan seseorang.”
“Aku mau kamu pecat wanita miskin ini dari rumah ini,” kata Kaizan.
“Jangan,” sergah Rafka menghampiri Yasmin dan memeluk betis Yasmin.
Yasmin membelai rambut Rafka, membuat Sarah membulatkan mata karena melihat putra yang ia lahirkan juga membela Yasmin. Seolah posisi Yasmin di rumah ini mengalahkannya.
“Mama jangan sampai memecat dan mengusir Tante Yas, karena Aka hanya memiliki Tante Yas selama ini,” kata Rafka mendongak menatap sang Mama.
“Aka, apa yang kamu lakukan? Apa kamu berpikir ini benar? Kamu menghancurkan hati Mama dan malah membela wanita miskin ini?”
“Mama selama ini nggak pernah ada buat Aka, jadi Mama jangan pernah menganggap Aka menghancurkan hati Mama, yang hancur hatinya di rumah ini Adalah Aka dan Papa.” Rafka seolah sudah mengetahui segala hal yang terjadi, sikap sang Mama, dan pernikahan orangtuanya yang sebentar lagi berakhir.
“AKA!” teriak Sarah dan tantrum didepan semuanya.
“Sudah. Kamu jangan lagi memperpanjang masalah ini.” Kaizan berusaha menghentikan ketantruman Sarah.
“Aku tidak mau. Aku mau wanita ini kamu usir dan pecat dari rumah ini.” Sarah masih keukeuh.
“Apa kamu selalu egois seperti ini? Yasmin sudah menjaga Aka dan sudah menyayangi Aka seperti anak sendiri, bahkan selalu menggantikan posisimu sebagai Ibu yang harusnya kamu sendiri yang melakukannya. Lalu kamu mau memecatnya? Kamu mau menghancurkan hati putramu sendiri?” tanya Kaizan menatap Sarah yang saat ini tak menyangka dengan apa yang ia lihat di rumah ini.
“Kai, kamu pilih wanita ini dibandingkan aku?” tanya Sarah.
“Sar, jangan lupa, kita akan bercerai.”
“Aku akan menarik gugatanku.”
“Tidak perlu. Pengacaraku sudah mengurus semuanya dan kini ketetapan sudah didepan hakim, tak bisa mundur lagi.”
“Kai, aku mohon, aku nggak bisa kehilangan kamu dan Aka,”
“Dan juga tak bisa kehilangan pria itu?” tanya Kaizan menatap Sarah yang bingung.
“Aku akan meninggalkan pria itu.”
“Kamu sudah mengatakan itu hampir puluhan kali setiap kamu menginginkannya, dan memasukkan gugatan berkali-kali demi egomu dan kebahagiaanmu dengan pria itu, jangan mempermainkanku lagi. Tolong!”
“Kali ini aku yakin, ingin rujuk,” lirih Sarah.
“Mulai sekarang, kita hidup masing-masing, kita harus menjaga diri selagai proses perceraian sedang dilakukan. Jadi, tenang dan damai lah dengan keadaan. Nikmati kehidupan bebasmu setelah semua selesai.”
“Papa, Aka lapar,” ucap Rafka.
“Iya, Nak. Ayo makan malam.” Rafka lalu duduk di kursinya dan tersenyum menatap Yasmin.
Yasmin pun memilih ke kamar karena harga dirinya hancur dibuat oleh Sarah. Yasmin tidak membalasnya karena Yasmin tahu bahwa ia bekerja di sini dan ia tidak boleh melawan majikannya.
“Yas, kamu tidak apa-apa, ‘kan?” tanya Nur ketika ia hendak menuju Lorong.
“Iya. Aku nggak apa-apa, Nur. Lanjutkan pekerjaanmu, aku mau ke kamar dulu.”
“Heem.” Nur mengangguk.
Sementara itu keluarga kecil itu duduk di kursi masing-masing, Rafka duduk dihadapan sang Mama, sementara Kaizan duduk di kursi tengah meja bagian sisi pendeknya.
“Aka, kamu kenapa membela wanita miskin itu?” tanya Sarah.
“Aka membelanya karena Aka tahu kalau Tante Yas nggak salah, Ma.”
“Dia sudah menodong Mama dengan kata-kata egois, ap aitu bukan kesalahan? Bagaimanapun juga Mama Adalah majikannya.”
“Ma, Papa mengajarkan Aka untuk nggak memandang remeh orang lain yang berada dibawah kita,” kata Kaizan menatap sang Mama. “Maafkan Aka kalau ini menghancurkan harga diri Mama.”
“Aka masih sayang kan sama Mama?”
“Iya. Aka sayang kok sama Mama.”
“Aka jangan pernah ninggalin Mama ya?” ucap Sarah.
Rafka menoleh dan menatap sang Papa yang saat ini sedang menikmati makan malam, tatapan Rafka saat ini seolah meminta jawaban dari sang Papa, Kaizan lalu menganggukkan kepala dan menyuruh Rafka menjawab seperti apa yang Rafka inginkan.
“Iya. Aka nggak akan ninggalin Mama kok, Aka kan tetap anak Mama.”
“Terima kasih ya, Sayang. Mama janji akan berusaha selalu ada buat Aka.” Sarah tersenyum.
Sikap Sarah saat ini tidak lagi membuat Kaizan luluh, bahkan Kaizan menganggap apa yang Sarah lakukan itu Adalah hal biasa. Ia tidak semudah itu lagi luluh pada istrinya.