2. Hukuman

1105 Kata
Terdengar suara gemerisik di semak-semak yang berada di pinggiran hutan, dekat dengan lahan milik Jonathan. Ya, itu adalah Reinald yang sedang memetik blueberry liar. Sementara Jonathan mengarahkan dan mendiskusikan permasalahan yang ada di lahan pertanian, Reinald sedang asyik memetik blueberry. Benar-benar melupakan janji pada ayahnya. Reinald benar-benar lupa waktu, bersantai di antara pohon blueberry yang terlindung di balik semak-semak. Reinald bahkan menyiangi rumput di sekitarnya, benar-benar menikmati waktu bersantai sambil makan blueberry dan membaca, ya, Reinald membawa buku dan juga alas. Benar-benar telah bersiap untuk bersantai. Reinald tidak khawatir ada hewan buas, sebab di pinggiran hutan ini memang jarang, bahkan hampir tidak ada hewan buas. Para penduduk sering melakukan perburuan bersama untuk mengusir hewan-hewan itu agar menjauh dari pemukiman. “Menikmati waktu bersantai eh?” tanya suara yang tiba-tiba saja terdengar oleh Reinald. “Benar, sungguh nikmat. Berbaring di bawah pohon rindang di antara semak. Tersembunyi. Jauh dari hiruk pikuk manusia munafik yang penuh tipu daya” jawab Reinald tanpa curiga. “Kau benar-benar tahu cara menikmati hidup anak muda. Apakah orang tuamu tahu kau disini. Perkampungan cukup jauh lho dari sini, apa kau tak takut pada hewan buas atau pada penculik?” tanya suara itu lagi. “Hah, tidak ada hewan buas di sekitar sini, baru beberapa hari yang lalu para penduduk melakukan berburu rusa, sekalian mengusir hewan buas yang ada di sekitar sini. Sedangkan penculik? Hah, untuk apa pula penculik menculikku. Mungkin orang tuaku akan merelakan jika aku di culik. Aku hanya anak seorang petani, tak cukup bernilai untuk diculik. Orang tuaku tidak akan mencariku. Aku sudah dari tadi pagi disini, dan lihatlah, bahkan ayahku saja tak menyadari jika aku menghilang.” sahut Reinald. “Benarkah?” tanya suara itu, dekat dengan telinga Reinald, sehingga membuatnya terlonjak kaget. Reinald langsung berdiri dan memasang sikap siaga. Bertambah terkejut dia ketika hal pertama yang dia lihat adalah ayahnya dengan senyum sinis yang menjengkelkan. “Ayah! Bagaimana ayah tahu aku disini?” pekik Reinald, tak mampu menyembunyikan keterkejutannya. “Hhhmmm bagaimana ya? Anggap saja, ayah memahamimu” sahut Jonathan dengan nada yang dilembut-lembutkan, yang sukses membuat Reinald merinding. “Sudah siap dengan hukumanmu anak muda?” tanya Jonathan. “Si.. si.. Siap ayah” jawab Reinald terbata. Masih tidak menyangka ayahnya bisa menemukannya. “Apakah ayah sudah lama mencariku?” tanya Reinald penasaran. “Tidak, aku baru saja mencarimu. Setelah memberi pengarahan dan pembagian tugas selesai” sahut Jonathan. Reinald ternganga. “Cepat sekali” batin Reinald sambil memperhatikan tinggi matahari. “Jika dilihat dari tinggi matahari seharusnya ayah baru saja selesai memberi pengarahan. Apakah ayah langsung kesini tanpa mencari?” batin Reinald. Mau tak mau Reinald menjadi heran. Bagaimana tidak. Posisinya bisa dibilang sangat tersembunyi. Berada di antara semak-semak tinggi, dibawah pohon berdaun rindang. Bahkan Reinald sudah menutup dan menyamarkan jejak nya. Bagaimana bisa ayahnya menemukannya begitu cepat? “Kenapa? Kaget karena ayah menemukanmu begitu cepat?” tanya Jo. Reinald tak mampu menjawab, hanya mengangguk cepat seperti ayam sedang mematuk makanan. “Tak perlu heran. Ayah bisa ajarkan caranya. Sekarang kita pulang. Kita mulai pelajaran mu.” kata Jonathan sambil menyeringai lebar. Seringai yang sukses membuat punggung Reinald menjadi dingin dan membuatnya bergidik ngeri. “Ya ampun, mengapa ayah terlihat menyeramkan meskipun dia sedang tersenyum” batin Reinald. “Baik ayah” sahut Reinald, sembari langsung membereskan alas, menyembunyikannya di celah pohon. Jonathan harus mengakui bahwa Reinald cukup cerdas untuk menyembunyikan alas di celah pohon. Aman dari pandangan, apalagi celah itu sepertinya merupakan sarang dari tupai ekor api, jenis tupai yang lumayan ganas, tipe penggertak, bahkan kadang heyna pun takut pada gertakannya. Padahal jika benar-benar dihadapi tupai ini akan lari terbirit-b***t. Dinamakan tupai ekor api bukan karena tupai tersebut bernapas api atau mampu menggunakan sihir api, tapi murni karena bagian paling ujung ekornya berwarna merah sedangkan agak ke tengah berwarna kuning kemerahan. Membuat ekornya terlihat seperti nyala api. Sedangkan bulu di badannya berwarna kuning keemasan dengan bercak merah diseluruh tubuh, mengesankan seolah tupai ini adalah jenis berbahaya Maka dari itu Jonathan berpikir langkah yang dibuat oleh Reinald merupakan langkah yang cukup cerdas. Memanfaatkan tampang tupai api. Padahal Reinald menyimpan alas itu di situ murni karena di situ ada lubang dan Reinald malas membawa alas itu kembali ke rumah. Untuk apa dibawa kembali jika nantinya akan di bawa lagi kemari kan? Hanya buang-buang tenaga. Setidaknya jika Reinald ingin kemari tanpa persiapan maka dia tidak perlu bingung mencari alas. Benar-benar pemikiran yang sederhana. “Ayah, bukankah pekerjaan di ladang belum selesai?” Reinald memberanikan diri untuk bertanya. Nyalinya ciut melihat senyum Jonathan. “Benar, jelas sekali pekerjaan di ladang belum selesai, bahkan mungkin baru saja dimulai. Kenapa? Apakah kau akan membantu di ladang?” tanya Jonathan. “Iya ayah, aku akan membantu pekerjaan di ladang sebelum pulang” jawab Reinald cepat. Berharap tidak ada hukuman ketika telah sampai dirumah. Hanya saja ada beberapa hal yang tidak masuk dalam perhitungannya. “Baiklah, ayo kita kembali ke ladang” kata Jonathan. “Yes” gumam Reinald yang masih terdengar oleh Jonathan. Jonathan hanya tersenyum saja melihat tingkah Reinald. Reinald belum tahu saja apa yang menantinya di ladang.  Sampai di ladang Reinald langsung diminta ayahnya untuk langsung pergi ke mata air menyusul para pekerja yang telah terlebih dahulu pergi kesana dengan instruksi khusus yang telah disiapkan oleh Jonathan untuk Reinald. Setibanya di mata air Reinald disambut secara khusus oleh William. Salah satu orang kepercayaan Jonathan. William menunjukkan dua buah jerrycan ukuran 15 liter dan sebuah tongkat yang terbuat dari bambu, yang kedua ujungnya sudah diberi tali dan pengait untuk membawa jerrycan. Sehingga Reinald bisa membawa jerrycan dengan cara dipikul. Melihat itu, sudut bibir Reinald berkedul. “Ayah kau sungguh kejam, aku baru berumur enam tahun dan kau menyuruhku memikul jerrycan 30 liter sejauh satu kilometer? Apakah aku masih anakmu ayah?” batin Reinald. “Will, tidakkah ini berlebihan?” tanya Reinald. “Berlebihan bagaimana Rei?” tanya William. “Oh, ayolah. Orang dewasa membawa beban 40 liter, sedangkan aku 30 liter dan kau masih bertanya?” sungut Reinald. “Hei, bukankah bebanmu lebih ringan dari mereka?” kata William dengan mimik wajah yang kentara sekali dibuat seolah-olah merasa heran. “Ayolah Will, aku baru enam tahun, masih kecil. Setidaknya beri aku 10 liter saja sesuaikan dengan umurku okay.” Reinald masih mencoba bernegosiasi. “Maaf Rei, tapi perintah Jo cukup jelas tadi. Bukankah kau harusnya lebih tahu mengapa Jo memberimu beban sebanyak ini?” kata William. Mendengar jawaban William, Reinald hanya bisa mendes*h pasrah. Bagaimana mungkin Reinald tidak tahu. Ini adalah kesepakatan mereka tadi pagi. Jonathan berhak menentukan hukuman apa yang akan diperoleh oleh Reinald. Hanya saja, Reinald tidak menyangka akan mendapatkan hukuman seperti ini. Bukankah ini terlalu berat?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN