Di Sebuah desa bernama Twin Wellspring, kawasan ujung timur South Region. Cukup dekat dengan perbatasan. Sebuah desa yang damai. Sebagian besar area desa ini adalah ladang. Pekerjaan utama para penduduk desa ini adalah petani. Komoditas pertanian utama desa ini adalah gandum. Sejauh mata memandang terlihat hamparan hijau batang gandum yang belum berbunga, menandakan bahwa ladang-ladang ini baru saja ditanami.
Di salah satu rumah penduduk. Satu keluarga dengan seorang anak diantara mereka. Sang ayah bernama Jonathan, seorang petani. Sang ibu, Irene seorang ibu rumahtangga, dan putra mereka Reinald yang berumur enam tahun. Pagi ini Jo sedang bersiap untuk pergi ke ladang.
“Ayah, aku ikut ke ladang ya?” kata Reinald.
“Tidak, kau hari ini harus belajar membaca dan menulis bersama ibumu” kata Jo tegas.
“Ayolah ayah, aku akan membantu ayah menyiangi rumput dan mengairi ladang, ya ayah?” sahut Reinald dengan nada manja.
“Heleh, ayah tahu kau hanya ingin memetik blueberry liar di perbatasan hutan dekat ladang kita kan Rei?” sahut sang Jo,
“Ya, itu salah satunya ayah, tapi memang aku berniat membantu ayah kok.” sahut Reinald dengan nada manja sedikit memelas.
“Alah, memangnya ayah tak tahu tipu muslihat yang kau siapkan” batin Jo. “Baiklah, tapi tentukan hukumanmu jika kau melanggar janji” kata Jo.
“Eeemm, apa ya?” kata Rei sambil memegang pelipis, pura-pura berpikir. “Aku akan belajar seharian secara mandiri ayah” sahut Rei.
“Kau pikir aku akan membiarkanmu tidur setelah mengerjai ayah?” batin Jo. “Benarkah?, baik, tapi ayah yang menentukan apa pelajaran yang akan kau pelajari, paham?” kata Jo, sambil tersenyum lembut penuh arti.
“Senyuman ayah membuat aku merinding” batin Rei. “Baiklah ayah, aku akan berjanji, tapi ayah yang bilang pada ibu jika aku akan ikut ayah ya?” kata Rei, sambil tersenyum senang dan mengedip-kedipkan matanya.
Mendengar permintaan itu bibir Jo berkedut. “Anak ini, dia ingin bersenang-senang, dan aku yang harus menenangkan ibunya. Hah, tunggu saja nak, akan kubuat kau ‘bersenang-senang’ nanti” batin Jo. “Baiklah, kau tenang saja, ibumu pasti setuju” kata Jonathan, masih mempertahankan senyumnya.
Selang beberapa lama kemudian, Jonathan masuk ke kamar dan menemui Irene untuk berpamitan.
“Sayang, aku akan membawa Rei ke ladang pagi ini”
“Bukankah hari ini jadwal Rei belajar sayang?” tanya Irene heran.
“Dia ingin ‘bersenang-senang’ sayang” jawab Jo dengan mengisyaratkan kata “bersenang-senang” dengan tanda petik pada Irene.
“Apa yang kau rencanakan sayang?” Tanya Irene.
“Hanya beberapa latihan fisik saja”
Kening Irene berkerut, “Latihan fisik? Apakah tidak terlalu terburu-buru sayang? Bukankah arena pelatihan yang kau bangun belum selesai?” Tanya Irene.
“Ya memang belum selesai sempurna, tapi ada beberapa bagian yang sudah bisa digunakan untuk latihan fisik sederhana kok” jawab Jonathan.
“Baiklah aku ikut saja, tapi dia harus tetap belajar membaca dan menulis ya?” kata Irene
“Tentu saja dia harus belajar membaca dan menulis, jika tidak, bagaimana dia akan belajar sihir di akademi nanti?” kata Jonathan
“Apakah waktu kita cukup untuk memberi pelatihan dasar baginya? Sedangkan dua tahun lagi dia harus ikut seleksi” kata Irene
“Pasti cukup, kita hanya perlu memberikan pelatihan dasar saja. Untuk menemukan sejauh mana potensi yang dia miliki, dan membangkitkan sedikit potensinya jika memungkinkan” kata Jonathan.
“Haaah, andai kita bisa tinggal di ibukota, mungkin kita tidak terlalu kesulitan seperti sekarang” kata Irene dengan raut wajah sedih.
“TIDAK!!” sahut Jonathan sengit. “Lebih baik seperti ini. Jauh dari kekuasaan Kaisar. Jauh dari peraturan yang dia buat dengan kemauannya sendiri”
“Apakah kau masih dendam sayang?” tanya Irene.
“Aku tidak dendam, hanya saja tidak mungkin bagi kita untuk kembali. Bahkan sebenarnya aku masih takut untuk mengirim Rei ke akademi. Aku khawatir akan ada yang mengenali dia” kata Jonathan.
“Tenanglah, ini sangat jauh dari ibu kota. Lagipula sudah lebih dari enam tahun kita pergi. Aku rasa Kaisar tidak menganggap kita sepenting itu kan?” kata Irene menenangkan Jonathan.
“Aku harap demikian. Haaah, baiklah aku berangkat” pamit Jo.
“Iya hati-hati dan pulanglah dengan selamat” jawab Irene.
Jonathan dan Reinald berangkat menuju ladang mereka yang berada cukup jauh dari rumah. Sampai disana mereka telah ditunggu oleh beberapa orang pekerja yang datang lebih awal. Lahan milik Jonathan bisa dibilang cukup luas. Jo cukup beruntung, karena ketika pindah ada satu keluarga yang ingin menjual tanah milik mereka. Mereka akan pindah ke desa lain tempat kerabat mereka. Jadilah Jonathan membeli tanah milik mereka. Tanah itu seluas dua hektar, terpisah, namun tidak jauh terpisah. Terbagi menjadi beberapa petak tanah dengan luasan hampir sama.
Tidak ada yang tahu mengapa Jonathan pindah ke desa ini. Jonathan mengatakan bahwa dia pindah karena menginginkan kehidupan yang tenang dan damai. Kehidupan dimana dia dikelilingi oleh hamparan tumbuhan dan kesejukan yang tidak dia dapatkan di kota. Jonathan menceritakan jika di kota bukan hanya kemewahan yang tersedia. Kekumuhan, bau tidak sedap dari sanitasi yang tidak dikelola dengan baik. Juga kesewenangan para bangsawan yang memuakkan, dan banyak lagi hal lain yang membuat Jonathan tidak betah berada di ibu kota dan memutuskan untuk pindah. Ya setidaknya dengan tabungan nya dia mampu membeli rumah, ladang, kereta, beberapa ekor kuda dan kerbau untuk menarik kereta.
Bisa dikatakan, Jonathan, meskipun tidak terlalu kaya, juga tidak terlalu miskin. Sebenarnya bisa saja Jonathan membeli semua lahan yang ada di desa itu dan menguasai desa. Tapi jika dia berbuat demikian, tentunya akan menimbulkan kecurigaan dan hal lain yang tidak perlu di kemudian hari. Tapi tidak ada yang tahu seberapa banyak kekayaan Jonathan. Kehidupan keluarga yang bersahaja, tidak berbeda dengan masyarakat kebanyakan. Bahkan bisa dikatakan kehidupan keluarga Jonathan mirip dengan keluarga-keluarga miskin di sini. Ya meskipun keluarga Jo mampu membayar keluarga lain untuk membantu mereka. Keluarga yang dikatakan kaya di desa ini biasanya selalu memamerkan harta mereka, yang biasanya berupa perhiasan dan pakaian yang terbuat dari bahan berkualitas dan sangat mahal, untuk ukuran desa Twin Wellspring.
Keluarga Jonathan lebih suka mempekerjakan lebih banyak dari yang seharusnya sehingga pekerjaan di ladang lebih cepat selesai, tidak terlalu melelahkan dan dengan bayaran penuh. Siapa yang tidak suka? Dengan sendirinya keluarga Jonathan disukai oleh warga. Meskipun tidak ada yang mengatakan, tapi warga telah menganggap mereka sebagai keluarga dermawan. Ya, bukan tanpa singgungan dengan siapapun. Walau bagaimana, di setiap tempat pasti ada para brengs*k yang mencitrakan diri sebagai malaikat, parahnya mereka tidak rela jika ada orang lain yang benar-benar berbuat baik. Itulah sebabnya keluarga Jonathan sangat berhati-hati, dan lebih suka dianggap bod*h karena menghambur-hamburkan uang untuk pekerjaan yang seharusnya bisa dikerjakan dengan lebih sedikit pekerja.
Kembali ke ladang milik Jonathan, kelembapan udara yang cukup tinggi akhir-akhir ini ditambah dengan suhu udara yang cukup dingin membuat Jonathan khawatir akan adanya jamur yang menyerang ladang miliknya. Jika dilihat sekilas tidak ada yang terjangkit powdery mildew, sejenis jamur yang menempel pada daun dan batang gandum. Untuk mengatasi jamur ini, mumpung belum terjangkit, Jonathan sudah menyiapkan ramuan. Tindakan yang dicemo*h dan dianggap tidak berguna oleh petani yang lain, sebab buang-buang ramuan untuk sesuatu yang belum terjadi. Tapi Jonathan beranggapan, lebih baik mencegah daripada mengobati. Dicegah sebelum hama merus*k tanaman. Lagipula Jonathan memiliki banyak ladang, sehingga tidak masalah jika nantinya untung yang didapat masing-masing ladang tidak banyak, yang penting masih cukup untuk makan keluarganya.
Para pekerja tengah menyiapkan ramuan untuk disemprotkan pada tanaman gandum, dan mereka mulai membagi pekerjaan. Ada yang bertugas melakukan penyemprotan, mencampur ramuan dengan air hingga konsentrasi tertentu, dan ada yang mengambil air di salah satu mata air. Reinald mendapatkan tugas untuk mengambil air, cukup jauh jarak yang harus ditempuh, sebab jarak mata air memang cukup jauh. Namun hal ini perlu dilakukan, untuk menjaga kualitas ramuan.
“Reinald!” seru Jonathan.
“...” tidak ada sahutan, semua kepala tolah-toleh untuk mencari Reinald. Tapi Reinald memang tidak ada.
Jonathan tersenyum licik. “Baiklah, tak perlu menunggu, kalian segera saja mulai.” kata Jonathan pada para pekerja. “Hohoho, mari kita mulai permainan kita kawan” batin Jonathan.