-2-

939 Kata
Rafeilla sedikit terkejut mendengar suara pintu kamar Hoshea yang tertutup dengan cukup keras. Pria itu baru saja membanting pintunya tepat saat Rafeilla melewati kamarnya. Sambil menggelengkan kepala karena tidak habis pikir dengan tingkah Hoshea, Rafeilla masuk ke kamarnya. Wanita itu melepaskan satu per satu sepatu hak tinggi hitamnya. Raut wajah lega setelah menahan rasa pegal yang begitu menyiksa pergelangan kakinya pun muncul seketika. Tentu saja Rafeilla terbiasa mengenakan sepatu hak tinggi. Tapi tidak semua jenis sepatu hak tinggi bisa ia pakai dengan nyaman. Misalnya, pump shoes dengan tinggi hak depan tiga sentimeter dan tinggi hak belakang lima belas sentimeter yang ia kenakan selama menemani Hoshea hari ini. Rafeilla sedang membuka ritsleting di belakang punggungnya, saat sepasang lengan hendak merengkuh tubuhnya dari belakang. Secepat kilat Rafeilla berbalik, menangkap kedua lengan itu yang ternyata pemiliknya adalah Hoshea. Pria itu tampak berantakan. Kancing kemejanya telah terbuka hampir setengah badan, menunjukkan dadanya yang berkilat karena keringat. “Hoshea?” Rafeilla melepaskan kunciannya pada lengan kekar Hoshea. Kemudian, serta-merta Hoshea mendorong Rafeilla ke atas kasur. Rafeilla tidak bisa mengelak, dan sekarang Hoshea menindihi tubuhnya. Wanita itu merasakan deru napas Hoshea menerpa wajahnya. Kening mereka saling menempel satu sama lain. Alih-alih mendorong pria itu menjauh, Rafeilla justru terpana dengan sorot sayu kedua mata Hoshea. Rafeilla kehilangan kata-kata. “Seharusnya kau tidak melepaskan aku tadi. Seharusnya kau marah, dan mendorongku keluar dari kamarmu.” Hoshea berbisik di telinga Rafeilla. “Aku sedang kacau….” “A-apa maksudmu?” Rafeilla berusaha menebak apa yang terjadi dengan Hoshea. Kemudian kepingan ingatan saat pria itu merebut dan menghabiskan minumannya muncul ke permukaan. Jangan-jangan… “I saw that bastard put something into your glass.” Hoshea menyembunyikan senyum mencemooh yang ditujukan untuk dirinya sendiri. “Kalau begitu kenapa kau meminumnya, Bodoh?!” “Itu terlintas begitu saja di dalam pikiranku.” Hoshea mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Rafeilla, mengambil napas dalam-dalam di area itu. “Aku suka wangimu. Parfum apa yang kau pakai?” “Hentikan, Hoshea.” Nada bicara Rafeilla terdengar tegas dan menuntut. Namun Hoshea tidak menghiraukan titah wanita itu. “Gosh!” Rafeilla berusaha mendorong tubuh Hoshea menjauh saat pria itu mulai meraba kulit paha Rafeilla. Hoshea membelai anak rambut di kening Rafeilla, lalu mengambil sulur rambut cokelat wanita itu. Seraya mencium dan mengambil napas dalam-dalam di sana, Hoshea memejamkan mata lalu sekali lagi menyurukkan wajahnya di ceruk leher Rafeilla. “Apa kau akan menghajarku kalau aku tidak bisa mengendalikan diri?” Rafeilla merasakan napasnya mulai tidak beraturan. Hoshea, sentuhan pria itu terasa seperti sihir yang mampu memengaruhi pikiran Rafeilla sehingga tidak bisa menolak. Kekuatan tubuhnya seolah menguap meninggalkan tubuhnya, digantikan rasa lain yang lebih besar dan membara. Tidak—ini bukan saat yang tepat untuk b*******h. Ini salah! Hoshea mengecup ujung telinga kanan Rafeilla, bibirnya membuka, menjilat bagian itu dengan ujung lidahnya yang bagi Rafeilla terasa panas. Rafeilla meloloskan desahan pendek, sangat jelas wanita itu sedang menahan gejolak tubuhnya sendiri. Hoshea telah menemukan titik kelemahan wanita itu. Hoshea menahan kedua tangan Rafeilla dengan sebelah tangannya, di atas kepala wanita itu. Sebelah tangannya yang bebas, mulai menurunkan tali ­gaun Rafeilla satu per satu hingga menampilkan setengah bagian atas payudaranya yang tampak menggiurkan. Hoshea nyaris lupa bagaimana caranya bernapas, kala menurunkan gaun Rafeilla hingga sebatas pusar. Wanita itu tidak memakai bra sama sekali, dan ia sama sekali tidak menyadarinya saat di pesta tadi. Lekuk tubuh Rafeilla benar-benar sempurna, dan Hoshea memutuskan untuk tidak menyesali aksi heroiknya hari ini. “Tidak ada yang gratis di dunia ini, Rafeilla. Ini sama sekali bukan caraku untuk meminta bayaran tapi... aku yakin kau menginginkan hal yang sama.” Hoshea menatap intens kedua bola mata Rafeilla yang tampak sayu. Wanita itu benar-benar sudah kehilangan logikanya. Hoshea tidak membiarkan Rafeilla berubah pikiran. Jadi, Hoshea membawa kegiatan mereka ke tingkat yang lebih jauh. Pria itu mulai melepaskan pakaiannya sendiri, menikmati tatapan mendamba Rafeilla saat ia melepaskan kancing kemejanya satu per satu. Hoshea sempat melihat wanita itu kesulitan menelan ludahnya sendiri, saat kedua tangannya kini sudah berada di celananya. Hoshea hanya membuka kancing dan ritsleting celananya. Terlihat kain berwarna biru tua mengintip dari balik celah yang terbuka. Pria itu lalu membungkukkan punggungnya, menindihi tubuh Rafeilla kembali. Ia menarik kedua tungkai wanita itu agar melingkari pinggangnya. Rafeilla terkesiap merasakan sesuatu yang keras menyentuh bagian intimnya yang masih terlindungi celana dalam. Rok ­dress-nya terlipat ke atas, menunjukkan kedua pahanya yang terlihat menantang untuk dinikmati. Hoshea menyelipkan kedua tangannya ke balik lipatan rok Rafeilla. Rafeilla memegangi kedua tangan Hoshea, bermaksud menghalangi pria itu untuk bertindak lebih jauh. Kedua mata Hoshea berkilat, sarat akan gairah yang tak terbendung. Perlahan, genggaman tangan Rafeilla di tangan Hoshea melemah saat Hoshea menekan miliknya ke muara kenikmatan wanita itu dengan satu hentakan cepat. Kemudian, bagian intim Rafeilla pun tak terlindungi apapun lagi. Hoshea menciumi perut rata Rafeilla, lalu perlahan naik ke p******a wanita itu. Kedua ibu jarinya memainkan puncak p******a Rafeilla, sambil sesekali menyusuri lekuk payudaranya dengan lidah. Rafeilla sontak melengkungkan tubuhnya saat Hoshea menyapukan lidahnya ke puncak p******a kanannya. Hoshea mengulum, sesekali menghisap dan membelai puncak berwarna merah muda kemerahan itu dengan gerakan lembut. Lagi-lagi Rafeilla dibuat kehilangan kendali atas pikirannya sendiri, saat Hoshea menyentuh muara kenikmatannya yang telah lembab dengan jemari tangannya. Beberapa kali Hoshea akan mengusap, dan memasukkan satu hingga dua jarinya ke dalam selubung gairah Rafeilla, membuat wanita itu menggelinjang dan mendesah dengan hebat. Meninggalkan selubung gairah Rafeilla, Hoshea menjilat kedua jarinya yang basah oleh cairan kenikmatan Rafeilla. Melihat apa yang dilakukan Hoshea—bagaimana pria itu menatapnya saat melakukan hal itu—mengantarkan sensasi panas yang menjalari tubuhnya. “Haruskah aku melanjutkan ini?” Rafeilla menjilat bibir bawahnya. Bagi Hoshea, itu sudah lebih dari cukup untuk diartikan sebagai jawaban. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN