bc

Indecent Touch

book_age0+
494
IKUTI
7.6K
BACA
billionaire
one-night stand
powerful
drama
bxg
like
intro-logo
Uraian

-Touch me like there's no tomorrow- 18+ Adult Romance

Rafeilla Blair ditugaskan untuk menjadi bodyguard Hoshea Jameson, calon senat yang sedang dalam program perlindungan pemerintah setelah ia mengungkap kebenaran kasus penyuapan yang melibatkan petinggi-petinggi pemerintah.

Menjunjung tinggi profesionalisme dalam bekerja, Rafeilla justru tak kuasa mengelak saat Hoshea menyentuhnya. Pria itu berhasil membuai Rafeilla hingga titik terlemahnya, dan membuat Rafeilla jatuh cinta.

chap-preview
Pratinjau gratis
-1-
            Rafeilla Blair mengarahkan pandangan tajamnya kepada Hoshea Jameson, calon senat yang sedang dalam program perlindungan pemerintah setelah ia mengungkap kebenaran kasus penyuapan yang melibatkan petinggi-petinggi pemerintah.             Hoshea, pria berambut pirang kecokelatan itu akan berada dalam penjagaan Rafeilla yang sedang dalam masa percobaan, usai di non aktifkan dari tugas. Jika Rafeilla menyelesaikan tugasnya dengan baik, dia bisa kembali menunaikan tugasnya sebagai agen FBI.             Rafeilla melipat kedua lengannya di depan d**a. Mata hijaunya menatap tajam ke arah Hoshea yang sedang menatap balik ke kedua matanya. “So, let’s make it all crystal clear, Sir.”             “Just Hoshea. Aku yakin umur kita tidak berbeda jauh.”             “Oke. Hoshea—selama dua minggu ke depan, Anda berada di dalam—“             Hoshea mengayunkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri. “Tidak, tidak. Jangan gunakan bahasa yang terlalu formal. Anggap aku temanmu.”             Rafeilla mengangkat sebelah alisnya, kemudian tersenyum kaku. “Kita tidak berteman. Hubungan kita hanya sebatas pekerjaan—but, I’ll do what you want.” Wanita itu lalu menarik napas pendek, kemudian mengembuskannya dalam satu embusan panjang. “Aku tidak akan berbasa-basi—pekerjaan ini akan menjadi mudah kalau kau mengikuti caraku.”             “Pertama, jangan berada terlalu jauh dariku. Kemanapun kau pergi, aku akan mengikutimu bahkan ke kamar mandi sekalipun.” Rafeilla lalu buru-buru menambahkan, setelah ia menangkap raut wajah jenaka Hoshea usai mendengar kata-kata ‘kamar mandi’. “Tentu saja aku berjaga di depan pintu.”             “Kedua, sebelum kau memakan sesuatu, aku yang mencobanya lebih dulu. Kita tidak akan pernah tahu jika ada salah seorang dari musuhmu yang menyusup dan memasukkan racun ke dalam makanan atau minumanmu.”             “Ketiga, jangan coba-coba menyelinap pergi diam-diam tanpa mengajakku. Yeah, ini masih berhubungan dengan peraturan pertama.”             Rafeilla memasukkan kedua tangannya ke saku blazer hitamnya. “Aku tidak menerima protes apapun tentang peraturan-peraturan itu, Hoshea.”             Hoshea tersenyum lebar. “Aku sama sekali tidak keberatan dengan ketiga peraturan itu.” Pria bermata abu-abu itu bangkit dari duduknya, lalu berjalan mendekati Rafeilla yang bergeming. “Sepertinya ini akan menjadi dua minggu yang menyenangkan, bukan?”             Rafeilla menunduk sekilas, melihat ke kedua ujung sepatunya yang bersentuhan dengan sepatu Hoshea. Wanita itu kemudian melipat kedua lengannya di depan d**a. Hoshea melihat gerakan wanita itu sebagai bentuk pertahanan agar tubuh mereka tidak bersentuhan lebih jauh.             “Menurutku...” Rafeilla memiringkan kepalanya ke kanan. “...ini seperti hari-hari yang panjang dimana aku tidak hanya harus menjagamu, tapi juga diriku sendiri.”             Hoshea tertawa. Dia paham ke mana arah pembicaraan ini. “Aku bukan predator seksual,” katanya, setengah berbisik. “Banyak berita buruk di luar sana yang dibuat untuk menjatuhkanku. Terlalu banyak yang membenciku—tapi, aku percaya kau cukup cerdas untuk bisa membedakan mana berita yang benar dan tidak.”             Rafeilla tertawa. “Katakan itu saat kau tidak memandangiku dengan tatapan seolah ingin menelanjangiku.”             Hoshea menyeringai. “It can’t be help. You’re just too good to be true.”             Rafeilla melangkah mundur sebanyak tiga langkah, sebelum kemudian memutar tubuhnya memunggungi Hoshea. Wanita itu membuka pintu, melangkah keluar dari ruang kerja Hoshea, dan menutup pintu tanpa melihat ke belakang.             Tidak langsung pergi, Rafeilla berdiri bersandar pada pintu sambil memegangi dadanya yang tidak bisa berhenti berdebar secara berlebihan. Oh, Tuhan... ternyata berhadapan langsung dengan sosok pria yang sering dibicarakan sebagai sosok idaman para wanita, benar-benar membuatnya kewalahan. Rasanya sulit untuk tidak diam-diam mengagumi betapa tampannya seorang Hoshea Jameson.             Rafeilla berulang kali mengambil dan mengembuskan napas dalam. Debaran jantungnya perlahan kembali ke degup normal. Usai melepaskan ikatan rambut untuk ia ikat ulang kembali, Rafeilla pun berjalan menjauh dari ruang kerja Hoshea. Suara hak sepatunya menggema di sepanjang lorong berlantai marmer berwarna putih bersih, yang sama persis dengan warna lantai di lantai satu kediaman Hoshea.             Rafeilla mulai hari ini resmi tinggal di rumah ini sampai tugasnya selesai. Dan tugas pertamanya adalah menemani Hoshea pergi ke jamuan makan siang di kediaman salah satu teman SMA-nya yang sedang merayakan ulang tahun pernikahan. Timothy, sekretaris pribadi Hoshea, meminta Rafeilla siap setengah jam sebelum mereka berangkat jam satu siang nanti.             Rafeilla menaiki tangga menuju lantai tiga. Kamar Hoshea berada di sana, dan Rafeilla menempati kamar di sebelah kamar Hoshea. Ada pintu yang menghubungkan kedua ruangan itu. Rafeilla menyuruh Hoshea untuk tidak pernah mengunci pintu itu.             Memasuki kamar bernuansa cokelat muda berpadu putih, pikiran Rafeilla tertuju pada lemari pakaian. Di dalam sana terdapat banyak pakaian baru yang sengaja Rafeilla beli untuk menjalankan misi ini. Sebelumnya ia tidak memiliki dress, atau gaun pesta. Bertugas melindungi Hoshea, mengharuskan ia memiliki pakaian-pakaian itu karena Hoshea terbilang sering menghadiri undangan pesta, atau pertemuan resmi kalangan elit politik.             Bicara tentang menghadiri undangan pesta... kira-kira apa yang seharusnya Rafeilla kenakan siang ini? midi dress berwarna hitam dari Gucci? Atau mungkin stripe wide pants dengan crop tea putih yang baru dia beli dua hari yang lalu?             “I think that suits you best.”             Rafeilla berbalik cepat menghadap ke si pemilik suara. Hoshea sedang duduk di kasurnya, membungkuk dengan kedua tangan menumpang ke kedua lututnya. Sejak kapan pria itu di sini?             “Tidak ada yang mengijinkanmu masuk.”             “Aku memberi ijin untuk diriku sendiri.” Hoshea terkekeh. “Koreksi pertama untukmu, kau tidak cukup berhati-hati sampai membiarkan seseorang menyelinap masuk.”             Rafeilla tidak suka dikritik, apalagi jika yang mengritiknya adalah Hoshea. Mungkin karena wanita itu lebih memilih untuk tidak menyukai pria itu, dan selalu bersikap ketus. Daripada berbaik sikap dan malah terjatuh ke dalam pesona yang membahayakan. Tapi meskipun merasa tersinggung, Rafeilla memilih tetap diam karena dia sendiri menyadari kesalahannya.             “Keluarlah. Aku ingin mengganti bajuku.”             “Kau bisa melakukannya sekarang.”             “Tidak dengan kau yang masih di sini.”             “Oke....” Hoshea berdiri, mengangkat kedua tangannya ke udara. “Aku menunggumu di bawah.”             Rafeilla mendengus, tepat setelah Hoshea keluar dari kamarnya. Kemudian ia melirik ke arah pintu penghubung kamarnya dengan kamar Hoshea. Jelas pria itu masuk melalui pintu itu. Rafeilla mengembuskan napas, melihat ke dalam lemari. Dia benci mengakui ini, tapi pilihan pria itu memang bagus. *** Hoshea mengulurkan tangan ke arah Rafeilla, membantu wanita itu turun dari mobil Alpina B5 Biturbo biru gelap miliknya. Mereka berdua lalu melangkah masuk ke rumah besar bergaya rumah lama Italia, yang di terasnya sudah dipenuhi banyak orang yang juga diundang ke pesta teman SMA Hoshea itu. Rafeilla berkali-kali menolak saat Hoshea dengan terang-terangan merangkulkan lengannya ke pinggang ramping Rafeilla. Pria itu baru benar-benar berhenti, ketika perhatiannya teralih kepada seorang wanita yang menyambut kedatangannya. “Ku kira kau tidak akan datang karena kasus itu,” kata wanita itu, seraya mengibaskan rambut pirang panjangnya. “ “Tentu saja aku akan datang, Monica.” Hoshea menarik bahu Rafeilla agar wanita itu mendekat. “Lagipula aku bersama seseorang yang menjamin keamananku. Monica, Rafeilla. Rafeilla, Monica.” “Hai, senang berkenalan denganmu.” Rafeilla mengulurkan tangannya lebih dulu. Ia tersenyum begitu Monica menyambut jabat tangannya. “Hai, Rafeilla. Nikmati pesta ini meskipun kau sedang melaksanakan tugas.” Monica menyondongkan tubuhnya ke Rafeilla, lalu berbisik di telinga wanita itu. “Berhati-hatilah. Dulu aku pernah jatuh cinta hanya dalam waktu 24 jam saja dengannya. Sementara kau akan menghabiskan waktu lebih banyak dari itu.” Rafeilla tertawa pelan. “Terima kasih atas peringatannya. But, i’m not sure that will be happen to me too.” “We’ll never know, Sweety. Aku benar-benar berterima kasih dengan suamiku yang membuatku bisa move on dari b******n ini.” “Hei, apa yang kalian bicarakan?” Rafeilla dan Monica menoleh ke arah Hoshea secara bersamaan. “Tidak ada,” jawab mereka serempak, lalu terkikik bersama-sama. Hoshea mengedikkan bahu. “Aku akan mencari Chris,” katanya, menyebut nama suami Monica. “Dimana dia?” “Aku yakin dia sedang sibuk dengan angka-angka kesayangannya.” Monica tersenyum penuh arti. “Dia sama sekali tidak melepaskan tatapannya dari ponselnya, bahkan ketika pesta sudah dimulai. Mungkin kau bisa membantuku.” Hoshea tertawa. Chris sudah menjadi sahabatnya juga, sejak Monica memperkenalkan pria itu padanya sebelum mereka berdua bertunangan. Chris bekerja dari rumah. Ia adalah seorang investor. Semua kekayaannya didapat dari hobi nekatnya menanam saham dimana-mana, dan Chris hampir tidak pernah melakukan cut loss, apalagi mengalami capital loss. Hoshea menemukan Chris sedang duduk di ayunan kayu di halaman belakang. Pria berkepala nyaris plontos itu tampak sedang mengerutkan alis hitamnya yang tebal, sambil memegangi dagunya. Sementara sebelah tangannya yang bebas, memegangi ponsel yang baterainya sudah menunjukkan angka 10%. Hoshea menggelengkan kepala. “Ku kira kau sudah jera setelah Monica memarahimu habis-habisan tentang kebiasaanmu yang satu ini.” Hoshea duduk di sisi kosong ayunan. “Kau harus bisa membedakan, kapan waktunya bekerja dan kapan kau harus mengesampingkan urusan pekerjaanmu.” Chris mendongakkan wajah, menatap Hoshea dengan pandangan berbinar. “Ya, Tuhan! Kukira kau tidak akan datang!” Hoshea tertawa. “Reaksimu sama seperti istrimu. Tidak mungkin aku tidak datang, Chris. Kau tahu bagaimana Monica—dia benar-benar sensitif soal waktuku. Dia akan merajuk dan mengoceh panjang lebar, membicarakan aku yang melupakan arti persahabatan kami dan bla bla bla.” Chris tergelak. Dia tidak bisa membantah, karena memang itu faktanya. “Omong-omong, kau sendirian? Atau Timothy lagi-lagi menemanimu? Sungguh… kau harus menghentikan anggapan sebagian orang yang berpikir kau seorang gay.” Hoshea mengulas senyumannya. “Tidak, kali ini aku tidak bersama Timothy.” Pria itu memutar badannya ke belakang, menunjuk Rafeilla menggunakan sorot matanya. Melihat itu, Chris terkekeh senang. “She's your new toy?” Hoshea mengangkat sebelah alisnya. “Dia agen FBI yang ditunjuk untuk melindungiku.” “Tapi tidak menutup kemungkinan dia memiliki tugas lain yang lebih dari sekedar seorang penjaga, kan?” Chris memicingkan matanya, mencari pembenaran dari Hoshea. Hoshea mengedikkan bahu. “I don't know….” Kedua mata Chris ikut melengkung, bersamaan dengan bibir tipisnya mengukir senyuman. “I can see she really is your type, Bro.” “But you know… I’m not into that lovey dovey thing. Banyak hal yang lebih penting yang harus aku utamakan, Chris. Termasuk, membawamu masuk ke dalam rumah dan membantu Monica. Can't you see she's getting upset?” Chris ternganga melihat Monica yang sedang berkacak pinggang, menatapnya marah. Sementara Hoshea terkikik, Chris sudah berlari masuk ke rumah mendahului Hoshea yang mengikuti dari belakang. Rafeilla melipat kedua lengannya di depan d**a, seraya berjalan ke arah Hoshea yang memasuki rumah. “Sepertinya kita tidak bisa berlama-lama di sini.” Hoshea menatap kedua iris hijau Rafeilla dengan pandangan penuh tanya. “Ada beberapa orang mencurigakan yang hadir di pesta ini. Teman-temanku bilang, mereka tidak termasuk ke dalam daftar undangan.” Rafeilla menunjuk alat komunikasi jarak jauh berbentuk earphone, yang terpasang di telinga kiri Rafeilla. Alat itu tertutupi oleh rambut Rafeilla yang sengaja di gerai. “Jadi kita pulang sekarang? Kita baru saja sampai.” Rafeilla memutar bola matanya malas. “Oke, aku akan sedikit berbaik hati kali ini. I'll give you five minutes.” Hoshea mengangguk samar, sebelum berjalan meninggalkan Rafeilla yang hendak menepi ke mini bar. “Monica…” Hoshea menepuk pundak Monica pelan. “Sepertinya aku tidak bisa tinggal lebih lama lagi. Maafkan aku.” Monica menghela napas kasar. “Berapa kalipun aku terbiasa mendengar itu, tetap saja rasanya kesal.” Wanita itu memberikan pelukan singkat pada Hoshea. “Terima kasih sudah menyempatkan diri untuk datang. Lain kali aku akan mengundangmu makan malam di sini.” Hoshea melepas pelukan Monica. “Aku akan meluangkan waktu untuk menikmati masakanmu.” Monica kembali sibuk menyambut tamu-tamunya, dan Hoshea mencari Rafeilla yang tiba-tiba tidak terlihat di mana pun. Hoshea menajamkan penglihatannya, mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ia menemukan sosok Rafeilla tengah duduk di samping meja hidangan di sisi kanan tangga. Hoshea mengangkat tangannya ke atas, melambai ke arah Rafeilla. Sayangnya wanita itu tidak melihat lambaian tangan Hoshea. Pria itu pun memutuskan untuk menghampiri Rafeilla. “Hei, aku sudah berpamitan dengan Monica. Kita pergi sekarang?” Rafeilla belum sempat memberikan jawaban, saat seorang pria berpakaian kimono Jepang menghampiri dirinya dan Hoshea. *** “Hei, setidaknya kita sudah meninggalkan pesta Monica.” Hoshea berusaha menurunkan kadar kekesalan Rafeilla. “Toyama-san adalah rekan bisnis yang menanam banyak saham di salah satu bisnisku. Kami partner yang benar-benar solid. Tidak mungkin aku menolak undangannya ke sini.” Rafeilla memandang risi ke pemandangan yang terpampang di hadapannya. Dia tidak pernah suka kasino, dan orang-orang yang mengunjungi tempat ini. Rasanya sayang menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan yang tidak selalu menguntungkan. “Jadi kau juga akan bermain?” tanya Rafeilla. Dia benar-benar penasaran. Hoshea merangkulkan lengannya ke pundak Rafeilla, membuat bulu kuduk wanita itu meremang merasakan sentuhan Hoshea di pundak telanjangnya. Hoshea tersenyum jenaka begitu mengetahui perubahan mimik wajah Rafeilla. “Yah…” Hoshea berdeham lalu melanjutkan, “aku tidak akan bertaruh banyak.” “Aku akan menunggu di tempat lain.” Rafeilla menunjuk deretan kursi bar yang nyaris penuh. “Pilihlah meja yang paling dekat denganku. Jangan membantah.” Hoshea melepaskan rangkulannya dari Rafeilla, seiring dengan menjauhnya wanita itu menuju salah satu kursi di bar. Rafeilla mengawasi gerak-gerik Hoshea dan orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar pria itu, sambil menikmati segelas fruit punch dengan tambahan sedikit vodka. Tiba-tiba seorang pria menyenggol tangannya, mengakibatkan minumannya yang masih setengah penuh jatuh membasahi karpet. “Maaf—aku benar-benar ceroboh.” Pria itu mengambil gelas minuman Rafeilla yang terjatuh. “Aku akan membelikanmu minuman yang baru.” Rafeilla menggeleng cepat. “Kau tidak perlu—” “No, Miss. This is my responsibility.” Pria itu memberikan instruksi pada bartender agar membuatkan Rafeilla minuman yang baru. Rafeilla sama sekali tidak memperhatikan saat bartender meracik minumannya. Wanita itu terlalu sibuk mengawasi Hoshea. Bahkan ketika minuman itu sudah selesai dibuat, pria yang menumpahkan minuman Rafeilla harus memanggil wanita itu beberapa kali sampai akhirnya Rafeilla menoleh. Rafeilla menerima gelas minuman yang diulurkan kepadanya. Namun tepat sebelum ia meminum minuman itu, Hoshea tiba-tiba datang dan merebut gelas itu. Bahkan pria itu juga menghabiskan minuman Rafeilla dalam dua kali teguk saja. “Hei!” Rafeilla berseru tidak suka pada Hoshea. Hoshea mengelap sisa-sisa minuman yang mengalir keluar dari sudut bibirnya menggunakan punggung tangan. “Aku benar-benar haus.” “Apa yang kukatakan tentang perjanjian kita?” Hoshea memasang wajah tidak bersalah. “Buatlah pengecualian kali ini saja,” katanya, meraih pergelangan tangan Rafeilla. “Kita pulang sekarang.” “Memangnya kau sudah selesai bermain?” “Itu tidak penting.” Rafeilla hampir tersandung kakinya sendiri karena Hoshea memaksanya untuk berjalan terlalu cepat. “Hei!” Rafeilla berseru protes, tapi Hoshea seolah menulikan pendengarannya. Hoshea menarik Rafeilla memasuki lift menuju tempat parkir mobilnya di basement. Di dalam mobil itu, supir pribadi Hoshea sudah menunggu di dalam mobilnya. Sebelum memasuki lift, pria itu sempat menghubungi supirnya untuk bersiap menyiapkan mobil. Begitu mereka berdua sudah duduk di dalam mobil dan mobil telah melaju keluar dari basement, Rafeilla mengeluarkan pertanyaan yang sudah ia tahan sejak berada di dalam kasino. “Apa yang terjadi?” “Aku tidak bisa berlama-lama berada di sana dan membahayakan dirimu.” Rafeilla tertawa getir. “Kau bercanda? Bukan aku yang berada dalam bahaya tapi kau. Bisa kau lihat, kan, siapa yang sedang dilindungi di sini?” “Kenyataannya, kau sendiri tidak bisa menjaga dirimu sendiri.” Rafeilla belum puas bertanya, tapi Hoshea sudah mengangkat telunjuknya ke udara. Dia menyuruh wanita itu diam.  

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Naughty December 21+

read
509.0K
bc

Fake Marriage

read
8.6K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
929.2K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.5K
bc

I Love You Dad

read
282.4K
bc

Sweet Sinner 21+

read
879.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook