Aura saat ini tergopoh-gopoh menelusuri lorong rumah sakit saat Lifa memberikan kabar pada grup w******p *Konco kentel* bahwa tadi malam ia mengalami kecelakaan saat perjalanan pulang ke kos nya. Beruntungnya hari ini Aura tidak ada jadwal kuliah jadi dia langsung melesat dengan cepat ke rumah sakit Sardjito sedangkan Raya dan Dirga akan menyusul nanti siang setelah dengan urusannya masing-masing. Ia akan menemani Lifa terlebih dahulu pagi ini karena yang ia tahu sahabatnya tersebut tidak memiliki sanak saudara di Yogyakarta. Ia kasihan dengan Lifa yang pastinya sendirian sedari tadi malam. Ia sudah membawakan bubur sumsum kesukaan Lifa yang ia belikan saat perjalanan ke rumah sakit.
Saat ia mencari-cari ruangan Lifa dirawat, ia melihat ada sosok laki-laki muda yang sepertinya ia kenali sedang duduk di depan salah satu kamar rawat inap. Setelah ia melihat urutan nomor kamar. Sepertinya tebakannya benar karena kamar tersebut adalah kamar Lifa. "Tapi kenapa dia ada disini pagi banget ya?" batinnya.
"Mas Fasa!" sapa Aura setelah berdiri dihadapan Fasa yang fokus dengan hand phone nya.
"Eh? Dek Aura?" jawab Fasa dengan terbata karena ia tidak menyadari kehadiran Aura yang sekarang sudah berada di hadapannya.
"Maaf udah bikin kaget, Mas. Kok nggak masuk aja?" tanya Aura sembari duduk di samping Fasa karena merasa tidak sopan jika ia berdiri sedangkan Fasa yang lebih tua darinya malah duduk.
"Oh, Nggak! Santai aja, Dek. Tadi Mas terlalu fokus mantengin hand phone soalnya jadi nggak merhatiin kamu pas datang. Itu Raga sama Lifa kayaknya baru butuh waktu ngobrol berdua jadi aku keluar aja sekalian mau cari sarapan, Hehe" jawab Fasa dengan terkekeh, "Kamu udah sarapan, Dek?"
"Oalah. Tadi udah sarapan roti tawar sih sebelum aku kesini, Mas. Tapi kalau Mas mau ke kantin boleh aja sih aku juga sarapan soto deh," jawab Aura dengan senyumnya.
"Ya udah. Kayaknya mereka bakalan lama sih. Ya udah yuk ke kantin!" ajak Fasa sembari memasukkan hand phone nya ke dalam saku kemeja flanelnya setelah mengirimkan pesan w******p kepada Raga bahwa ia ke kantin bersama Aura.
Aura dan Fasa berjalan berdampingan ke arah kantin rumah sakit yang memang disediakan untuk para keluarga pasien yang menunggu kerabatnya yang sedang sakit. Sesampainya di kantin yang lumayan dekat dengan ruang rawat inap Lifa. Mereka berjalan ke meja kosong yang berada di pojokan dekat pintu keluar.
"Kamu jadi pesen soto dek? biar ku pesenin aja soalnya aku masih bingung mau makan apa sekarang, hehe" ucap Fasa dengan terkekeh.
"Iya, Mas. Soto ayam aja pakai sate telur puyuh satu aja, hehe," jawab Aura sembari menarik salah satu kursi untuknya duduk.
"Oke, Dek. Minumnya mau apa?" tanya Fasa sembari menatap Aura.
"Jeruk hangat aja, Mas. Makasih ya!" ucap Aura lalu memberikan selembar uang dua puluh ribu kepada Fasa,
"Eh nggak usah. kan yang ngajak sarapan aku, Dek," tolak Fasa, "udah ya aku pesen dulu. titip tas ya."
Aura menatap tidak enak kepada Fasa dan ragu untuk menyimpan uangnya lagi. Tapi Fasa sama sekali tidak mau menyentuh uang tersebut bahkan Aura sudah meletakkannya di meja juga. Dan akhirnya lelaki tersebut memilih segera memesan sarapan untuk mereka. Aura mengambil hand phone nya dari dalam sling bag berwarna khaki nya. Ia mendapat notifikasi chat w******p dari Dirga yang spam sekali.
Dirga Ogeb: Lu udah ketemu sama Lifa?
Dirga Ogeb: Oyy!
Dirga Ogeb: Parah kagak dia?
Me: Sabar napa, Ir! Aku udah di rumah sakit sekarang baru sarapan di kantin.
Me: Nggak usah ngamuk dulu. Si Lifa baru ngobrol empat mata sama Mas Raga. Jadi aku sarapan dulu aja deh.
Chat tersebut langsung ia kirimkan karena ia sudah tahu pasti sahabatnya itu akan mengomelinya yang tidak langsung ke kamar Lifa.Tapi malah memilih untuk sarapan terlebih dahulu. Namun semuanya percuma Dirga tetap komplain padanya.
Dirga Ogeb: Lu belum sarapan di rumah? jangan bilang belum mandi juga njir!
Dirga Ogeb: Hahaha! pantes aja lu sarapan ternyata jadi obat nyamuk
Dirga Ogeb mengirimkan stiker kepada anda
Me: Udahlah! Emangnya kamu mau kuliah nggak mandi karena baru bangun tidur mana masih ileran pula!
Me: Eh tapi kayaknya emang ngobrol serius deh, Ir. Soalnya Mas Fasa aja sampai keluar dari kamarnya Lifa.
Me: Halah lu kalau ngiri bilang aja! kamu juga kalau disini nasibnya bakal sama kayak aku kali.
Sedangkan kedua manusia yang berada di kamar Lifa terlihat sedang bersitegang. Raga duduk pada kursi yang berada di sisi kanan ranjang rawat inap Lifa sejak tadi menatap tajam kepada Lifa. Namun perempuan yang terbaring lemah di ranjang tersebut terlihat santai saja dan menatap televisi yang berada di tembok.
"Kecelakaan dimana? Kapan?" ucap Raga memulai percakapan dan membuat Lifa mengalihkan pandangannya dari televisi yang ia tonton.
Lifa sebenarnya sedari tadi menunggu-nunggu lelaki yang sudah mencuri hatinya sejak pertemuan pertama mereka saat itu mengajaknya mengobrol. Namun sedari tadi Raga hanya menatapnya tajam dan diam seribu bahasa sehingga ia memilih untuk berpura-pura menonton televisi saja agar ia tidak gugup saat meladeni Raga nantinya, "Tadi malam saat perjalanan pulang ke kosan, Mas. Aku di serempet mobil di daerah sagan".
"Kenapa kamu nggak kabarin temen-temenmu dari tadi malam? Siapa yang ngurus semua administrasi sampai kamu masuk ke kamar ini?" tanya Raga dengan dingin.
"Aku nggak mau bikin mereka panik aja, Mas. Apalagi kita bertiga sama-sama capek semua tadi malam sedangkan Dirga juga baru pulang dari naik gunung hari ini dan teman-teman yang lain rumahnya jauh semua," terang Lifa dengan lembut, "Keluarga pemilik mobil itu yang bawa aku ke sini. Mereka katanya mau tanggung jawab sampai aku keluar dari rumah sakit juga. Tadi subuh mereka baru pulang".
"Ehm, kan kamu bisa kabarin aku juga. Kosan kita juga deketan," protes Raga dengan menatap gelisah Lifa.
"Nggak kepikiran aku Mas, Hehe. Masih kayak syok gitu aku tadi malem setelah jatuh dan karena keluarga yang nyerempet aku mau tanggung jawab ya udah deh aku ngikut mereka aja. Emangnya Mas mau aku repotin?" tanya Lifa tersipu.
"Y-ya kalau kamu kabarin aku setidaknya aku tahu kalau kamu kecelakaan dan kalau kepasan aku ada acara aku bakalan langsung ke sini setelah acara itu selesai. Nggak kayak gini, aku tahu kamu masuk rumah sakit cuma dari story w******p mu doang. Udah gitu kalau aku nggak cepet lihatnya dan reply nanyain kenapa pasti belum tentu sekarang udah di sini," jawab Raga panjang lebar.
"Makasih udah khawatir. I'm okay kok. Lagian aku juga nggak mau ngerepotin orang yang baru aku kenal beberapa hari. Nggak banget menurutku, hehe" jawab Lifa dengan terkekeh.
"Kalau kondisi urgent menurutku nggak masalah," ucap Raga dengan cepat.
"Tetep aja sungkan, Mas. Maaf ya udah bikin khawatir dan nggak mau kontak, Mas. Tapi i mean kita nggak sedeket itu buat tahu masalah satu sama lain," jawab Lifa dengan lirih.
Raga tercekat dengan perkataan Lifa. Benar juga mereka tidak sedekat itu sebagai teman. Tapi dia merasa kesal sekali saat mengetahui Lifa sendirian menghadapi masalah ini dan ia juga merasa khawatir sekali dengan keadaan adik tingkatnya yang baru ia temui saat mereka menjadi kepanitiaan. Bahkan yang sangat amazing dia yang baru pulang dari masjid bersama Fasa pada pukul setengah tujuh setelah mengetahui Lifa mendapatkan musibah langsung mengganti pakaiannya dan mengajak Fasa kemari tanpa ragu, "Mulai hari ini nggak usah sungkan sama aku, Lif. Sorry kalau selama ini aku dingin atau cuek ke kamu dan karena kasus ini aku malah maksa ikut campur ke masalahmu dengan lancang".
"Ehm, Nggak papa Mas" jawab Lifa dengan canggung. Sebenarnya ia sangat senang dengan perlakuan Raga saat ini. Tapi ia juga tidak ingin kepedean dengan hal ini. Siapa tahu Raga hanya kasihan padanya karena sama-sama anak perantauan yang tidak memiliki keluarga lain a.k.a alone di kota gudeg ini.
"Papa kamu sudah tahu tentang ini?" tanya Raga dengan lembut dan menatap Lifa.
"A-ah, Sudah, Mas.Tapi papa baru bisa ke sininya paling hari sabtu katanya karena banyak kerjaan di NTB saat ini," jawab Lifa dengan gugup.
"Terus yang nungguin kamu di rumah sakit sampai Sabtu siapa?" tanya Raga dengan gemas.
"Ada sahabat-sahabatku kok. Aura katanya ntar malam mau nginep di sini," jawab Lifa dengan cengengesan.
"Oke. Nanti malam aku juga nginep di sini sama Fasa," jawab Raga dengan tegas.
"Nggak usah, Mas. Aura aja udah cukup kok. Lagian aku cuma retak pergelangan kaki bukan yang parah-parah banget gitu," ucap Lifa menolak, "Lagian aku juga nggak enak sama Mas Fasa."
"Justru karena itu aku harus ada di sini. Aura yang kecil gitu mana bisa bantu kamu kalau mau ke kamar mandi atau jalan. Dan pastinya akan ada banyak orang yang jenguk kamu juga ntar. Kasian kalau dia sendirian," kekeuh Raga dengan mantap.
"Tapi Mas-" elak Lifa yang sudah dipotong oleh Raga.
"Cuma aku doang kalau yang kamu khawatirin tentang Fasa dan untuk kesibukan hari ini aku nggak ada," pungkas Raga, "kamu sudah sarapan?"
"Tapi kalau Mas ada acara nggak perlu dipaksain. Aku juga harus tanya ke Aura dulu dia mau atau nggak kalau Mas menginap nanti malam," ucap Lifa dengan pasrah, "Belum ada yang nganterin makanan sih, Mas"
"He'em," jawab Raga singkat, "by the way, kamu boleh makan makanan selain yang dari rumah sakit?"
"Boleh kok, Mas. Kenapa emangnya? Nggak usah nyariin makanan buat aku, Mas. Tunggu Aura aja, tadi dia bilang mau bawain bubur sumsum buat aku," jawab Lifa dengan panik.
"Aura sama Fasa baru sarapan di kantin. Aku susul ke sana dulu ya buat ambilin bubur sumsumnya," ucap Raga sembari berdiri dari duduknya dan tersenyum kepada Lifa.
"E-eh nggak usah, Mas. Aku juga belum laper kok," cegah Lifa dengan cepat. Tapi Raga tidak menghiraukannya dan berjalan ke arah pintu.
Aura yang masih fokus menanggapi omelan dan curhat Dirga tentang muncaknya langsung menyimpan hand phone nya saat mengetahui Fasa sudah berjalan kembali ke meja mereka. Lelaki tersebut tersenyum saat tahu Aura menatapnya. Aura entah mengapa merasa gugup dengan senyuman itu.
"Tinggal nunggu dianter aja, Dek," ucap Fasa setelah duduk di seberang Aura.
"O-oh iya, Mas. Makasih ya Mas. Malah jadi dapet traktiran aku, Hehe," jawab Aura dengan ttawa canggungnya.
"Santai kok, Dek. Sekali-kali lah, Ntar gantian juga boleh, Haha" ucap Fasa dengan tawanya, "Kamu baru tahu kabarnya juga pagi ini, Dek?"
"Haha, Boleh-boleh, Mas. Iya tadi pagi Lifa nge chat di grup kita katanya kecelakaan tadi malam dan masuk rumah sakit," terang Aura, "Mas Fasa sama Mas Raga juga dikabarin Lifa?"
"Nggak sih. Raga yang reply story whatsappnya tadi setelah kita pulang dari masjid. Terus habis itu langsung ngajak ke sini," jawab Fasa dengan menatap lekat Aura.
Aura yang ditatap lekat oleh Fasa langsung mengalihkan pandangan ke arah lain,"Oh gitu, berarti udah lama dong ke sininya ya, Mas?" Namun ia tidak mendapat jawaban dari lawan bicaranya itu dan tangan lelaki itu terangkat seperti mengkode seseorang.
"Ternyata di sini kalian. Sorry ya, Ra. Malah bikin kamu jadi nggak langsung ketemu sama Lifa tadi," ucap Raga yang sekarang sudah berada di samping Aura.
"E-eh, Oh santai kok, Mas. Ini aku sekalian sarapan juga kok, hehe," jawab Aura dengan gagap karena ia kaget dengan kehadiran Raga yang mendadak dari balik tubuhnya.
"Mau ngapain? Si Lifa ditinggal nggak papa?" tanya Fasa.
"Cuma mau ambil bubur sumsum nya Lifa katanya dibawain sama Aura. Ini aku mau ngambil itu," jawab Raga.
"Oh iya, Kelupaan. Makan dari rumah sakitnya belum datangkah, Mas?" tanya Aura sembari memberikan totebag berisi peralatan makan dan makanan-makanan yang ia bawa kepada Raga.
"Belum datang tadi. Makasih Ya, Ra. Aku balik ke kamar Lifa lagi. Kalian ntar kalau udah selesai langsung masuk aja," jawab Raga dan langsung meninggalkan Aura dan Fasa tanpa basa-basi untuk kembali ke kamar Lifa.
Aura menjawab ucapan Raga dengan anggukan sedangkan Fasa menatap punggung Raga dengan dalam. Ia tidak pernah meihat sahabatnya seperti saat ini. Dan Akhirnya pesanan sarapan mereka datang juga dan ia langsung mempersilahkan Aura untuk menyantap sotonya selagi masih panas.
"Dirga nggak ke sini, Ra?" tanya Fasa.
"Dirga masih di Dieng, Mas. Katanya baru pulang ke Jogja habis dhuhur. Paling sore dia ke sini," terang Aura setelah selesai mengunyah makanannya.
"Oalah. Dia baru nggak di Jogja toh. Kamu hari ini nggak ada kuliah?" ucap Fasa.
"Dia kemaren naik Gunung Prau sama temen-temennya, Mas. Udah dua hari di sana," jawab Aura, "Alhamdulillah hari ini kosong, Mas. Jadi bisa nemenin Lifa sampai besok. Mas Fasa juga nggak ada kuliah?".
"Oh dia suka ndaki juga? Bisalah ntar ndaki bareng, Haha," ucap Fasa dengan terkekeh, "Ada sih. Cuma kelas sore kok. Jadi sekarang free".
Kemudian mereka melanjutkan menyantap sarapan mereka dalam diam dan setelah selesai langsung menuju ke kamar rawat inap Lifa karena Aura sudah tidak sabar ingin mengetahui keadaan Lifa saat ini segera dan memberikan kabar kepada sahabat-sahabatnya.
TBC