PART 12

1239 Kata
Setelah memastikan Lifa menyantap makan siang nya, Raga akhirnya ikut pulang terlebih dahulu dengan Fasa karena sahabatnya tersebut memiliki kelas kuliah sore. Dia juga akan mandi dan mengikuti rapat organisasi yang ia ikuti. Setelah selesai dengan kegiatannya ia akan kembali ke rumah sakit untuk membantu-bantu di sana.  "Ra, Are you ok nggak kalau Mas Raga nginep sini?" tanya Lifa sembari menatap sahabatnya yang telah duduk di kursi dekat ranjang pasiennya dan di dalam ruangan itu tinggal mereka berdua. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat. Sedari tadi mereka menerima tamu rombongan dari teman-teman kelas kuliah Aura dan Lifa. "Hah? Ngapain coba? Kamu kalau mau bucin-bucinan sama dia nggak usah jadiin aku obat nyamuk lah!" gerutu Aura sembari menggembungkan pipinya.  "Mana ada bucin-bucinan. Dia tadi pagi bilang katanya biar kalau ada apa-apa kamu nggak riweuh sendiri. Ada yang bantu gitu," terang Lifa dengan mantap.  "Terus ntar dia tidurnya dimana? Aneh-aneh aja deh. Mendingan sama Dirga lah dia tidur dimana aja bisa," tanya Aura dengan mendengus.  "Dia so pasti bakalan prepare kok. Kalau sama Dirga yang ada tu anak cuma numpang tidur doang ntar di sini. Tau sendiri dia kalau habis muncak kayak apa. Kagak bisa diandelin, Ra," jawab Lifa dengan memutar pandangannya. Sebenarnya ia juga tidak yakin akan menerima Raga untuk menginap di sini. Tapi ia juga kasihan dengan Aura yang akan jaga sendirian nanti malam.   "Kan kamu tahu sendiri kalau Mas Raga nginep sini pasti bakalan ada buntutnya. Aku nggak mau, Lif" jawab Aura dengan ragu.  "Siapa coba? Berarti kalau dia sendirian nggak papa?" tanya Lifa dengan mata berbinar.  "Lha kan yang kamu mau emang dia. Ya udah dia aja. Lagian disini sempit juga kalau yang jaga orang banyak," ucap Aura dengan melihat sekeliling kamar rawat inap kelas 1 Lifa.  "Oke. Aku bilang ke Mas Raga buat prepare barang-barangnya. Nggak papa ya kalau makan malamnya rada telat, Hehe. Biar dia nggak bolak balik," ucap Lifa dengan tersenyum sumringah, "By the way, Kamu kenapa emangnya kalau Mas Fasa ikut? kok kayaknya nolak banget gitu". "Terserah kamu aja deh. Gimana ya? canggung aja gitu aku sama dia," jawab Aura dengan ragu.  "Ada something kah diantara kalian waktu tadi di kantin?" tanya Lifa dengan menatap penasaran Aura. "Nggak tahu deh. Dia kayak terlalu baik gitu nggak sih, Lif?" ujar Aura dengan ragu.  "Terlalu baiknya emang gimana?" tanya Lifa dengan mengernyitkan dahinya.  "Dia terlalu banyak ngasih sesuatu ke aku. Padahal kita baru kenal dua mingguan. Udah gitu jarang ketemu dan ngobrol juga," ucap Aura dengan menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki.  "Emang dia udah ngasih apa aja buat kamu?" tanya Lifa. Sepengetahuannya Fasa hanya memberi Aura bouquet bunga sebagai kado ulang tahunnya, "bukannya sama kayak Mas Arka juga?  dia udah ngasih kamu brownies, ngasih nasi goreng walaupun itu dari Pak Farhan juga sih cuma kan dia juga anaknya, dan dia juga pernah jadi supir dadakanmu buat pulang tadi malam". "Iya ada si bouquet itu. Terus habis itu dia tadi bayarin aku sarapan ditambah pula dia beliin nasi padang buat makan siang," jawab Aura, "Bedalah, Lif. Semua yang dilakuin sama Mas Arka mah karena terpaksa aja dia". "Ya mungkin dia orangnya emang baik, Ra. Kayak Mas Raga gitu," jawab Lifa dengan mengendikkan bahunya.  "Aishh! Dahlah mau makan nasi padang aja. Males ngadepin orang lagi bucin gini!" jawab Aura dan berjalan ke sofa bed dengan membawa bungkusan nasi padang yang tadi fasa beli untuknya.  "Jangan sampai kotor tuh sofa bed ya," ancam Lifa tapi hanya dijawab Aura dengan deheman.  Aura fokus menyantap nasi padangnya dengan nikmat. Saking fokusnya ia sampai tidak menyadari sedari tadi Lifa sedang fokus dengan hand phone nya dengan ekspresi senyum sumringahnya saat berbalas pesan dengan Raga. Dia memberi kabar pada Raga bahwa Aura memperbolehkan laki-laki itu untuk menginap nanti malam.  Hand phone Aura berbunyi yang menjadi pertanda adanya telpon masuk untuknya. Pada layar LCD hand phone nya terlihat nama Dosen Pak Farhan. Dia langsung berlari ke wastafel dan mencuci tangannya dengan sabun lalu langsung kembali ke sofa bed untuk mengangkat telpon tersebut. Lifa hanya menatap sahabatnya itu dengan bingung dan penasaran. "Siapa yang membuat Aura sepanik itu?" batinnya.  "Assalamu'alaikum, Pak! Mohon maaf kalau ngangkatnya lama. Pripun, Pak?" jawab Aura dengan gelisah dan napas yang masih menderu.  "Wa'alaikumsalam, Nduk! Halah rapopo. Lifa nama ruangan sama no kamarnya berapa ya? Ini Bapak sudah di lobby depan Sardjito," tanya Pak Farhan.  "Lifa? Oh nggih, Pak. Saya jemput mawon, Pak. Lobby depan yang ada parkiran motor kan, Pak?" tanya Aura memastikan lokasi dosennya tersebut.  "Iya, Nduk. Yo wes tak tunggu ya," jawab Pak Farhan.  "Nggih, Pak. Kulo meluncur jemput, Bapak," ucap Aura lalu mengucap salam dan setelah itu ia tergopoh akan keluar menjemput Pak Farhan di lobby depan rumah sakit. "Siapa, Ra" tanya Lifa saat Aura akan keluar dari kamar rawat inapnya.  "Jemput Pak Farhan. Katanya udah di lobby depan. Udah aku jemput beliau dulu ndak nunggu kelamaan nanti," jawab Aura lalu meninggalkan kamar rawat inap Lifa dengan cepat tanpa menunggu jawaban Lifa setelahnya. "Anjir! main kabur aja tuh bocah. Nasi padangnya masih terbengkalai gitu mau nerima tamu. Mana Pak Farhan pula. Sinting emang dia kalau lagi panik," gerutu Lifa dengan menggeleng-gelengkan kepalanya. Aura berjalan dengan cepat ke arah lobby rumah sakit yang dimaksud oleh Pak Farhan tadi. Ruang rawat inap Lifa memang lumayan jauh juga dari lokasi dosennya saat ini. hand phone nya bergetar dan masuklah notif chat w******p pada grup *Konco Kentel* dan sang pengirim chat itu adalah Lifa.  Lifa Rese: Aura Ogeb! nasi padang mu masih di sofa bed. Anjir banget! Napa kagak diberesin dulu tadi sebelum jemput Pak Farhan? Malu-maluin banget nerima tamu ada bungkusan makan cekeran ayam gitu. Mana tamunya dosen. Odong Odong Odong!! "Anjir aku lupa nasi padangku!" gumamnya dan reflek akan balik badan kembali ke kamar rawat inap Lifa untuk membereskan nasi padangnya yang belum selesai ia santap tadi. Tapi dia sudah berjalan separuh rute perjalanan. "Ah weslah trabas wae!" batinnya.  Aura melanjutkan perjalanannya untuk menjemput dosennya tersebut. Setelah ia mencapai gedung yang dimaksud dosennya itu. Ia langsung mencari keberadaan lelaki paruh baya yang sudah seperti ayahnya tersebut. Namun ia terkejut karena yang ia temukan malah lelaki yang tadi malam pulang bersama dengannya. "Bapak baru ke kamar mandi. Tunggu bentar," ucap Arka dengan datar dan menatap Aura yang terlonjak saat melihatnya.  "Kok Mas bisa ikut?" tanya Aura dengan penasaran.  "Saya jemput Bapak karena tadi pagi berangkat bareng. Jadi sekalian aja habis dari sini terus langsung pulang biar nggak bolak balik. Lagian jam ngajar Bapak juga udah selesai begitupun dengan pekerjaan saya. Kenapa memangnya kalau ada saya di sini?," jawab Arka dengan menatap heran Aura. "Nggak papa. Cuma aneh aja dan males sama Mas," ucap Aura dengan menatap balik Arka. Arka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan kembali menatap layar hand phone nya. Ia tidak ingin menanggapi Aura lagi karena yang ada malah akan memicu perdebatan diantara keduanya. "Sudah sampai, Nduk?" ucap Pak Farhan setelah selesai dari kamar mandi.  Aura langsung berdiri dari duduknya dan mencium tangan dosennya tersebut, "Sampun, pak. Maaf kalau jemputnya kelamaan soalnya ruang rawat inapnya agak di belakang, Pak". "Yo wes langsung ke sana sekarang aja yok! Ayo, Ka!" ajak Pak Farhan yang sudah berdiri dihadapan mereka berdua. Selama perjalanan Pak Farhan menanyakan kronologi kecelakaan hingga Lifa sampai masuk ke rumah sakit. Sedangkan Arka hanya mendengarkan percakapan kedua orang tersebut. Ternyata Aura emang sedekat itu dengan Bapaknya. Ia sudah mengetahui dari Bapaknya kalau ternyata Ayah Aura sudah meninggal dunia disaat umurnya masih belia. Maka dari itu pertanyaan nya tadi malam tidak di jawab oleh Aura.   TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN