Wajah yang Suram

1172 Kata
Aisyah berjalan dengan gugup ke atas pelaminan, padahal ia sudah mempersiapkan mental untuk menghadapi momen ini, tapi tetap saja perasaan gugup tersebut menyergapnya. Awalnya Bang Rafli dulu yang maju, kemudian disusul Bella dan kemudian Aisyah yang paling akhir. Wajah Irwan dan orang tuanya sudah tegang lebih dulu kala mengenali sosok wanita yang berjalan anggun menghampiri mereka. Saat Aisyah telah sampai di depan orang tuanya Irwan, Bu Mina--ibunya Irwan langsung menarik Aisyah ke dalam dekapannya. Ia tidak menyadari kalau sikapnya ini malah menyita perhatian beberapa tamu undangan yang menyaksikannya di belakang Aisyah. "Maaf, Nak. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Irwan--" Belum selesai Bu Mina melanjutkan perkataannya, Aisyah segera menarik diri dari dekapan Bu Mina dan menyunggingkan seulas senyum. "Tidak apa Bu, malah saya kesini mau mengucapkan selamat dan berterima kasih padanya karena sudah membuka mata saya kalau ia tidak layak dijadikan suami." Aisyah tetap memberikan senyum manis di kedua sudut bibirnya saat mengatakan hal ini. Bu Mina kaget. Bola matanya melebar dengan mulut hampir terbuka mendengar penuturan wanita yang hampir menjadi istri anaknya tersebut. Ia tidak mengira Aisyah akan mengucapkan sindiran keras tersebut dengan sangat santai tanpa terlihat kemarahan di wajahnya. Setelah mengucapkan hal tersebut, Aisyah memberikan sebuah lembaran kertas yang sudah digulung rapi dan diberi ikatan pita merah di tengahnya. Aisyah membawa dua buah gulungan. Setelah diberikannya satu ke orang tuanya Irwan, maka tersisa satu lagi di tangannya. "Ini ada hadiah buat Ibu dan Bapak, semoga suka." Raut wajah kedua orang tua yang berdiri di depan Aisyah berubah heran. Mereka bingung dengan apa yang baru saja diberikan wanita berumur 22 tahun tersebut pada mereka. "Apa ini Syah?" Bu Mina segera membuka gulungan kertas jenis HVS A3 yang terdiri dari empat lembar dengan cepat karena penasaran. Sebenarnya perasaannya tidak enak. Apalagi saat melihat wajah Aisyah yang penuh misteri. Kedua raut wajah di hadapan Aisyah berubah tegang. Mereka saling pandang sekilas. Pak Ardi--ayahnya Irwan bahkan sampai berkeringat dingin hingga tampak beberapa kali mengelap dahinya setelah membaca isi dalam lembaran gulungan tersebut. Bu Mina dengan wajah merah meletakkan dengan kasar lembaran kertas tersebut ke belakang kursi tempat mereka duduk. "Ingatkan anaknya kalau batas waktunya cuma sebulan," lanjut Aisyah. "Aisyah, ku--" Bu Mina ingin bicara tapi dicegah Pak Ardi. "Jangan, Bu. Jangan disini. Nanti saja kita bicarakan lagi. Sekarang kita jadi pusat perhatian orang," tegurnya berbisik dengan memegang erat lengan Bu Mina--istrinya. Bu Mina terdiam, mengedarkan pandangan ke depan dan ke sampingnya, lalu memaksakan senyum agar tidak menarik perhatian para tamu undangan yang telah hadir. Apalagi di belakang Aisyah ada antrian tamu lainnya yang ingin menyalami mereka. 'Bapak benar, sekarang kita jadi pusat perhatian, tapi tindakan Aisyah barusan tidak bisa dibenarkan, dasar gadis sok polos, sok dermawan, sudah memberi nyatanya malah diminta kembali.' ucapnya dalam hati merutuk kesal. Bu Mina memaksakan diri untuk bersikap setenang mungkin di hadapan orang banyak. Terutama para tamu setelah kepergian Aisyah. Aisyah hanya melirik sekilas, mengernyitkan dahi, lalu melanjutkan beberapa langkah menuju singgasana pengantin. Akhirnya ia tiba juga di depan kedua pengantin yang salah satunya berwajah tegang. Irwan tidak berani menatap Aisyah. Ia hanya mencuri pandang sesekali. Pandangannya dialihkan ke arah lain saat netra keduanya saling bersirobok. Sedangkan sang mempelai wanita yang bernama Dina menatap Aisyah biasa saja. Ia malah menyunggingkan senyum seolah menyambut tamu undangan yang ingin mengucapkan selamat padanya. "Selamat, semoga pernikahannya bertahan lama." Aisyah menyalami Dina. "Hah?" tanya Dina heran karena perkataan Aisyah menurutnya tidak wajar. Bukan seperti itu seharusnya mengucapkan selamat. Aisyah tidak menjawab kebingungan Dina, tapi malah melempar senyum lalu memberikan sebuah gulungan kertas yang sama seperti yang sebelumnya ia berikan pada orang tua Irwan. Dina yang melihatnya segera merebut cepat kertas gulungan tersebut dari tangan Irwan. Ia sangat penasaran apa isinya hingga kedua mertuanya berwajah muram setelah melihat isi kertas yang sama yang kini berada di tangannya. Aisyah senang saat raut wajah kedua pengantin di hadapannya berubah drastis saat membaca isi tulisan lembar demi lembar di dalam kertas tersebut. Terutama Irwan, wajahnya berubah putih pucat setelah selesai membacanya. Ia tidak mengira kalau isinya berupa rincian utangnya yang berasal dari catatan notebook-nya Aisyah. "Batas waktunya hanya sebulan, semoga dapat melunasi. Ini hanya fotocopyannya saja. Catatan Aslinya masih denganku, Wan. Mungkin istrimu bisa membantu." Dina mendelik tajam ke arah Aisyah. Sedang Irwan masih tampak shock dengan apa yang barusan ia lihat dan dapatkan. Dina yang ikut melihat, awalnya tampak terkejut juga. Namun ia bisa menahan diri untuk bersikap sewajar mungkin. Dina sebenarnya sudah menaruh curiga melihat perubahan raut wajah Irwan dan mertuanya saat kedatangan Aisyah di atas pelaminan. Ia bertanya-tanya dalam hati siapakah wanita yang diakuinya berpenampilan sangat cantik yang membuat keluarga dan suaminya tersebut berwajah tegang. "Terima kasih sudah berkenan hadir," kata Dina dengan senyum dipaksa. Ia membalasnya dengan perkataan lain yang tidak berhubungan dengan apa yang barusan dituturkan Aisyah. Irwan sampai terheran melihat reaksi biasa dari Dina yang baru beberapa jam sah sebagai istrinya. Ia juga tidak mengerti kenapa Aisyah bisa tahu kalau hari ini ia menikah dan bahkan menghadiri pesta resepsinya. Di benaknya masih bertanya-tanya siapakah orang yang telah memberitahukan perihal pernikahan yang sudah ditutupnya rapat dari Aisyah. Aisyah sendiri juga merasa heran dengan sikap Dina yang biasa saja dan tidak bertanya lebih pada Irwan soal catatan utang yang baru saja ditunjukkannya. Ia berpikir mungkin Dina sudah tahu dari Irwan atau Irwan sudah menceritakan semuanya dengan versi yang berbeda pada Dina hingga wanita tersebut bisa bersikap sesantai itu. "Syah, aku--" Tampak Irwan ingin menjelaskan sesuatu ke Aisyah, tapi Dina mencengkram lengan Irwan untuk menghentikannya bicara. Sorot matanya menunjuk ke depan--ke arah tamu. Irwan yang paham segera tersenyum lebar ke arah depan untuk menunjukkan ke mereka kalau tidak ada masalah apapun yang terjadi dikarenakan kehadiran Aisyah. Banyak para tamu yang mulai ribut mempertanyakan apa yang Aisyah berikan pada dua mempelai tersebut. Terutama yang berdiri di belakang Aisyah. Dia mantanmu itu kan? Pasti dia yang telah membuat keributan di pesta kita ini?" tanya Dina berbisik ke dekat telinga Irwan setelah kepergian Aisyah dari atas pelaminan. Irwan diam. Dia tidak berani menjawab. Matanya fokus mencari sosok yang baru saja disebutkan istrinya tersebut. Namun ia tidak menemukannya lagi diantara para tamu yang hadir. "Habis acara ini kita harus bicara," lanjut Dina dengan penekanan kata. Tampak kekesalan dari nada bicaranya walau bibirnya menyunggingkan senyum. Ia tahu lelaki yang sekarang bergelar suaminya tersebut sedang mencari sosok wanita yang telah menghancurkan pesta resepsinya. Tidak mungkin ia berwajah masam saat ini. Ia harus terlihat sebagai istri yang baik dan polos kala banyak tamu yang menyalami mereka dengan menyindir serta mengejek suaminya. Dongkol sekali hati Dina mendengarnya. Ia pikir lebih baik tidak mendapatkan ucapan selamat dan doa sama sekali dari mereka daripada membuat hatinya kesal dan mengumpat di hari bersejarahnya ini. Begitupun wajah mertua Irwan. Tidak ada senyum lagi di kedua sudut bibir mereka kala menyalami para tamu yang naik ke atas pelaminan. Fakta yang baru saja terungkap dari menantu baru mereka, membuat mereka begitu malu. Bila tak sengaja netra Irwan bersirobok dengan mertuanya, maka bukan senyuman lagi yang didapatnya, melainkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke jantung. Dalam hatinya, Irwan ketakutan. Ia merasa setelah acara ini bakal disidang oleh keluarga Dina.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN