Kemarahan Pak Ridwan

1226 Kata
[Selamat ya Mas atas pernikahannya. Semoga si mempelai wanitanya nggak nyesel karena baru saja memelihara benalu.] [Pengantin ceweknya pasti nyesel nih.] Dengan menyematkan tiga emoticon ketawa ngakak. [Ih, dasar lelaki tak tahu malu. Pengen kujambak rambutnya.] [Aku mah ogah punya suami begitu, ntar yang kerja malah istrinya.] Emoticon ketawa memenuhi kolom komentarnya. [Jaman sekarang mah biasa orang lupa sama kebaikan yang menolongnya. Lagian ceweknya kok mau aja membiayai sampai puluhan juta? Aku kalau jadi ceweknya nggak bakalan sebodoh itu.] [Keluarga benalu siap-siap merongrong abis harta si istri.] [Menang di ganteng doang.] [Oh, ini toh yang lagi viral. Idih … malu-maluin, lelaki kok nggak ada harga dirinya.] [Pembalasan mantan pacarnya kurang nendang. Kalau aku jadi dia bakal ku polisikan. Harusnya selain dicatat kasih materai juga.] [Iya, kalau perlu bawa sambal cabe level 20, terus siram ke wajah pengantin cowoknya. Kan dia hadir di sana. Biar nyaho tuh wajahnya jadi merah dan perih.] Balas seseakun di kolom komentar sebelumnya. [Ah, palingan juga pesta resepsinya sekarang dibayarin keluarga sang istri. Enaknya hidupmu, Mas … Mas.] "Lihat Syah, semua komentarnya banyak menghujat Irwan. Ada juga yang menyebut kamu bodoh, nggak banyak sih, dan aku setuju," ucap Bella terkekeh, melirik Aisyah sekilas lalu kembali menatap ponselnya. Aisyah membalasnya dengan mencebik. Bella antusias membaca komentar para netizen di video yang lagi viral dan dilihat jutaan orang. Ia bahkan tertawa sendiri kala membaca komentar di sana. Video tersebut diposting dengan judul Penagihan Utang Unik Dari Sang Mantan, dan masuk ke akun Gosip Terkini--akun yang sering memposting hal-hal terkini yang lagi viral. Irwan yang wajahnya terekspos jelas di video tersebut dihujat habis-habisan oleh mereka yang melihat postingan video tersebut. Bahkan ada yang sengaja menyebarkan beberapa foto Irwan yang lama ke sana dengan caption "apakah yang melekat di badannya adalah pemberian sang mantan?" Lalu muncullah akun-akun yang mengaku kenal Irwan membenarkannya dan ada pula yang sangat menyayangkan perbuatan Irwan. "Pasti Irwan malu tuh keluar rumah karena bakal dijambak Mak-mak barbar," sambung Bella tertawa puas karena rata-rata yang komen sadis adalah para ibu-ibu. "Eh, diam aja. Komen kek," tegur Bella melihat Aisyah hanya diam tanpa memberikan respon apapun. Ia sedang fokus mengepak barang bawaannya untuk bersiap pulang kembali ke kotanya lagi. Pergerakan tangan Aisyah terhenti. Ia menatap Bella. "Aku lebih ke penasaran siapa orang yang memposting video tersebut ke sana?" ucapnya. "Benar juga. Siapa ya? Kayaknya dia nggak berani nunjukin diri, ia posting make akun fake. Postingan dia cuma video ini doang," timpal Bella yang sedang mengecek akun bernama Bunga--akun yang memposting video tersebut ke akun Gosip Terkini. "Tapi baguslah Syah, biar semua orang lihat kelakuan Irwan dan keluarganya. Kesel aku tuh," dengkus Bella. Aisyah menatap ponselnya yang tidak berhenti berdering sejak Ia pulang dari pesta resepsinya Irwan. Banyak yang menghubunginya terutama keluarga Irwan. Mulai dari Bu Mina, Serli, dan Winda--adik bungsunya Irwan. Aisyah tak berniat untuk mengangkatnya apalagi membalas banyaknya pesan masuk dari nomor mereka. Cuma dibaca, lalu ponsel kembali diletakkannya begitu saja. "Siapa? Mereka lagi?" tanya Bella yang mendengar bunyi dering ponselnya Aisyah. Aisyah mengangguk. "Coba angkat, penasaran mereka mau ngomong apa?" "Malas. Paling sama saja dengan isi pesan yang masuk," jawab Aisyah mencebik. "Iya sih, ngeselin ya. Mereka merasa benar sendiri, yang terzalimi siapa eh yang menzalimi merasa teraniaya." "Betewe beneran nih mau pulang malam ini?" lanjut Bella melihat Aisyah sudah siap dengan tas yang dibawanya. Aisyah kembali mengangguk. "Anis kirim pesan terus kalau konsumer nyariin aku." "Pasti karena Hijab Aisyah. Dia juga mengirimiku pesan kapan balik." "Hu'um. Jadi gimana, ikut?" Aisyah melebarkan usahanya dengan membentuk brand sendiri dengan nama "Aisyah". Brand jilbab instan yang ia produksi dibantu teman-teman yang berkompeten. Jualan onlinenya meningkat pesat setelahnya dan para konsumer menyebut nama jilbabnya hijab Aisyah. "Ya sudah. Aku ikut. Ntar aku yang beli tiket bisnya. Keadaan Bibi juga sudah membaik. Sudah empat hari cuti, potongan gajiku jangan besar ya. Pengeluaranku bulan ini banyak," pinta Bella dengan menangkupkan kedua tangan ke d**a. "Semua sudah sesuai sama perjanjian kerja. Nggak besar kan?" Balas Aisyah menanyakan balik. "Alhamdulillah. Sip. Aku betah kerja ma kamu Syah. Enak. Bosnya juga baik. Malah terlalu baik makanya dimanfaatin orang." "Potong gaji karena mengejek bos," balas Aisyah cepat. Bella malah tertawa. Ia tahu Aisyah cuma bercanda dan ia tidak akan melakukan hal tersebut. Selama ini selain menjadi sahabatnya, Bella juga merangkap sebagai pegawainya Aisyah. Ikut bekerja di online shopnya yang dikelola sahabatnya tersebut. Walaupun bersahabat, untuk urusan kerja, Aisyah tetap mengutamakan keprofesionalan tapi tidak memberatkan pegawainya. Hampir rata-rata mereka mengaku senang dan betah bekerja di online shop-nya Aisyah. *** Plak!!!! Sebuah tamparan keras menghantam pipi kiri Irwan. Ia tidak sempat mengelak saat bapak mertuanya tersebut melayangkan sebuah tamparan di pipinya. Semua mata yang melihat tersentak kaget tapi tidak berani berucap untuk sekedar menegur. Terutama Dina. Ia terdiam membisu hanya mampu memalingkan muka tidak tega melihat Irwan diperlakukan kasar oleh ayahnya. Ia juga ketakutan. Ayahnya kalau marah memang sangat mengerikan. Ia sendiri baru kemarin kena tampar ayahnya karena pulang membawa aib ke rumah. "Kurang ajar. Ini Din, lelaki yang menghamilimu hingga kami akhirnya menanggung malu?" Dina tidak menyahut. Ia membeku di tempatnya. "Pantas ia mau begitu saja bertanggung jawab tanpa perlawanan. Eh mau numpang hidup rupanya. Memalukan!" sindir Pak Ridwan tersenyum kecut. Napasnya memburu menunjukkan emosinya masih tinggi. Tidak punya harga diri! Kalau tahu bakal kayak gini. Mending kamu nggak usah punya suami, biar saja anak itu lahir tanpa bapaknya," lanjutnya lagi membuat Dina ternganga kaget. Mamanya segera merangkul Dina yang matanya mulai berkaca-kaca. Sudah Yah, nasi sudah menjadi bubur. Mau gimana lagi. Solusinya Ayah yang berniat ngasih dia modal jualan, nggak usah saja. Simpan kembali uang Ayah. Minta Dia," tunjuk Sidik pada Irwan. "Buat cari kerja. Dia kan sarjana, ya … walaupun sarjananya karena …." "Dik, diam! Ini bukan urusanmu. Mau Ayah memodalin Irwan atau nggak. Kamu nggak berhak ngasih pendapat. Kuliah yang benar." Dina dengan rahang mengeras dan bibir bergetar menegur adiknya yang awalnya cuma diam asyik bermain ponsel malah ikut berkomentar. Sekali bicara bikin hatinya kesal karena menyarankan untuk membatalkan modal yang dijanjikan Ayahnya. Irwan sendiri hanya diam terpaku masih berdiri di tempatnya semula. Tidak berani beranjak sedikitpun. Apalagi di dalam rumah ini isinya keluarga Dina semua. Sudah pasti bakalan tidak ada yang membelanya. Bahkan istrinya saja terdiam tanpa suara. Irwan sendiri sudah mempersiapkan mental untuk hal yang barusan terjadi. Hanya saja dia tidak mengira bakal ditampar oleh mertuanya. Bayangannya paling hanya diomelin atau disindir pedas. "Kali ini Ayah setuju dengan Sidik. Irwan harus mencari kerja dan menafkahi anak kita dengan uangnya sendiri. Buktikan kalau berita yang beredar sekarang adalah bohong belaka," tutur Pak Ridwan tegas seraya menatap sengit Irwan yang masih mengelus pipi bekas tamparannya. "Dasar bocah. Baru ditampar begitu masih meringis kesakitan. Bagaimana kalau kuhantam dengan godam, bakalan masuk rumah sakit tuh anak. Malu sama umur, badan saja besar," rutuk Pak Ridwan dalam hati mengejek menantu barunya. Kekesalan masih mengendap di dasar hatinya yang paling dalam. Belum puas rasanya beberapa Minggu yang lalu memarahi Dina yang sudah mencoreng nama baiknya, sekarang muncul lagi isu yang lebih buruk. Hampir ratusan pesan masuk ke nomornya minta klarifikasi apakah berita mengenai menantunya tersebut benar adanya atau hanya gosip belaka. "Sekarang kalian keluar dari rumah ini. Cari rumah sendiri atau ngontrak. Ayah tidak sudi satu rumah dengan kalian." "Ayah!" lirih Dina. Sedang Irwan merasa persendiannya langsung lemas mendengar penuturan bapak mertuanya. 'kacau, apa yang harus kukatakan pada Ibu? Dia pasti marah besar,' ucapnya dalam hati seraya mencoba menatap Dina berkomunikasi lewat mata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN