Rion tersenyum puas setelah menempelkan kertas berisikan kalimat-kalimat romantisnya di dinding. Ia kembali mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Ia baru saja selesai mandi. Lari pagi ini membuatnya cukup berkeringat dan pegal-pegal di badannya sirna. Ia menarik kursi kerjanya, ia akan memulai membuat content baru. Baru saja ia menyalakan komputer, ponselnya berbunyi. Pesan dari Randy yang mengingatkan bahwa besok, mereka akan berkunjung ke kios buah Reno di pasar.
Setelah membalas pesan, Rion mulai konsentrasi bermain game. Tidak lupa menyalakan musik klasik favoritnya. Volumenya yang keras membuat ia tidak mendengar suara mobil Risty yang sudah memasuki garasi rumah. Wanita itu keluar dari mobilnya dengan wajah kesal. Pasalnya, hari ini tidak ada satu pun mahasiswanya yang masuk. Ternyata, ia lupa bahwa jadwal kelasnya sudah diganti besok lusa. Risty hanya bisa merutuki dirinya sendiri. Ia yang mengganti jadwal, ia pula lah yang lupa. Ia segera masuk ke dalam rumah, mengganti pakaian dan berniat tidur meski terlalu pagi untuk tidur siang. Namun, entah kenapa ia merasa ngantuk sekali. Suara musik klasik terdengar dari sebelah, Risty mengembuskan napas berat. Ia berusaha mengabaikan musik itu dan mulai tidur.
Risty mendengus sebal, meskipun itu musik klasik, tetap saja ia tidak bisa istirahat kalau mendengar suara-suara seperti itu.
"Rion!"panggilnya dari jendela.
Tidak ada jawaban dari lelaki tersebut. Wajar saja, Rion sedang fokus bermain game.
"Rion!"ulang Risty dengan memperbesar volume suaranya.
Tidak ada jawaban lagi. Dengan kesal Risty menuju rumah Rion. Ia mengetuk pintu rumah Rion dengan keras. Berkali-kali tetapi Rion tidak mendengarnya. Ia mengembuskan napas dengan kasar, lalu pergi ke sebelah, dimana kamar Rion berada. Lelaki tersebut tengah duduk di depan komputer.
"Rion!"teriak Risty.
Rion tersentak, ia segera mengecilkan volume suara musiknya."Eh, Mbak? Masuk, Mbak."
"Masuk...masuk! Dari jendela?" Mata Risty melotot."Musik kamu kenceng banget, Rion, saya mau istirahat."
"Maaf, Mbak." Rion tersenyum.
Risty melihat seisi ruangan tersebut, hanya ada beberapa komputer dan peralatan elektronik lainnya. Sepertinya ruangan itu bukan kamar. Kini matanya tertuju pada layar komputer tersebut. Ternyata, Rion sedang bermain game. Risty hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Mbak? Kita bicara di depan aja." Rion keluar dari ruangan itu dan keluar rumah.
Risty berjalan ke depan, masih dengan sedikit kesal.
"Maaf ya, Mbak...saya pikir Mbak masih ngajar di kampus." Rion mengatupkan kedua telapak tangannya.
"Ada atau enggak saya, harusnya kamu tetap jaga tata tertib! Harus tahu saling hormat-menghormati antar sesama manusia."
"Maaf, Bu Dosen sudah mengganggu waktu istirahatnya." Rion berdiri tegak. Ia benar-benar seperti sedang dimarahi sang Dosen akibat salah mengerjakan skripsi.
"Bisa enggak jendela kamu ditutup aja kalau mau main game? Suara gamenya kedengaran juga."
"Saya lebih suka dibuka jendelanya, Mbak, kan masih dapat udara segar kalau jam segini. Lagi pula udara enggak panas-panas banget.
"Ruangan game kamu itu...sebelahan sama kamar saya. Berisik."
"Iya, Mbak. Nanti saya upayakan biar enggak ganggu istirahatnya,"ucap Rion dengan sopan.
"Oke. Awas kalau berisik lagi,"kata Risty.
"Kalau enggak mau berisik, tidur di kamar saya aja, Mbak. Kedap suara loh." Tiba-tiba Rion memberikan penawaran yang membuat siapa pun mendengarnya langsung naik darah.
"Eh...eh, mau ngajak saya m***m?" Risty melotot.
Rion menggeleng cepat."Bukanlah, Mbak. Saya kan cuma menawarkan tidur di kamar. Bukan diajak m***m. Tapi, kalau Mbak ngajak sih enggak apa-apa."
"Kamu enggak sopan banget!"amuk Risty, wajahnya merah menahan malu sekaligus marah. Ia segera meninggalkan Rion.
"Mbak!"panggil Rion.
Langkah Risty terhenti."Kenapa?"
"Maaf ya, Mbak,"kata Rion tak enak hati.
"Tiada maaf bagimu!"balas Risty ketus.
"Mbak, jangan begitu, saya kan enggak tahu kalau sepagi ini mbak udah pulang ngajar. Ngomong-ngomong kok pulangnya cepet, Mbak?"
"Salah jadwal."
"Wah, kasihan...udah dandan cantik-cantik malah salah jadwal,"komentar Rion.
"Bukan urusan kamu!"
"Iya deh, Mbak. Saya lanjut main game aja." Rion mengalah, sebaiknya ia segera kembali agar waktunya bisa ia gunakan untuk membuat content lebih banyak.
"Lebih baik waktu kamu itu digunakan untuk kerja, daripada main game terus. Ngabisin waktu!" Tiba-tiba Risty memberi nasehat.
"Enggak apa-apa,kan,Mbak saya main game. Daripada mainin hati perempuan," balas Rion.
"Jawaban klise para gamers nih gini, padahal sejatinya mau bilang...'aku tuh enggak bisa berhenti main game','game itu tuh udah menjadi bagian dari hidupku'. Main game itu enggak ada gunanya, Rion. Buang waktu, buang tenaga. Buang duit juga buat beli peralatan yang kamu pakai itu. Mending kalau tadi kamu punya kerjaan. Ini enggak ada. Kamu enggak kasihan sama orangtua kamu?"
Ucapan panjang Risty membuat Rion terdiam. Baru kali ini ia dinasehati seorang perempuan seperti ini. Tapi, menurutnya itu wajar karena Risty seorang Dosen.
"Iya, Mbak, nanti saya cari kerjaan," jawab Rion.
"Oke. Saya cuma kasih saran aja, semua itu balik ke kamu. Saya istirahat dulu." Risty masuk ke dalam rumah.
Sementara itu, Rion hanya bisa garuk-garuk kepala, mulai merasa ribet punya tetangga seperti Risty.
Senja mulai tiba. Risty terbangun dari tidurnya yang cukup lama. Ia menggeliat, lalu melihat ke luar jendela. Sudah hampir gelap. Ia buru-buru menutup jendela dan menyalakan semua lampu. Diliriknya rumah Rion yang terlihat ditutup semua. Lampunya juga belum menyala. Ia hanya menggelengkan kepala, lalu memutuskan untuk mandi.
Risty bersenandung sambil mengeringkan rambutnya. Tidak sengaja ia menangkap bayangan gelap dari sebelah rumah. Ia bergegas mengintip, ternyata rumah Rion sangat gelap. Risty menahan napasnya sejenak. Jantungnya berdegup kencang karena rumah Rion jadi terlihat seram. Ia segera memakai pakaiannya, lalu berlari keluar kamar.
Risty menarik napas panjang. Setelah itu ia memutuskan untuk memasak makan malamnya. Setelah itu ia makan dengan hati yang tidak tenang. Pandangannya selalu tertuju ke sebelah. Ia bisa melihatnya dengan jelas dari jendela di ruang tengah.
"Rion, kemana sih," gerutu Risty. Ia tidak suka dengan rumah yang gelap. Ia seperti bertetangga dengan rumah kosong berhantu.
Wanita itu mondar-mandir sejak tadi. Sesekali ia meringkuk di sofa ketakutan. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam,tetapi belum ada tanda-tanda Rion pulang.
"Dugem kali ini anak ya." Risty menguap lebar. Ia sudah mengantuk, tetapi tidak berani tidur di kamar karena ia bisa melihat kegelapan di rumah Rion. Dengan langkah gontai, ia mengambil bantal,guling, dan selimut. Ia memutuskan tidur di sofa depan televisi.
Suara ponsel yang begitu keras membangunkan Risty. Wanita itu melompat kaget, lalu ia melihat ke sekeliling. Ternyata sudah pagi. Itu tadi adalah bunyi alarm di ponselnya.
"Ya ampun, udah pagi." Risty memencet tanda off di alarmnya. Kemudian ia bergegas mandi karena ia ada kelas pagi ini.