Jangan-jangan?!

1699 Kata
Seminggu berlalu, kehidupan rumah tangga dengan Randu ternyata tidak terlalu buruk. Setelah menjadi suami dia terlihat lebih ngemong dibanding biasanya, meskipun tetap menyebalkan dan SEENAKNYA. Tapi sejauh ini semua baik-baik saja. Soal malam pertama? Sejak membahas malam pertama di hari pertama kami menjadi suami istri sampai hari ini kami tidak lagi membahasnya. Randu juga tidak pernah meminta haknya. Dia tetap menikmati kok meskipun aktivitas fisik kami hanya sebatas pelukan dan ciuman. Ciuman juga udah lumayan lo, udah sampai saling cecap bibir. Malah dia udah nafsu banget. Tapi kerennya sekaligus membuat aku merasa bersalah saat dia udah nafsu banget dia udah langsung minta berhenti. "Tiketnya gak lupa?" dia menggeleng sambil menepuk tas kecil yang dia selempangkan. "Obat masuk angin sama flue udah?" dia ngangguk juga. "Vitamin?" dia ngangguk lagi. "Yakin gak gue anter aja?" "Kalau lu anter gue, lu kesiangan ke kantor. Lagian kan sopir kantor yang bakal jemput, nih katanya udah sampe gerbang komplek," katanya sambil memperlihatkan isi chat padaku. "Ya udah kalau udah sampai Bali kasih tahu ya," dia ngangguk lagi lalu terdengarlah suara klakson mobil. Pasti supir kantor yang akan mengantarnya ke Bandara udah datang. "Gue berangkat ya," katanya sambil mengangsurkan tangannya tanpa pikir panjang lagi aku langsung meraihnya dan mencium punggung tangannya. "Kalau pulang malem, minta dijemput Arya aja ya, jangan pulang bawa mobil atau motor sendiri, kalau mau kemana-mana kasih tahu gue," katanya. "Iya ih bawel!" kataku karena pesan-pesan itu sudah dia katakan sejak semalam. Dia terkekeh lalu berjalan mendahuluiku, tapi saat sudah sampai di depan pintu dan memegang handle pintu dia berbalik kembali membuatku manatapnya heran. Dia menarik pinggangku agar merapat lebih dekat dengannya. Sebelah tangannya menahan tengkukku lalu mencium bibirku penuh napsu lalu mengakhiri ciuman kami dengan mengecup keningku. "Mudah-mudahan pas gue balik dari Bali, ada kejutan dari elu buat gue," katanya sambil sekali lagi mengecup bibirku sebagai penutup ciuman kami. Ya ampun! Apa tuh maksudnya? Bikin merinding aja si sahabat surga! *** Karena harus menyiapkan segala sesuatu untuk Randu yang pergi dinas ke Bali, dan setelah Randu pergi aku malah tidur lagi, akhirnya aku datang ke kantor kesiangan, 07.35 baru sampai. Sedikit berlari aku masuk ke dalam lift yang akan membawaku ke lantai tiga. "Dari mana lu? Jam segini baru dateng," todong Cantika saat aku duduk disebelah kubikelnya. Aku menoleh lalu nyengir aja. "Lembur lu semalem sampe kesiangan?" tambahnya lagi. Ih, emak-emak m***m, omongannya tiap hari menjurus aja, pengen gue colok pake bolpoin tuh mata belo tapi cantiknya. "Ye! Enggak ada yang gitu juga." kataku. "Eh, iya lupa, meskipun seminggu kawin elu kan masih perawan ya?" katanya sambil memasang wajah pura-pura tak bersalah. "Nyebelin ya ngomongnya!" kataku kesal sambil menoyor kepala Cantika, membuat dia terkikik saja. "Randu tadi berangkat jam tiga ke Bandara, ngejar pesawat pertama ke Bali, ada dinas ke sana dia sama timnya." kataku. "Wah, lu kagak ikut? Sama Tiara?" aku menggedikan bahuku. Kok aku malah lupa nanya sih dia ke Bali sama siapa aja. Tiara kan termasuk timnya Randu. Kok aku malah lupa. "Hati-hati lu, bisa-bisa CLBK, secara si Tiara seksi banget kan___awww!" cerocosan Cantika berubah menjadi teriakan karena aku memukul mulutnya yang selalu bicara tanpa henti. "Abis bibir lu kadang suka kurang aja, Can. Sebel gue!" kataku sambil membuka laptop dan menyalakannya. "Heh gue kan bicara fakta. Gue akui elu emang cantik, Run. Tapi Tiara seksi abis, gue yakin banyak cowok yang ngiler liat body Tiara, termasuk laki lu, ya kalau dia emang normal. Apalagi ini mereka ke Bali, nginep di hotel, malem-malem nanti berduaan, wah gawat deh!" katanya nyerocos. "Apalagi, dia kan belum dapet jatah tuh dari elu, kalau di sana dia malah penasaran, terus digodain sama Tiara terus dia mau gimana coba?" manusia satu ya ampun! Omongannya suka bikin darah tinggi. "Kompor meleduk dasar!" kataku sambil memasang earphone di telingaku membuat Cantika kesal dengan tak manusiawi dia malah langsung menarik paksa earphone yang sudah terpasang. "Kampret!" teriakku. Membuat rekan kerjaku yang lain menoleh lalu menatap kami tajam. "Diem ah, berisik lu!" kataku kesal lalu mengambil earphone dari tangan Cantika. Cantika menggeser kursi putarnya hingga kini lebih dekat denganku, "Lagian ya, elu tuh udah dikasih tahu sama gue kalau seks itu gak boleh ditunda-tunda. Lu mau lakik lu ngerasain malam pertama sama orang lain?" katanya sedikit berbisik tapi tetap saja semua kalimat yang dikatakan Cantika terasa menusuk di gendang telingaku. "Elu kok suka nyebelin sih kalau ngomong?!" kataku kesal membuat dia berdecak. "Serah deh elu mau ngatain gue apaan, sekarang gue tanya lagi ya, bener elu belum itu? Terakhir gue tanya pas lu masuk katanya lu belum, karena belum siap? Nah sekarang gue tanya lagi, udah belum?" bukan Cantika namanya kalau nyerah gitu aja. "Penting banget ya gue ceritain kehidupan rumah tangga gue sama lu?" kataku cuek sambil membuka folder beberapa novel yang sedang aku kerjakan. "Oke, gue simpulin kalau sampai sekarang suami lu belum lu kasih jatah juga." katanya dan aku hanya menggeleng saja untuk menanggapi perkatannya. "Dengerin gue ya, Run. Buat kita seks itu kadang gak penting, karena meskipun kita butuh tapi kita bisa nutupin semua. Tapi beda sama cowok, seks itu kebutuhan buat mereka. Kita gak main seks biasa aja, kalau cowok malah migren dan uring-uringan, seenggaknya gue tahu ini karena lakik gue kadang uring-uringan kalau belum dikasih jatah sama gue." katanya panjang lebar. "Emang iya?" akhirnya aku bertanya karena penasaran. "Randu biasa aja ah!" kataku mencoba menyangkal segala korelasi pria dengan seks menurut Cantika. "Kalau kata gue sih, dia bukan biasa aja tapi gak ngerti mesti gimana, gue yakin kalau dia normal dia juga punya hasrat sama lu, apalagi lu udah sah jadi istrinya, tiap hari ketemu, tidur bareng, ganti baju di tempat yang sama, pastilah gue yakin dia juga mau, Cuma dia sabarin diri karena berbagai alasan elu yang gak berdasar itu." aku diam meresapi segala perkataan Cantika dia kemudian bergeser kembali ke tempatnya. Lalu terbayang aktivitas aku dan Randu semalam sebelum tidur. Semalam setelah dia menciumku penuh nafsu, dia sedikit memohon, karena dia bilang dia harus ke Bali dan pasti bakal kangen aku makanya dia memohon untuk aku bilang 'iya' tapi lagi-lagi aku menggeleng sampai akhirnya Randu memilih untuk ke kamar mandi dan berlama-lama di sana. Entah apa yang dia lakukan. "Eh, Can, apa laki gue__" Cantika terperanjat kaget saat aku tiba-tiba saja menggeser kursiku lebih dekat ke arahnya. "Aww! kaget gue!" katanya membuat beberapa rekan kerjaku yang lain menoleh ke arah kami. Aku menoleh ke arah mereka lalu nyengir dan membuat gesture memohon maaf. "Semalem dia minta, tapi gue masih belum siap, dia gak marah sih, malah ke kamar mandi dan lama banget di sana, apa laki gue___" aku tak kuasa berkata lagi sampai akhirnya Cantika melotot. Pastilah dia mengerti apa yang ada dalam pikiranku. "Wah parah lu!" katanya sambil menunjukku dengan jarinya. "Pokonya jangan salahin gue ya kalau pas pulang dari Bali dia berubah sama lu." katanya menakutiku. Sialan! "Ih lu mah nakutin gue! Jangan dong." kataku sambil meringis. Eh, dia malah menggedikan bahunya lalu kembali asyik dengan pekerjaannya. Sialan! Gara-gara Cantika nih aku jadi ketar-ketir. Segala kemungkinan muncul di kepalaku, berbagai pertanyaan juga semakin banyak bermuculan di kepalaku, seperti Tiara ikut ke Bali gak yah? Mereka satu kamar gak yah? Kalau beneran terus mereka bakalan ketemu tiap malem dong, gimana coba kalau terjadi yang iya-iya selama di Bali? Gimana kalau dia balikan sama Tiara? Gue ditinggalin dong? Dia selingkuh dong! Cantika nyebelin! Gara-gara dia aku jadi overthingking gini. Akhirnya daripada penasaran aku mengambil ponsel dan mengetikan pesan untuk Randu tapi hanya ceklis satu. Aku lalu melirik jam di ponsel yang ternyata baru pukul delapan pagi, sementara pesawat Randu akan landing pukul sembilan. Jelas ponselnya belum aktif. Oke Aruna gak usah banyak pikiran. Positif thingking. Gak usah dengerin omongan Cantika yang gak jelas. Randu kan udah janji bakalan setia apapun yang terjadi. Tapi kan kalau pergi ke Bali sama Tiara gawat, seminggu bisa jadi merubah pikiran dia kalau pernikahan sama aku itu sebuah kesalahan. Ya ampun, kenapa sih aku malah mikir yang enggak-enggak. Gara-gara Cantika kampret! *** "Kemana aja sih? Gue teleponin dari siang gak aktif, eh sekalinya nyambung malah gak diangkat," geurutuku saat tepat pukul sembilan malam Randu baru menghubungiku dengan Video Call. Dia tertawa, "Kangen ya sama gue?" tanyanya sambil menaik turunkan kedua alisnya. Menyebalkan. "Gue khawatir Kuncorooooo!" kataku kesal membuat dia terkekeh. "Kebiasaan ih manggil gue Kuncoro. Nama gue bagus-bagus lu seenaknya ganti Kuncoro lah, Bambang lah." katanya cemberut. "Untung Kuncoro atau Bambang gak gue ganti sama Sunengsih," kataku tergelak membuat dia tersenyum kecut. "Kagak sopan lu!" katanya kesal tapi kemudian terkekeh. "Pulang jam berapa tadi?" tanyanya. "Nyampe rumah jam delapanan." kataku. "Udah makan?" aku mengangguk. "Elu?" dia kemudian mengangguk. "Tadi abis makan di Jimbaran terus nongkrong bentaran di pinggir pantai," katanya menjelaskan. Enak banget si kuncoro nongkrong pinggir pantai, di telepon susah amat, lah aku malah khawatir mikirin dia. Rugi amat! "Mas Randu, mau ikut ke Legian?" lah tuh ada suara cewek. Randu menoleh hingga layarnya pun ikut berbalik, dan sumpah kaget banget waktu liat ternyata yang ngomong barusan Tiara dong. Berarti dia ikut dong ke Bali. Hih, kok malah jadi panas gini, padahal ruangan kamar udah pake AC. "Gak ah, gue balik hotel, capek banget! Lu sama Frans sama yang lain juga deh, gue next time!" "Yah gak asyik dong!" "Udah lanjut aja, gue balik hotel aja. Jangan balik malem-malem, inget besok kita ke proyek lagi." Setelahnya Tiara dan yang lainnya berpamitan pada Randu dan kini Randu kembali fokus pada layar. "Tiara ikut ke Bali?" akhirnya aku bertanya tentang hal itu, pesoalan yang sejak tadi pagi membuat aku tak tenang. Dia mengangguk, "Iyalah! Dia kan tim gue, jelas dia ikut," katanya. "Frans, Tiara, Ilma sama Agung ikut sementara yang lain stay di kantor, kenapa emang?" kini Randu malah balik bertanya. "Dia gak sekamar sama elu kan?" eh malah ketawa si kuncoro malah ketawa ngakak. Kam to the pret! "Lu pikir? Ya enggak lah enak aja!" katanya masih dalam tawanya. "Gini-gini gue setia tahu, emang lu pernah denger gue selingkuh?" aku menggeleng mantap. "Nah, itu lu tahu. Jadi gak usah mikir aneh-aneh, gue di sini kerja bukan buat selingkuh atau maen-maen, jadi lu gak usah khawatir." katanya. oke, setidaknya pernyataannya barusan bisa membuat aku sedikit tenang dan bisa membuat aku tidur nyenyak untuk malam ini. Dan semoga tidur nyenyak hingga dia pulang lagi ke rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN