PERTEMUAN PERTAMA

2508 Kata
Alunan dawai biola berpadu dengan denting piano mewarnai suasana malam ini. Sebuah pesta kebun dengan gemerlap lampion-lampion kecil tertata indah dengan sedemikian rupa. Perayaan hari ini, sungguh mewah menurut pandangan Jasmine. Seorang gadis yang malam ini mengenakan dress hitam panjang sebatas mata kaki itu, terlihat berjalan dengan pandangan penuh takjub ke arah suasana pesta yang demikian indah dan meriah. Dalam hati, sang gadis merasa heran dan aneh, mengapa hanya untuk sebuah pesta ulang tahun perusahaan saja, harus dibuat sebesar ini? Beberapa tamu yang sebagian besar mengenakan tuksedo mewah dengan istri-istri cantik yang nyaris seperti toko perhiasan berjalan, menjadi pemandangan utama malam ini. Sementara beberapa mata terlihat mencemooh kearah si gadis karena dia datang dengan digandeng seorang lelaki setengah baya. Ya, meskipun wajahnya terlihat masih demikian tampan, namun tidak dapat dipungkiri, mereka tetap terlihat memiliki perbedaan usia yang cukup jauh. Jasmine, nama gadis itu. Gadis muda berperawakan sedang, berkulit kuning langsat dan terlihat demikian bening sehingga demikian kontras dengan dress yang dikenakannya malam ini. “Cantik-cantik kok seleranya oom-oom ya?” sebuah suara bisik-bisik lirih ke telinga Jasmine ketika dia berjalan melewati segerobolan tante-tante menor. Tapi bukannya marah, Jasmine  hanya melengkungkan bibirnya yang bergincu soft pink itu dengan manis. Hal itu membuat orang-orang yang berdecak sinis tentangnya terlihat tidak senang. Jasmine tampak ceria malam itu, ia tidak peduli dengan deretan kata yang terucap dari beberapa bibir di malam itu, ia malah semakin mempererat pegangannya pada lengan lelaki setengah baya yang sedari tadi menggandengnya dengan posesif. Hingga, sang lelaki di sampingnya itu, mengerutkan keningnya penuh tanya. “Kenapa kamu erat sekali memegang Ayah? Kamu tahu kan, Ayah tak akan kemana-mana?” si lelaki akhirnya bertanya lirih ketika mereka sudah sampai di tengah-tengah area pesta. Jasmine hanya tersenyum sambil meraih selendang pasmina yang tersampir di punggungnya untuk sedikit naik. Dress Jasmine memang berlengan, tapi sangat pendek dan berleher rendah. Tentu Ayahnya akan sangat cerewet jika Jasmine berbusana demikian terbuka. Dan akhirnya, selendang pasmina menjadi pilihannya untuk berkompromi dengan larangan ayahnya. “Mereka berpikir bahwa Jasmine adalah perempuan simpanan Ayah,” Jasmine berbisik lirih sambil tertawa mengikik di susul senyum simpul dari si lelaki yang ternyata adalah ayah Jasmine itu. “Itu akibatnya kalau kamu selalu saja mengekor kemanapun Ayah pergi!” Pak Affandy, Ayah Jasmine mengeluarkan isi pikirannya, membuat Jasmine merengut kesal. “Lebih baik Jasmine yang dicemooh mereka daripada Ayah pergi ke pesta dengan Tante Sonya.” Jasmine menjawab dengan suara menggeram. Pak Affandy tertawa. “Tante Sonya hanya rekan kerja Ayah, Jasmine, apa salahnya berangkat ke pesta bareng?” “Karena Jasmine melihat bahwa Tante Sonya punya maksud tertentu sama Ayah!” “Maksudmu?” Pak Affandy mengerutkan keningnya.  Padahal tanpa bertanya pun Pak Affandy tahu bahwa Tante Sonya memang selalu mengejar beliau. “Ayah jangan pura-pura nggak tahu, ya!” Pak Affandy tertawa tertahan karena acara akan segera dimulai. Seorang MC segera menggelar protokol acara ulang tahun perusahaan kali ini. Semua tamu yang telah hadir segera berdiri untuk mengikuti rangkaian acara. Disela berlangsungnya acara, Jasmine masih saja mendengar kasak-kusuk yang membicarakan dirinya yang hadir bersama seorang laki-laki setengah baya. Tapi sekali lagi, Jasmine hanya tersenyum. Belum lagi acara dimulai, tiba-tiba Jasmine merasakan panggilan alam. Ia pun berbisik pada Ayahnya, “Yah, Jasmine pingin ke belakang.” Pak Affandy menatap dengan pandangan geli. “Tanyalah sama pelayan dimana tempatnya., Ayah akan menunggu di sini.” Jasmine mengangguk lantas berdiri untuk mencari rest room di taman gedung itu. Langkahnya sedikit terlihat tergesa-gesa, hingga ia berpapasan dengan seorang pelayan dan tanpa berpikir lagi ia pun bertanya padanya. “Maaf, Mbak. Rest room di mana, ya?” “Oooh... dari arah sebelah barat bangunan utama, silahkan memasuki lorongnya, Nyonya. Disana ada petunjuk tulisan toilet.” Jasmine manggut-manggut. “Terima kasih, Mbak,” jawab Jasmine sambil dongkol karena pelayan itu memanggilnya dengan panggilan ‘Nyonya’. Oke, sebenarnya bukan salah si pelayan juga jika akhirnya Jasmine mendapat gelar nyonya, karena sebagian besar tamu yang hadir pada acara kali ini adalah rekan kerja perusahaan. Tentu mereka datang bersama pasangan mereka masing-masing. Dan mereka jelas tak akan percaya bahwa Jasmine datang bersama ayahnya. Setelah melihat tulisan toilet, Jasmine segera masuk tanpa peduli karena panggilan alam kali ini benar-benar tak bisa dikompromi lagi. Beberapa menit berlalu dan ia keluar dari pintu toilet di rest room tersebut. Jasmine berkaca sambil membenahi dress pestanya, dan ia pun buru-buru keluar karena mungkin saja acara inti akan segera digelar. Gadis itu berjalan sambil menunduk untuk membenahi dressnya yang ternyata belum juga rapi, dress berbahan linen miliknya, memang mudah sekali kusut. Ia terus berusaha menghilangkan garis kusut pada dressnya di bagian yang ia lihat, dengan sebelah tangannya dan terus saja berjalan menunduk, hingga tiba-tiba Jasmine tertubruk tubuh seseorang hingga dompet yang dipegangnya jatuh  berantakan. “Maaf.” ucap Jasmine sambil menjongkok, memunguti kembali isi dompetnya. Seseorang yang ditabraknya juga ikut membantu mengemasinya. “Saya yang seharusnya minta maaf,” terdengar suara lelaki dan aroma parfum yang mulai menyadarkan Jasmin dari kepanikannya. Tiba-tiba mereka merasa terkejut ketika tanpa sengaja kulit mereka bersinggungan. Jasmine merasa ada sesuatu yang menyengatnya dan menjalar hingga jantungnya berdegub sedikit lebih cepat dari kondisi normalnya. Jasmine mendongakkan wajahnya, hingga keduanya saling bertemu pandang dan untuk beberapa saat kedua mata mereka terpaku. Terpesona, sepertinya itu yang ia rasakan pada sepasang mata tajam dan tak acuh yang kini ada dihadapannya itu. Namun, lelaki itu seperti memiliki kedalaman yang tak terukur, juga wajah kokoh tapi tidak bersahabat. Dan herannya, Jasmine tergetar karena paras lelaki di hadapannya ini. Sementara laki-laki itu, seperti melihat pendaran cahaya yang berbinar cemerlang terpancar dari raut wajah Jasmine. Gurat keceriaan dan kelembutan yang terpadu manis dalam sesosok raga perempuan muda nan semampai. Bening kulit Jasmine begitu kontras dengan dress hitam pekat yang dikenakannya dan sepertinya telah sukses membuat lelaki di hadapannya tersedot arus yang tak terlihat. Tidak, sebenarnya tidak hanya lelaki itu, namun mereka berdua saling terpaku pandang dan memuji dalam hati masing-masing. Mereka tertarik dalam pandangan pertama. Namun, laki-laki itu menyadari, tak baik jika dia terus menurutkan rasa terpesonanya pada perempuan muda seperti ini. Cukup Jose! Ini tidak akan baik! teriak batin lelaki itu. “Permisi!” laki-laki itu berkata dengan suara datar dan kaku, sambil berlalu dari hadapan Jasmine. Sementara Jasmine hanya memandang punggung lelaki itu, yang berlalu ke arah lorong toilet tanpa menoleh sama sekali ke arahnya. Diam-diam Jasmine kecewa. Jasmine tahu bahwa usia lelaki itu tak semuda dirinya, namun entah mengapa, ia merasa sosoknya sangat mempesona. Sampai di tengah suasana pesta, Jasmine kembali duduk di dekat ayahnya. Sesekali matanya celingukan, berharap lelaki tadi kelihatan kembali olehnya. Namun keinginannya sia-sia, karena lelaki itu tak juga muncul. Mendadak, Jasmine merasa ada yang hilang. Tibalah acara sambutan dari si empunya acara, pemilik perusahaan yang sedang mengadakan ulang tahun perusahaan besar-besaran seperti ini. Jasmine duduk dengan tenang, sambil sesekali membenahi selendang pasminanya. Seorang laki-laki dengan tuksedo mewah, kemeja warna telor asin, dan sebuah dasi yang terpasang manis di lehernya, diiringi seorang perempuan sempurna terlihat berjalan menuju ke podium untuk memberikan kata sambutan dan ucapan terima kasihnya pada tamu yang bersedia hadir. Namun, bukan sambutan itu yang membuat Jasmine seketika terpana, melainkan siapa yang sedang memberikan sambutan. Ya, dia! Jose Martinez yang disebut-sebut sebagai pemilik perusahaan konstruksi itu ternyata laki-laki yang sempat bertubrukan tak sengaja dengan Jasmine di toilet, beberapa menit lalu. Mata Jasmine berbinar, hingga enggan berkedip melihat sosok yang kini sedang memberikan sambutan dengan demikian berwibawa itu. Setiap kalimat yang terlontar dari mulut Jose seperti mantra dan menghipnotis kesadaran Jasmine menuju dimensi yang menggetarkan hati dan jantungnya. Gadis ini benar-benar terperangkap cinta pada pandangan pertamanya. Ini baru sekali seumur hidup dialaminya. Sementara di depan para hadirin, Jose memberikan sambutan dengan penuh wibawa dan pesona. Banyak para tamu perempuan, baik yang masih single ataupun yang sudah bersuami melirik kagum padanya. Namun, mendadak sambutannya terhenti dan melambat, selayaknya slow motion ketika pandangannya tak sengaja mengedar, menangkap sosok cantik dalam balutan dress hitam dan selendang pasmina. Gadis itu terlihat sangat menonjol diantara semua tamu yang hadir. Selain dia adalah salah satu diantara tamu yang mengenakan dress panjang berwarna hitam, entah mengapa Jose merasa bahwa gadis itu terlihat paling cantik diantara yang lain. Jose terdiam beberapa detik dan merasa suaranya tercekat. Demi menghindari kegugupan yang tiba-tiba menyergap, Jose menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskan perlahan untuk menetralkan suasana hatinya yang tiba-tiba saja mengacau tak jelas. Jasmine, gadis yang tertangkap mata Jose itu pun semakin terperosok jatuh dalam pesonanya yang luar biasa, pada lelaki yang ternyata pemilik pesta ini. Dia hanya tertegun, dia tak bisa menyembunyikan degup jantungnya yang membuatnya gugup tiba-tiba. Bahkan, saat Jose mengakhiri sambutannya, Jasmine masih kehilangan fokusnya. Hiruk-pikuk seketika memecah suasana, ketika Jose turun dari podium dan disambut sebuah ciuman mesra seorang perempuan dengan kecantikan yang sempurna. Tepuk tangan menyelimuti ruangan untuk beberapa saat, semua mata tertuju pada Jose dan perempuan itu.  Mereka saling berpandang, membuat iri para tamu melihat pemandangan mesra itu. Tiba-tiba suasana hati Jasmine memburuk. Anehnya, hal itu tak luput dari pengawasan Jose, ekor mata laki-laki itu diam-diam terus memperhatikan gerak-gerik Jasmine. Meskipun secara harfiah dia sedang berbicara dengan beberapa rekan bisnis yang menyalaminya - memberikan ucapan selamat, namun pikirannya selalu mengarah pada gadis berpakaian dress hitam penuh pesona itu. Jose menghela napas tiba-tiba. Sesuatu dalam dirinya seakan berusaha untuk membuatnya menyadari satu hal. Stop, Jose. Gadis itu masih terlalu muda untuk menjadi sasaran ketidaknormalanmu! Tanpa sadar Jose tersenyum sendiri. Namun entah mengapa, ia tak juga bisa mengendalikan pikirannya untuk memalingkan perhatiannya dari gadis itu. Di sisi lain, suasana hati Jasmine terlanjur memburuk. Hingga ia ingin segera meninggalkan acara itu dan mendadak mengajak ayahnya untuk pulang. “Pulang? Acara belum selesai, Jasmine?” Pak Affandy terlihat protes dengan perubahan sikap Jasmine yang tiba-tiba. “Jasmine nggak peduli! Pokoknya kita harus pulang sekarang juga!” rajuknya dan tak peduli. “Ada apa sebenarnya, Jasmine? Tadi siang menggebu minta mendampingi Ayah ke pesta dan sekarang juga menggebu minta pulang?” Pak Affandy tak habis pikir dengan jalan pikiran Jasmine. “Jasmine mendadak pusing dan bisa pulang sendiri kalau Ayah nggak mau pulang!” dan saat itu juga, Jasmine bergegas hendak pergi meninggalkan ayahnya. Pak Affandy segera meraih Jasmine untuk mencegah gadis itu pulang sendirian. “Oke, kita pulang sekarang. Tapi akan lebih baik jika kita pamit dulu sama yang punya acara,” Jasmine melotot. Pamit pada yang punya acara? Bukankah itu artinya Jasmine akan menyaksikan Jose dan perempuannya yang seronok itu dari dekat? Jasmine menggeleng tanpa sadar, dia sangat tak ingin melihat kedekatan mereka berdua. “Ayah tak mau dianggap sebagai relasi yang kurang sopan karena meninggalkan pesta tanpa permisi, Jasmine. Karena ini akan berpengaruh pada kredibilitas perusahaan Ayah. Beliau selama ini selalu menggandeng perusahaan Ayah, meskipun perusahaan Ayah jauh lebih kecil dibanding dengan perusahaan beliau.” Pak Affandy memberikan pengertian panjang lebar pada Jasmine. Rupanya Jasmine sedikit memahami. Meskipun wajahnya masih saja masam, akhirnya ia menuruti perkataan ayahnya. Jasmine mengangguk, dan menggandeng lengan Pak Affandy. “Nah, begitu kan anak ayah makin cantik?” godaan Pak Affandy tak mampu membuat Jasmine tersenyum, namun Pak Affandy tahu, bahwa putri kesayanganya ini sudah tak marah lagi sekarang. Dengan wajah yang jauh dari bahagia, Jasmine dan ayahnya berjalan menuju ke arah dimana Jose sedang bercakap-cakap dengan rekan-rekan bisnisnya yang lain. “Permisi, Sir,” Pak Affandy mencoba menyela percakapan Jose, sementara Jasmine membuang pandangannya kearah lain, seakan tak ingin melihat Jose. “Hallo, Pak Affandy. Terima kasih sudah berkenan hadir di acara kami, Pak Affandy.”Jose mengulurkan tangan. “Selamat atas ulang tahun perusahaannya, Sir. Semoga ke depan, perusahaan Anda semakin berkembang sempurna.” Pak Affandy menyambut jabat tangan Jose dengan senyumnya yang kelihatan demikian arif. “Terima kasih, Pak Affandy. Semoga kita selalu menjadi rekan bisnis yang saling menguntungkan kedua belah pihak.” “Amin, mudah-mudahan, Sir. Oh, ya... sepertinya saya harus pamit terlebih dahulu, Sir.” pamit Pak Affandy dengan nada sedikit segan. “Tapi acara inti belum juga dimulai, Pak Affandy. Dan ini?” Jose menunjuk ke arah Jasmine yang masih saja menoleh ke arah lain. Pak Affandy lantas menggamit Jasmine agar menjabat tangan Jose sebagai ucapan selamat atas ulang tahun perusahaan. Tentu Jose terkejut karena dari tadi dia kurang memperhatikan perempuan yang dibawa oleh Pak Affandy ini. Maka dia tak bisa menyembunyikan rona terkejutnya, ketika tahu bahwa gadis di depannya inilah yang mengganggu konsentrasinya sejak tadi. “Ini Jasmine, Sir.” Pak Affandy menunjuk ke arah Jasmine untuk memperkenalkan keduanya. “Jasmine? Nama yang bagus.” Jose memuji dengan tulus. “Dia...?” Jose tak meneruskan kalimatnya yang bernada tanya itu. Pak Affandy tersenyum. “Dia putri saya, Sir. Putri satu-satunya kesayangan saya.” “Ooh...” Jose memanggutkan kepala, tanda mengerti. Dibawah tatapan ayahnya, Jasmine akhirnya mengulurkan tangannya, yang disambut Jose dengan ragu. Dia merasa bahwa dia pasti akan merasakan kembali sensasi seperti tersengat arus listrik tegangan rendah seperti yang dirasakannya beberapa waktu lalu, di area rest room. Yang bahkan, gelenyarnya masih bisa Jose rasakan hingga saat ini. Telapak tangan Jasmine kembali bersentuhan dengan jemari Jose. Dan benar, Jose merasakan sesuatu yang membuatnya tak ingin jauh dari gadis ini. Kelembutan kulit tangan Jasmine menyulut api dalam dirinya. Mereka berjabatan tangan, dan Jasmine mengucapkan selamat kepada Jose dengan wajah yang masam. Jose menganguk dan dalam hati mengumpat, karena dalam ekspresi yang tak sedap pun, gadis muda di hadapannya ini, telihat semakin cantik. Jose buru-buru melepas jabatannya agar tidak semakin terseret arus yang akan menenggelamkannya dalam pesona yang menggilas akal sehatnya. “Baiklah, Sir. Saya pamit pulang sekarang.” “Silahkan, Pak Affandy. Terima kasih sudah berkenan hadir.” “Sama-sama, Mister Jose.” Pak Affandy lantas menggamit kembali lengan Jasmine dan membawanya berlalu dari hadapan Jose. Sementara Jose yang masih merasakan kelembutan Jasmine, berpura-pura mengusap hidungnya yang tidak gatal, hanya untuk menghirup wangi yang mungkin tertinggal di tangannya. Ini gila! pikir Jose. Ia  dibuat mabuk karena gadis muda itu. Harum bunga sedap malam yang tertinggal di jemarinya membuat Jose terbuai. Jose ingin menyimpan wangi itu dan mengunci dalam benaknya. Kedua bola mata Jose terus mengawasi Pak Affandy dan Jasmine, hingga mereka berlalu meninggalkan area pesta dan menghilang dari penglihatan Jose.  Sekelebat, gerakan tubuh Jasmine terekam dalam otak Jose. Gadis itu sungguh membangunkan sesuatu yang sedang pulas dalam dirinya. Rasa yang tersimpan dalam diri Jose, kini menggeliat bangkit hingga Jose merasa sangat gelisah karenanya. Ini benar-benar di luar keinginannya, ia merasa ada yang tak beres dengan dirinya kini. Dan semua ini berhubungan dengan keberadaan Jasmine yang hanya sekilas. Sungguh, Jose tak ingin membiarkan rasa itu terus mengusik dirinya. Maka Jose menghubungi seseorang dengan telepon genggamnya. Dia tak ingin melewatkan malam hanya dengan bayangan Jasmine. Harus ada yang bisa meredam gejolak liar yang disebabkan oleh gadis muda itu. Dan Jose tahu jawabannya. Catherine! Hanya perempuan ini yang bisa meredamnya, setidaknya sampai saat ini. Sementara gadis yang tadi menyambut Jose dengan ciuman mesra, hanya menatap Jose dari kejauhan sambil menggeram. Ia melihat Jose berbeda semenjak kehadiran gadis muda dengan dress hitam. Ia menangkap pancaran lain yang muncul dari mata Jose ketika laki-laki itu memandang perempuan tadi. Ia menggigit bibir bawahnya, mendelik dengan kesal di belakang. Ya, perempuan sempurna yang menyambut Jose turun dari podium dengan ciuman manis itu, telah terlihat gusar.   * * * * *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN