Tunggu dulu. Mata Agatha memicing.
"Itu kakak kelas sombong? Dia ke sini? Kenapa gak ngajak ngajak sih, huh. Tadi aja cuma diem doang gak jawab eh dia malah tiba-tiba ke sini, maksudnya apa coba.“ sebal Agatha dalam batin. Meski dalam hati sudah panas, Agatha tetap berdiri tenang sambil menunggu intruksi Bu Mian selanjutnya. Tatapan Agatha tidak lepas dari sang kakak kelas.
Tiba-tiba mata tajam bak elang itu menatap ke arah Agatha. Agatha mengerjapkan mata dua kali. Dia terpanah sejenak, sebelum di buat merinding oleh tatapan itu.
kenapa dia liatinnya kayak gitu banget ya? Jangan jangan dia masih marah sama gue?
Tatapan itu. Kenapa cowok itu selalu memasang wajah datar dan dingin? Seperti tatapan penuh permusuhan. Apa karena ada Agatha? Dia seperti tidak suka dengannya. Padahal dia hanya bertanya saja, itupun pertanyaannya tidak di gubris sama sekali. Lalu kenapa dia marah? Agatha meremas rok yang di pakai.
Kakak kelas itu memutuskan kontak mata mereka, dengan tenang dia pergi begitu saja selesai menaruh buku-buku di atas meja Bu Mian. Eh? bahkan dia tidak ada niatan untuk berpamitan terlebih dahulu pada Bu Mian? Main asal nyelonong aja! Dasar tidak tahu sopan santun!
Tapi yang lebih mengherankan lagi, kenapa Bu Mian seolah bersikap biasa saja tanpa terganggu dengan sikap tidak sopan kakak kelas itu, ya? Agatha mengendikkan bahu. Mungkin guru itu sudah terbiasa.
"Ini buku-buku kamu, total semua ada dua puluh lima buku, ya. kalau kamu ingin meminjam buku di perpustakaan lagi silahkan saja, tapi sebelum meminjam pastikan kamu mengisi nama, kelas dan jurusan mu terlebih dahulu di buku kunjungan, Karena berhubung kamu meminjam buku pelajaran, kamu bisa kesana lalu tuliskan keterangan berapa buku yang kamu ambil dan untuk keterangan nomor buku kamu tulis saja buku pelajaran tidak usah kamu tuli s nomor bukunya satu persatu, mengerti?” ujar Bu Mian sambil menunjuk buku kunjungan yang ada di meja tepat di samping pintu masuk perpustakaan.
Agatha memperhatikan penjelasan Bu Mian dengan seksama, lalu menganggukan kepala. “ Mengerti, Bu. Saya ke sana dulu ya Bu.” Bu mian mengangguk.
Agatha menuju ke samping pintu masuk perpustakaan. Segera menulis nama, kelas dan jurusan di buku kunjungan itu. Setelah selesai menulis, Agatha balik ke meja Bu Mian.
“Sudah, Bu.” Aktivitas menulis Bu Mian terhenti ketika suara Agatha terdengar. Bu Mian berbalik dan menemukan Agatha tengah berdiri.
“Oh. Sudah ya. Ya sudah kamu bisa angkat buku-buku ini, Agatha?” Heh? dia menatap ragu pada setumpuk buku. Sebanyak itu? Dia harus mengangkat sendiri? Yang benar saja. Agatha rasa dia tidak bisa.
Memahami kerisauan Agatha, Bu Mian terkekeh. "Berat ya? sebentar Ibu panggilkan dulu-" Mata Bu Mian mengedar keliling perpustakaan, arah matanya seketika jatuh pada seorang siswa yang sedang membelakangi mereka “-Dion! tolong bantuin dulu adik kelas kamu. Antarkan buku-buku itu ke lokernya ya,” panggil Bu Mian kepada Dion yang baru saja ingin menuju rak dekat meja Bu Mian.
Dion menoleh ke arah tempat Agatha dan Bu Mian berdiri.
“Dan ini kunci loker kamu ya Agatha,” lanjut bu Mian beralih menatap ke arah Agatha.
“Oke, Bu,” sahut mereka berdua. Dion menghampiri Agatha yang bergeming, lalu melewati cewek itu begitu saja menuju tumpukan buku buku dan membawa semua buku itu. Agatha mematung.
Waw, kuat banget padahal itu berat loh. Agatha terpukau dengan aksi kakak kelas yang satu ini. AAA! Selain gentle dia juga ganteng! batin Agatha antusias.
“Ikut gue.” Agatha berkedip dua kali sebelum mengangguk. Mereka berdua berjalan beriringan menuju tempat dimana loker berada.
***
“Loker lo nomor berapa?”
Agatha melihat nomor yang tertera di kunci loker. “190, kak.”
Hanya itu perbincangan yang keluar dari mulut mereka sepanjang perjalanan. Agatha terus mengikuti Dion menaiki tangga gedung Satu. Gedung khusus kelas sepuluh. Ternyata loker Agatha masih satu lantai dengan kelasnya. Di lantai tiga.
Mereka memasuki ruangan khusus loker. Dion berjalan terlebih dahulu mencari-cari angka seratus sembilan puluh di atas pintu-pintu loker. Agatha pun ikut membantu mencari angka tersebut.
Dan ketemu.
“Itu loker lo.” Agatha mendongak, melihat ke arah telunjuk Dion. Ternyata loker-nya berada di paling atas nomor dua.
Dion meminta kunci dari tangan Agatha yang langsung di berikan oleh cewek itu. Kemudian membuka loker yang isinya masih kosong, dan mulai menata buku pelajaran ke dalam loker.
“Sekedar info, lo bisa simpan buku-buku ini di loker lo, ga usah dibawa pulang cukup taruh disini dan buku lo akan aman,” ucap Dion setelah menaruh buku-buku pelajaran Agatha di loker pribadi gadis itu. Cowok itu melirik sekilas Agatha.
“Kalo ada pr?” Bagaimana bisa dia tidak membawa jika di sekolah masih ada pr.
“Disini gak akan ada pr, semua tugas harus lo selesain di sekolah ini dan pada hari itu juga, kecuali tugas kelompok dan tugas jurnal, tapi lo bebas bawa pulang kapan aja buku-buku itu, udah jadi hak milik lo.” jelas Dion secara singkat.
Agatha mengangguk, paham. Cukup unik untuk ukuran sekolah menurut Agatha, tidak ada pr bukankah itu suatu surga bagi anak murid?
”Ini udah jadi loker pribadi, lo bisa taruh barang apa aja di situ asal jangan aneh-aneh, karena suka ada pengecekan loker,” jelas Dion lagi masih dengan raut wajah tenang. Dengan badan yang sudah di senderkan ke lemari loker dan kedua tangan sudah dia masukan ke dalam kantong saku. Cowok itu sepenuhnya memandang Agatha.
Argh! gila ganteng banget! Kenapa harus gaya gitu sih!
Astaga, Agatha! Fokus! Fokus!
Agatha mengangguk dengan gugup. “Ma-makasih, Kak.”
“Hm, gue balik duluan.” Eh?! Agatha melebarkan bola matanya, panik. Reflek Tangan Agatha menarik tangan Dion agar cowok itu tidak pergi.
“Tunggu dulu kak. Em, kakak mau kemana?” Tanya Agatha.
“Kantin.”
Kebetulan yang sangat menguntungkan bagi Agatha. Cewek tersadar ketika tangannya masih memegangi tangan Dion. Agatha melepaskan tangan itu.
“Eh maaf, Kak” ujar Agatha dengan tak enak hati. Dion menarik tangan, menaruhnya di bawah dadanya.
”Di terima,” kata Dion singkat, padat dan membingungkan Agatha. Apa maksud perkataan kakak kelas ini? Kenapa cowok ganteng ganteng di sini sangat membingungkan pola pikirnya?! Sudah tahu Agatha lemot susah memahami hal hal yang seperti ini.
“Maksud, Kakak?” Bingung Agatha. Pikiran Agatha sudah kemana-mana berkat perkataan ambigu dari Kak Dion. Di terima jadi apa? pacar maksudnya? EH.